Di ruang yang lain, tepatnya ruang perawatan Kirana yang agak jauh dari ICU, suasana tak kalah muram. Di atas brankarnya Kirana duduk dengan wajah sembab, matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Kedua tangannya meremas perutnya sendiri, seolah ingin memastikan bayi di dalam kandungannya tetap kuat.Di sampingnya, Arum berulang kali mengelus punggung sahabatnya itu. “Sudah, Ki. Jangan terus-terusan menangis begini. Kamu harus kuat, demi anakmu,” ucap Arum pelan, meski suaranya sendiri bergetar.Kirana menggeleng keras, air matanya kembali tumpah. “Aku… aku ingin lihat Mas Adit. Aku nggak tenang, Rum. Aku harus lihat dia, aku harus pastikan dia masih ada buat aku sama anakku.”Arum menahan lengannya. “Jangan dulu, Ki. Sekarang Bapak sama Ibu yang ada di sana. Aku saja belum boleh masuk.” Nada Arum tegas, tapi matanya berkaca-kaca. Ia sama hancurnya, hanya berusaha lebih tenang.“Aku yang mengandung anak Mas Adit, darah daging keluarga Pramudito, tapi mengapa sampai saat ini aku
Last Updated : 2025-09-11 Read more