All Chapters of Istri yang Ternoda: Mengandung Benih Tuan Vancroft : Chapter 91 - Chapter 100

“Tidak bisa, sampai kapan pun saya tidak akan setuju.”Suasana ruang tamu itu mencekam. Tirai jendela bergoyang pelan diterpa angin, tapi udara di dalam terasa berat, seakan penuh oleh desakan yang tak terucap.Danang dan Tyas duduk berhadap-hadapan dengan Ambar, wajah keduanya kusut, penuh kecemasan.“Mbak Ambar… tolonglah.” Suara Tyas bergetar, matanya berkaca-kaca. “Kirana tidak punya jalan lain. Jadi saya minta tolong agar Mas Ardi mau menikahi Kirana, setidaknya aib ini bisa tertutupi.”Ambar menegakkan punggungnya, menatap tajam ke arah kedua iparnya. Ada bara di sorot matanya, tapi juga ada sisa-sisa hormat yang membuatnya menahan diri.“Tidak,” jawab Ambar dengan tegas, suaranya dingin bagai pisau. “Sampai kapan pun aku tidak akan merestui Ardi menikahi Kirana.”Danang bersandar ke depan, nadanya memohon, “Mbak, pada siapa lagi kami harus minta tolong? Kami hanya ingin menyelamatkan masa depan anak kami. Ardi… dia satu-satunya harapan terakhir.”Ambar menghela napas panjang, r

Kepergian Naira membuat pikiran Alex penuh kekacauan. Segala kuasa yang ia miliki, uang, kekuasaan, koneksi, bahkan keberanian untuk menentang siapa pun, ternyata tidak mampu menaklukkan hati seorang perempuan bernama Naira.Sejenak, berbagai niat buruk melintas di benak Alex, dari menculik Naira dengan paksa, hingga menyingkirkan Aditya dari dunia. Segala opsi itu berputar liar dalam kepalanya, memberi rasa kuasa sekaligus menyesakkan.Namun detik berikutnya, Alex memejamkan mata, menarik napas panjang. Ia sadar, itu bukan yang ia mau. Raga Naira mungkin bisa ia miliki dengan mudah, tapi hatinya? Itu tak bisa dipaksa. Dan Alex tahu, ia tidak hanya menginginkan tubuh Naira, ia ingin jiwanya, seluruh hatinya, Naira seutuhnya.Tangannya mengepal di atas kemudi, lalu terlepas perlahan.“Mungkin aku butuh cara lain,” batin Alex dengan wajah yang terlihat berpikir keras.Selama ini, dunia bisnis mengajarinya cara memenangkan negosiasi, menyingkirkan saingan, dan mengendalikan permainan. Ta

BRAKK!Telapak tangan Alex menghantam meja, membuat gelas di atasnya berguncang keras.“Aku lelaki, bukan bajingan!” Suara Alex menggelegar, hingga urat di pelipisnya menonjol, matanya menyala bagai bara.“Pegangi dia, Theo!” raung Alex telunjuknya mengarah tajam pada Revan. “Aku harus menghajar Revan, agar tahu caranya menjadi lelaki sejati.”Theo langsung bangkit, dengan tubuh yang menegang. Tapi bukannya menuruti perintah, ia justru mengangkat tangan mencoba menenangkan situasi.“Tuan Alex, tenang diri Anda! Anggap saja Revan salah bicara, atau memang dia bodoh. Tidak perlu… seperti ini. Anda masih sangat membutuhkan dia untuk menjalankan semua bisnis Anda di sini.”Namun Alex sudah terlanjur terbakar. Nafasnya memburu, dadanya naik turun, suaranya pecah di antara amarah dan kepedihan.“Jika kau ingin mendapatkan perempuan terbaik, jangan pernah turunkan standarmu dengan puas menikmati perempuan-perempuan murahan.”“Ya, Tuan,” sahut Theo dan Revan hampir bersamaan.Wajah Revan masi

Kirana terperanjat, bahunya bergetar hebat, air mata menetes tanpa bisa ia tahan. Dia tidak pernah menduga Aditya akan melupakannya dan menyingkirkan dirinya dari hidupnya.“Mas… Aku mohon, jangan seperti itu. Aku ini yang sedang mengandung anakmu, darah dagingmu, bukan Naira. Dia…” suara Kirana tertahan, tersengal berbarengan dengan tangis. “Dia sendiri bahkan tak tahu siapa bapak dari anak yang dikandungnya!”Ucapan Kirana terasa begitu menusuk hati Naira. Tapi dia berusaha tetang tenang, meski wajahnya memucat, tapi ia tetap berusaha menegakkan tubuh, menahan dirinya agar tidak runtuh di depan Kirana.Aditya menoleh cepat pada Naira, menatap lurus dengan mata yang dipenuhi kecurigaan.“Jadi begitu, Nai?” suaranya merendah namun penuh getir. “Apa begitu besar keinginanmu untuk berpisah dariku… sampai rela bekerja sama dengan sepupumu, mengarang cerita penuh kebohongan seperti ini?”Naira mendengus kasar, merasa lelah dengan drama dua orang yang pernah menikamnya dari belakang. Naira

Suara deru mobil berhenti tak jauh dari lokasi. Revan turun dengan wajah penuh percaya diri, kemeja putihnya sedikit kusut karena perjalanan, namun tetap menampilkan raut serius. Ia melangkah cepat menghampiri Alex dan Theo yang sedang berdiri menatap lahan kosong. “Laporan, Tuan,” ucap Revan sembari membuka tab ditangannya. “Pengurusan perizinan berjalan lancar. Pihak dinas sudah memberi lampu hijau, tinggal menunggu tanda tangan terakhir.” Alex hanya mengangguk kecil. Revan melanjutkan, “Renovasi gedung untuk kantor sementara juga sudah akan dimulai. Kontraktor sudah siap, tinggal persetujuan Anda. Dan dari pihak Trisula Design Studio, sepertinya tetap akan dipegang oleh Ardi Prasetyo.” Nama itu membuat dahi Alex sedikit berkerut. Namun sebelum sempat berkomentar, Revan menambahkan, “Untuk kontraktor pembangunan gedung baru, saya harus melaporkan… Pramudito Karya Utama punya beberapa masalah di proyek terakhir. Kalau tujuan Anda mendekati Bu Naira, keputusan bekerja sama dengan me