All Chapters of Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku: Chapter 111 - Chapter 120

Sasha merasa tidak enak badan seharian, sekujur tubuhnya terasa tidak nyaman. Setelah selesai kerja sore harinya, dia berkemas dan hendak pulang. Namun, Mike memanggilnya, "Sasha, kamu mau ke mana?""Pulang, dong." Sasha bertanya dengan heran, "Kenapa memangnya?"Mike berkata, "Malam ini kita ada makan bersama, kamu lupa?"Sasha sama sekali tidak tahu soal itu. "Makan bersama?"Mike menjelaskan, "Tadi pagi sudah diberi tahu, waktu itu kamu ada di kantor, nggak dengar?"Sasha tidak menanggapi. Kemarin dia terlalu heboh, hari ini pinggang dan kakinya terasa pegal dan sakit. Oleh karena itu, seharian ini pikirannya tidak fokus sehingga tidak terlalu memperhatikan apa yang dibicarakan di kantor.Mike berkata, "Kalau malam ini nggak ada urusan penting, ikutlah." Dia mendekat dan menurunkan suaranya, "Atasan baru mulai kerja, kita semua datang buat kasih dukungan."Sasha merasa badannya benar-benar tidak nyaman, sehingga dia sama sekali tidak ingin ikut acara makan-makan. Akhirnya, dia pun b

Sasha sebenarnya berniat untuk cepat pulang. Dia hanya ingin datang sekadar menunjukkan muka lalu pamit. Namun gara-gara keributan dengan Susan, waktunya jadi agak terbuang.Susu pesanannya sudah hampir habis, daging panggang juga sudah dimakan sebagian. Karena Susan tak kunjung kembali, Sasha akhirnya berdiri. Dengan segelas susu yang tersisa, kali ini dia mengangkatnya dan menghadap Winston. Tanpa basa-basi, dia hanya meminta maaf dengan singkat. Katanya di rumah ada urusan, jadi harus pulang lebih dulu.Winston langsung mengangkat gelasnya, kali ini dia pun menenggak habis dengan tegas. "Baik, kalau ada urusan pulang dulu nggak masalah."Sasha kemudian juga menyapa rekan-rekan lain, sebelum akhirnya mengambil tasnya dan keluar dari ruang privat.Baru berjalan beberapa langkah, dia melihat Eni sedang membantu Susan keluar dari toilet. Kondisi Susan lebih buruk daripada sebelumnya. Tadi saat keluar dari ruang privat, dia masih bisa berjalan sendiri, sekarang benar-benar harus ditopang

Sasha menatap Clara yang kulitnya halus dan wajahnya manis. Dia tak bisa menahan diri untuk teringat pada saat pertama kali Clara dan Karen dibawa masuk ke Keluarga Aldiano.Waktu itu, Clara terlihat hitam dan kurus, berambut pendek seperti anak laki-laki. Pakaiannya memang tidak robek, tetapi sangat lusuh.Saat melihat orang, wajahnya selalu penuh rasa takut. Ketika Angga memintanya memanggil "Kakak", suaranya sangat lirih, bahkan dia masih berusaha menggandeng tangan Sasha untuk menyenangkan hatinya.Padahal ibunya baru dimakamkan dua hari, tetapi Angga sudah membawa selingkuhan dan anak haramnya pulang. Bagaimana mungkin Sasha bisa menerima?Saat itu, Sasha langsung menepis tangan Clara. Dia sendiri masih anak-anak, jadi tenaganya pun tak seberapa. Namun, Clara langsung jatuh terduduk di tanah. Sakit sekali, tetapi dia bahkan tak berani menangis keras-keras. Hanya bibirnya yang bergetar dan air mata jatuh tak terkendali.Karen segera memeluknya, matanya ikut memerah karena sedih. Di

Saat Sasha pergi, Susan masih berdiri di tempat. Wajahnya sudah tak bisa lagi digambarkan dengan kata "pucat".Sasha masuk mobil dan melaju keluar. Ketika melewati gerbang kantor, dia masih sempat melirik sekilas, Susan sudah tak lagi berdiri di sana. Dia duduk di sofa tak jauh dari sana, kepala tertunduk, tubuh membungkuk lesu, entah sedang memikirkan apa.Sasha menarik kembali pandangannya, lalu menginjak pedal gas. Sesampainya di rumah lama Keluarga Khamauri, dia lebih dulu mengganti pakaian, lalu naik ke lantai atas.Awalnya dia mengira Briar lembur, maka Rizky juga akan ikut. Namun, setibanya di depan pintu, dia malah melihat Rizky sedang bermain bersama Cody di dalam kamar.Sasha masuk, menyerahkan boneka kepada Cody, menjelaskan bahwa itu adalah hadiah dari Briar. Kemudian, dia menoleh ke Rizky. "Kok kamu nggak lembur?"Rizky berdecak. "Kok kelihatannya peduli banget sama kakakku? Kamu merasa aku nggak bantuin dia, jadi sebal sama aku ya?"Sasha tertegun sejenak, tanpa sadar men

Sasha keluar sebentar setelah Cody tertidur. Dia pergi ke pusat kota, membeli beberapa barang, juga memesan seikat bunga segar.Sebenarnya urusannya tidak makan banyak waktu, hanya saja perjalanan naik turun gunung cukup menyita waktu. Sekali jalan sudah lebih dari satu jam.Begitu kembali ke rumah lama, saat dia melewati taman bunga dan berjalan ke serambi, langkah kakinya tiba-tiba terhenti.Briar sedang berdiri di tanah lapang di depan ruang tamu sambil menelepon. Satu tangannya menempelkan ponsel ke telinga, satu tangan lagi disimpan di saku.Karena cukup jauh, Sasha sebenarnya tidak bisa melihat jelas ekspresinya. Namun, entah kenapa dia bisa merasakan aura Briar tidak beres.Dia teringat kata-kata Rizky, Briar sedang tidak senang dan besar kemungkinan penyebabnya adalah dirinya.Sasha tidak tahu bagian mana yang membuatnya kesal, tetapi dia percaya ucapan Rizky. Karena itu, langkahnya segera diperlambat. Dia berjalan pelan, seolah-olah menunggu Briar selesai menelepon dan pergi.