Bianca hanya menatap, menyerap setiap kata. Ia tahu, kemarahan itu lahir bukan dari kebencian, melainkan dari kepedulian yang salah arah. Justru saat itu ia menyadari: Keiran bukan seperti ayahnya. Ledakan ini, seburuk apa pun bentuknya, adalah cinta yang tak pandai disampaikan.Begitu Keiran terdiam, napasnya masih memburu disela-sela dadanya. Bianca, dengan tangan kanannya yang sehat, tiba-tiba meraih kerah bajunya. Tatapannya menancap pada Keiran. Campuran penyesalan, pemahaman, sekaligus sesuatu yang lebih dalam dari yang ingin Bianca rasakan sendiri. “Kalau begitu, berhenti marah, dan dengarkan aku,” bisiknya, suaranya bergetar. “Aku butuh kau di sisiku, bukan teriakanmu.”Keiran terpaku, amarahnya meredup, berganti kebisuan yang sarat emosi.Lalu, perlahan, Bianca menarik Keiran semakin mendekat. Memiringkan kepalanya agar bibirnya menyentuh bibir Keiran, singkat, lembut, namun sarat makna. Ciuman itu menghentikan segalanya.Sampai isi kepala Bianca. Semua terasa kosong dan sen
Last Updated : 2025-09-16 Read more