All Chapters of Isela: Putri yang Terbuang: Chapter 31 - Chapter 40

Decitan lembut suara pisau sepatu ice skating terdengar, seorang pemuda tengah tengah menunjukan kemampuannya dia atas gelanggang es untuk mengikuti sleksi. Musim dingin akan segera tiba kurang dari dua bulan lagi. Akan ada pertunjukan seni yang berlangsung di depan gedung opera, salah satunya adalah ice skating.Isela duduk dikursi paling depan, memperhatikan satu persatu skaters yang menunjukan kemampuan memukau mereka, termasuk Riven yang kini telah bersiap dipinggir gelanggang es.Sudah ada banyak bisikan pujian yang Isela dengar tentangnya, kemampuannya yang luar biasa membuat Riven sudah tiga tahun berturut-turut dipilih menjadi penari utama pertunjukan musim dingin. Hal itu membuat Riven dijuluki Ice Prince.Sosok Riven yang kharismatik, hasil perpaduan gen dari seorang ibu bintang besar dan ayah yang tampan, membuatnya jauh lebih menonjol dibanding murid-murid lainnya.Terlahir dari seorang artis papan atas, setiap perjalanan hidup Riven selalu berada dalam sorotan. Termasuk

“Pernahkah kau berpikir untuk menikah setelah lulus SMA?” Isela mengerjap dengan semburat merah yang menghiasi pipi. Tatapan mata Jach dan nadanya yang bertanya terdengar seperti mengintrogasi dibandingkan sekadar ingin tahu. Dengan bibir terkatup Isela menggeleng tidak memahami situasi yang kini sedang terjadi, namun membuat jantungnya berdebar kencang seperti ditantang adrenalin. “Kau baru kepikiran setelah aku bertanya sekarang?” tanya Jach lagi seraya mencondongkan tubuhnya untuk mendekat. Refleks Isela mundur dan mendorong dada Jach agar tidak terlalu dekat. Sekali lagi Isela menggeleng tak mampu bersuara, tak mengerti mengapa Jach tiba-tiba membahas pernikahan. Jach memegang erat sisi kursi yang didudukinya, menjaga tangannya untuk tidak menyentuh sembarangan. Dengan ketenangan yang terjaga pria itu kembali duduk keposisinya. “Kau boleh memikirkan hal ini, sampai nanti lulus sekolah.” “A.. aku tidak pernah memiliki bayangan apapun tentang pernikahan,” jawab Isela gel

“Untuk sementara waktu, sebelum Anda ingat kembali ingatan Anda, nama Anda, Shandy.”Catelyna mengangguk dengan senyuman lega setelah dibuat tersesat dengan pikirannya yang linglung melupakan segalanya. Tidak ada yang tersisa didalam ingatan Catelyna selain bayang-bayang trauma dari penyiksan yang telah diterimanya di malam itu. Dalam setiap tidurnya, dia histeris, dibayang-bayangi wajah orang-orang yang memukulnya. Dan pukulan itu telah meninggalkan bekas ditubuhnya sekarang.Setelah mendapatkan penanganan dokter, Catelyna mendapatkan sedikit ketenangan, mengingat sedikit demi sedikit hal-hal dasar yang dilakukan manusia pada umumnya dan mulai mengingat kembali beberapa kosa kata yang sempat dia lupakan.Tubuh Catelyna mungkin bisa segera pulih dalam waktu dekat, namun tidak ada yang bisa memastikan kapan Catelyna akan kembali ingat bahwa dia telah meninggalkan putrinya sendirian di tempat asing, menunggu sebuah penjelasan apa yang sesungguhnya telah terjadi pada masa lalu Catelyna

“Kau sudah mendapatkan informasinya?” tanya Jach, langsung disambut dengan satu anggukan samar dari seorang wanita cantik yang tengah duduk disampingnya dengan sebuah cerutu yang tengah dia nikmati.Jach meminta seseorang untuk mencaritahu tentang asal-usul Isela karena dia tidak mungkin menanyakannya secara langsung. “Jadi, bagaimana?” tanya Jach lagi.Bibir merah Zudith terbuka, wanita itu menghisap cerutunya dalam-dalam, mengeluarkan gelombang asap beraroma khas di udara. “Tidak ada yang spesial.” “Katakan saja.”“Ibunya bernama Catelyna, dia seorang wanita penghibur dan memiliki anak perempuan bernama Isela. Mereka tidak memiliki sanak keluarga. Beberapa saksi mengatakan bahwa minggu lalu Catelyna membawa kabur putrinya yang hendak dijadikan penari telanjang untuk menggantikannya dia,” cerita Zudith. “Catelyna dulunya seorang imigran gelap. Tidak ada yang tahu asal usulnya dari negara mana, dia menjadi penari karena rumah bordil itu dulunya tempat penampungan imigran, satu lagi

Ditengah kekacauan yang sedang terjadi itu, Isela memungut barang-barangnya yang berceceran sambil menahan air mata yang sudah tergenang hampir jatuh, berkali-kali dia mengatur napasnya agar tetap bisa tenang menghadapi situasi. “Ibuku adalah wanita terhormat, dia penuh kasih sayang dan dia orang yang berjasa besar dalam hidupmu, membantumu untuk melanjutkan sekolah, memberimu tempat perlindungan. Tega-teganya kau membalas kebaikannya dengan cara seperti ini, ibu bukanlah seorang pembohong sepertimu, anak yang tumbuh dilingkungan tak berpendidikan," ucap Riven memandang sinis Isela. Perlahan Isela bangkit dan memeluk erat tasnya. “Jika saya berbohong, saya tentu tidak akan berada di sini sekarang. Nyonya Dahlia juga akan segera pulang. Anda bisa mempertemukan kami agar masalah ini bisa diselesaikan. Alih-alih menyelesaikannya dengan baik-baik, Anda justru menuduh saya dengan sesuka hati seakan orang miskin berstatus pelayan seperti saya tidak pantas membela diri dari tuduhan,” jawa