Lahat ng Kabanata ng Terpikat Cinta Gadis Panti Asuhan : Kabanata 31 - Kabanata 40

Agar bisa lebih leluasa dalam memacu dan menambah kecepatan. Di sebuah perempatan, Alvaro memilih untuk membelokan arah laju motornya menuju jalanan yang lebih sepi. Tak jauh di belakang, terlihat para gerombolan geng motor itu juga ikut membelokan motor masih terus berusaha untuk bisa mengejarnya. Dengan wajah tegang dan panik, kini otak Alvaro sedang berpikir akan ke mana ia pergi sekarang? Lalu, di detik berikutnya ia pun menemukan tempat yang menurutnya aman dan letaknya tidak jauh dari sana. "Ah, kampus! Ya ya ya, lebih baik aku ke sana saja sekarang!" pikirnya tiba-tiba. Weng! Pemuda itu terus menambah kecepatan, membuat gadis yang berada di belakangnya semakin memprerat pelukan. Hingga akhirnya ia telah sampai di halaman sebuah universitas ternama di ibu kota, tempat ia menimba ilmu sekarang. Cekkit .... Secara mendadak, lelaki itu menghentikan laju motornya. Sehingga lagi-lagi gadis yang berada di belakang, kembali membentur punggungnya cukup keras. Brugh! "A

"Woy! Ngapain kalian di sini?" Terdengar teriakan seorang lelaki sedang menegur dua orang tadi. Spontan dua orang itu menoleh ke arah belakang. Di mana di ambang pintu masuk perpustakaan terlihat ada lima sampai delapan orang pemuda sedang berdiri di sana. Dengan membawa tongkat basboll, beberapa pemuda itu tersenyum menyeringai ke arahnya. Nyali dua orang berjaket kulit itu langsung menciut merasa sedikit ketakutan. Takut dikeroyok oleh komplotan sang anak buah Alvaro. Dengan saling menyikut, keduanya memasang cengir kuda dan berkata, "Eh, kalian. Enggak kok, kita hanya ingin mencari buku saja di sini." "0h, ya. Sudah ketemu bukunya?" sahut salah satu pemuda berkaos hitam itu memicingkan sebelah mata menatapnya curiga. "O-oh, sudah kok. Nih." Salah satu pemuda tadi menunjukkan sebuah buku yang ia ambil dengan asal dari rak buku. "Bhahaha ...." Sontak saja semua orang langsung terbahak melihatnya. "Kau ingin belajar masak?" ucap pemuda berkemeja biru tertawa ngakak menge

"Lepaskan dia!" Terdengar suara bariton khas seorang pria, mengagetkan Syaqilla juga yang lainnya. Reflek baik itu Syaqilla beserta orang lainnya menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria tinggi tegap, dengan wajah dingin menatap tajam ke arah Raka. "Huh, di-dia 'kan cowok yang kemarin menolongku? Kenapa dia bisa ada di sini?" Syaqilla cukup kaget melihatnya. "Atau jangan-jangan dia juga berkuliah di sini? Tapi, masa pakainya kok rapi dan formal begitu?" Batinnya merasa aneh, saat mendapati sosok lelaki tampan yang terlihat gagah dan sangat mempesona memakai pakaian formal ataupun setelan jas kantor berwarna biru tua. Karena pada umumnya jika mahasiswa 'kan pakainya santai, biasa saja tak serapi ini. Sembari masih menahan tangan Syaqilla, Raka tampak acuh dan santai, sama sekali tak mau menggubris omongan lelaki itu. "Cih, siapa kau?Jangan ikut campur! Enyahlah kau dari sini!" usirnya geram. Lelaki itu tersenyum miring. Lalu, seraya memasukan tangan ke saku celana, ka

Di atas sebuah sepeda motor matic, tampak seorang wanita paruh baya yang tengah duduk kepanasan di jok belakang. Sembari mengibaskan tangan, sesekali ia mengeluh dan ngedumel kesal kepada si Abang ojol. "Bang, bisa cepetan dikit gak, sih? Aku lagi buru-buru nih!" "Ya, sabar, Bu. Ini kan lagi lampu merah. Mana bisa saya jalan?" jawab si tukang ojol. Tamara hanya bisa mendengkus. Untuk mengurangi rasa jenuh menunggu lampu merah yang tak kunjung berubah warna. Iseng ia mengalihkan pandangan, mengamati di sekitar jalan yang tampak dipadati oleh banyak kendaraan. Entah apa yang ia cari, ia pun tidak tahu. Tapi, kenapa ia merasa seperti ada sesuatu di sekitar sana? Namun, apa ya kira-kira? Wanita yang berpakaian sedikit ketat itu, mulai sibuk membatin. Hingga di saat lampu merah berganti hijau, tiba-tiba dengan tak sengaja ia menoleh ke arah mobil hitam yang berada tepat di sampingnya itu bergerak pelan mulai menjauh. Samar ia melihat dengan sekilas ada seorang gadis yang tengah t

"Em ... itu, Bu." Wajah Syaqilla gugup, tampak kebingungan. Ia tidak mungkin akan mengatakan bagaimana sikap buruk Natasya padanya tadi. Sebisanya ia akan menutupi dan tak akan mengatakan pada siapapun juga. Dengan duduk tak tenang, dua tangannya memilin ujung kaos yang ia kenakan. Membuat Bu Laura yang melihatnya pun jadi merasa keheranan. "Syaqilla, kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan?" Seraya tersenyum lembut, wanita itu menatapnya khawatir. Untuk mengurangi rasa gugup, Syaqilla menggelengkan kepala dan tersenyum cengir kuda. "Oh, saya gak papa kok, Bu. Cuma itu tadi--" Ia kembali terdiam, sedang memutar otak mencari alasan yang masuk akal. "Tadi kenapa, Qilla?" Bu Laura mulai tampak curiga. Ia takut jika Natasya tadi sampai berbuat macam-macam padanya. "Oh, itu tadi Non Tasya katanya ada jadwal kelas pagi. Jadinya kami mengantar Non Tasya dulu ke kampus. Setelah itu baru pak sopir mengantar saya ke sini." "Tapi, pas di jalan tadi terkena macet. Jadinya ya, saya telat deh