Semua Bab Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!: Bab 301 - Bab 310

"Bukankah kamu bilang kamu sangat yakin?!"Nyonya Gayatri menatap Bianca dengan mata yang menyala, ludah hampir terpercik saat dia berbicara, gigi terkatup rapat penuh amarah. "Ayo, sekarang katakan padaku, apa sebenarnya yang terjadi dengan pesta perayaan Shanaya malam ini?!"Sejak Lidya dikeluarkan dari divisi penelitian, seluruh perkembangan proyek itu tertutup rapat.Kabar tentang pesta perayaan kemenangan itu sudah menyebar ke seluruh Grup Wiraatmadja, tetapi Bianca baru mendengarnya semalam.Tiba-tiba saja berita itu menghantam wajahnya begitu saja, membuat Bianca marah setengah mati. Apalagi nada bicara nenek tua itu makin membuat darahnya mendidih. Hampir saja dia kehilangan kendali dan ingin sekali menampar wajahnya sendiri untuk menenangkan diri.Namun, dia menarik napas dalam-dalam, menampilkan sikap seolah semua berada di dalam kendalinya. Dengan percaya diri, dia berkata, "Nyonya Gayatri, kalau dia ingin mengadakan pesta perayaan, silakan saja.""Bagaimanapun, makin heboh

Akhirnya, semua orang dibuat tercengang oleh pencapaian Shanaya.Era di mana keberhasilan diukur dari senioritas sudah lama berlalu.Arman menatap orang-orang di sekitarnya yang memandang muridnya dengan mata penuh takjub dan terkejut, dan dia tersenyum lebar hingga pipinya terasa pegal karena terlalu lama menahan bangga."Obat ini bisa dikembangkan dengan lancar, tak lepas dari dukungan guruku dan rekan-rekan di Departemen R&D."Shanaya tampak tak terganggu oleh pandangan orang-orang di sekitarnya, dengan percaya diri berkata, "Saat obat ini resmi diluncurkan, aku juga akan mengundang kalian semua untuk hadir di konferensi persnya.""Tentu, tentu!""Nona Shanaya, benar-benar muda dan berbakat.""Nona Shanaya, aku CEO dari IndoDerma Biotek, ini kartu namaku…"Belum sempat dia menjawab, banyak orang justru mulai mendekat dan berbincang dengannya.Saat itu, semua perhatian tertuju padanya hanya karena dia adalah Shanaya.Para kaum elite politik dan pebisnis papan atas yang dulunya tak pe

Di sampingnya berdiri seorang pria paruh baya dengan aura kuat. Jelas terlihat kalau dia sudah lama terbiasa berada di posisi tinggi sehingga orang lain tak berani sembarangan menyinggungnya.Di dekat Arman, pria itu melambaikan tangan ke arah Shanaya. "Shanaya, kemarilah. Coba kamu lihat keadaan Nyonya Wirantara, apakah kakinya masih bisa disembuhkan?"Orang-orang lain di dalam ruang VIP tampak ragu-ragu.Setelah menimbang sejenak, pria paruh baya itu akhirnya mengernyitkan kening dan membuka suara, "Pak Arman, hari ini kami memang sengaja datang untuk meminta bantuan Anda, demi istriku..."Bukan berarti mereka tidak mau membiarkan gadis muda di depan mereka mencoba, hanya saja, penyakit Nadira Surianto sudah terlalu lama terabaikan.Beberapa tahun lalu, mereka bahkan sudah membawanya ke rumah sakit lagi. Namun, meski para dokter menyampaikan dengan bahasa yang halus, intinya tetap sama, yaitu penyakitnya tidak bisa disembuhkan.Nadira akan lumpuh seumur hidup.Sejak kejadian itu, Nad

Namun, dalam ucapannya sama sekali tidak ada nada merendahkan, justru terdengar penuh rasa terima kasih.Begitu mendengar perkataan Elvano, Zafran langsung menimpali, "Kenapa tidak kalian saling bertukar WhatsApp saja? Nanti kalau mau membicarakan kondisi kesehatan ibumu juga jadi lebih mudah."Shanaya sendiri tidak keberatan. Dia hanya menoleh sekilas ke arah Elvano.Elvano sebenarnya tidak suka jika daftar WhatsApp-nya ada orang asing. Namun, setelah pembicaraan sampai sejauh ini, dia tetap mengeluarkan ponselnya dan dengan sopan berkata, "Nona Shanaya, Anda tidak keberatan, 'kan?"Shanaya tersenyum tipis. "Tentu saja tidak."Setelah menambahkan kontak WhatsApp, Shanaya dan Arman saling bertukar pandang. Dia kemudian menekankan bibirnya sebentar sebelum berkata, "Kalau begitu, kami pamit dulu. Tuan Elvano, setelah kalian beres mengatur semuanya, langsung hubungi aku.""Nona Shanaya."Tangan Nadira mencengkeram erat pegangan kursi roda, tak tahan akhirnya dia bertanya pelan, "Apa kamu

Shanaya tidak berani membuka mulutnya. Dia takut begitu bersuara, semua kepingan rapuh dalam dirinya akan tumpah keluar, membuat pria itu makin merasa mengendalikan segalanya.Melihat Shanaya bersikeras tak mau menurut, Lucien sama sekali tidak terburu-buru. Bibirnya yang panas menelusuri lehernya, dengan sabar menggesek lembut kulitnya sedikit demi sedikit, seakan ingin menandai sepenuhnya.Shanaya bahkan sampai menggenggam erat jemarinya, tak mampu lagi menahan erangan yang pecah dari bibirnya.Namun, seolah hanya dirinya saja yang terjebak dalam pusaran ini.Dia tidak berniat menjadikan hal ini sebagai ajang siapa menang siapa kalah. Baru saja hendak menyerah, tiba-tiba punggung tangannya digenggam erat, lalu perlahan diarahkan ke bawah.Ini bukan pertama kalinya Shanaya bersentuhan dengan bagian itu.Akan tetapi… inilah kali pertama dengan cara seperti ini.Shanaya refleks ingin melepaskan diri, tetapi tangannya digenggam erat. Lucien tak memberinya kesempatan untuk kabur…Sabuk pr