Semua Bab Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku: Bab 61 - Bab 70

Setelah berada di kamarnya selama beberapa saat, akhirnya pelayan datang memberi tahu bahwa makan malam sudah siap. Sasha pun turun ke bawah. Namun saat tiba di ruang tamu, tidak ada seorang pun di sana.Indah telah kembali dari rumah sakit, sehingga orang tua Briar juga pulang tepat waktu. Kini seluruh keluarga telah duduk di ruang makan, hanya tinggal Sasha yang belum muncul. Dia berjalan ke tempat duduknya yang biasa, lalu duduk diam dan sopan seperti biasa.Vanessa sempat melirik ke arahnya, ekspresinya jelas menunjukkan kekesalan. Indah yang duduk di kursi utama juga tampak tidak begitu gembira.Secara logika, Sasha baru sembuh dari sakit parah, itu seharusnya adalah sebuah kabar baik. Namun, suasana di meja makan terasa sungguh canggung. Begitu semua sudah duduk, Indah hanya berkata singkat, "Mari makan."Sasha memang sudah lapar. Dia langsung mengambil sendok dan mulai makan sendiri dengan tenang.Awalnya tidak ada yang bicara di meja makan, sampai akhirnya Vanessa tidak tahan l

Sasha tidak berniat menyapa Vanessa. Hubungan mereka memang tidak baik, jadi rasanya tidak perlu berbasa-basi seperti itu. Dia langsung berjalan ke luar, tetapi tak disangka Vanessa malah memanggilnya, "Sasha, tunggu sebentar."Di tangannya ada sebuah sendok dan begitu bicara, dia mengibaskan tangannya dan melemparkan sendok itu ke atas meja. Sendok porselen itu membentur permukaan marmer dengan suara nyaring."Ayo ke sini, ada yang ingin kubicarakan," katanya.Sasha berhenti dan menoleh, "Silakan bicara saja dari sana."Jarak mereka tidak terlalu jauh, tapi juga bukan jarak yang wajar untuk mengobrol. Ekspresi Vanessa langsung berubah kesal, suaranya pun menjadi lebih keras dan kaku, "Aku bilang, ke sini."Namun, Sasha tetap berdiri di tempat dan hanya menatapnya tanpa bergerak sedikit pun.Alis Vanessa mengernyit. Dia membuka mulut lagi dengan nada mencibir, "Apa kamu pikir ...."Belum sempat ucapannya selesai, suara seseorang terdengar dari arah tidak jauh memotong ucapannya, "Kamu

Sasha tetap berdiri di dalam bilik, diam-diam mendengarkan percakapan dari luar.Dia dapat mengenali suara kedua orang yang sedang berbicara. Salah satunya adalah Eni yang disebut oleh Dylon hari ini. Satunya lagi juga rekan kantor yang duduk agak jauh darinya dan sampai sekarang mereka belum pernah berbincang.Tampaknya kedua orang itu juga tidak terburu-buru untuk pergi. Mereka masih berdiri di luar dan melanjutkan obrolan.Orang pertama kembali berkata, "Aku juga cuma dengar dari orang, nggak tahu benar atau nggak. Waktu itu bagian kita lagi kekurangan orang, banyak dari divisi administrasi yang mau pindah. Sebelum Sasha datang, sebenarnya posisi itu udah ditetapkan untuk orang lain. Tapi setelah Pak Dylon lihat Sasha, langsung saja dia batalkan orang sebelumnya dan Sasha yang ditarik ke sini.""Ah? Serius?" sahut rekannya dengan heran. "Siapa yang bantu atur? Bukannya manajer divisi administrasi itu sudah nggak akur lagi sama Pak Dylon? Masa langsung dikasih?""Itu karena Trixie,"

Sasha menyesuaikan posisi ponsel, mencari sudut agar kamera hanya menangkap wajahnya sendiri. Dia bertanya lembut pada Cody apa saja yang dilakukannya pagi ini, apakah makan siangnya lahap, dan apakah sudah diajak keluar main oleh bibi pengasuh.Cody menjawab dengan suara kekanak-kanakan, "Sudah, aku juga bikin mahkota bunga!"Lalu, dia menoleh ke samping, "Papa, tolong ambilkan mahkota bunganya."Tidak terdengar suara Briar menjawab, wajahnya juga tidak muncul di layar. Namun beberapa detik kemudian, tangannya masuk ke dalam layar.Satu tangan meletakkan mahkota bunga kecil di kepala Cody, sementara tangan lainnya menggantung santai, jari telunjuknya memainkan satu mahkota bunga lain yang ukurannya sedikit lebih besar.Jari-jari Briar panjang dan ramping. Bahkan tanpa menampilkan wajahnya, cukup dengan melihat tangan itu saja, mudah membangkitkan imajinasi liar seseorang.Sasha memang sempat melamun sejenak. Jari-jarinya itu memang panjang dan tampak halus, tetapi kalau sudah serius,

Belum sempat Sasha membuka mulut, Eni sudah bicara lebih dulu, "Waktu putus sama mantan pacar, dia yang beliin mobil ini ya?"Seolah baru saja menemukan jawaban, Eni tertawa kecil sendiri. "Aku sudah curiga. Bisa bawa mobil sebagus ini, mana mungkin mau kerja jadi staf kecil di perusahaan kita."Sasha tetap diam. Eni pun menganggapnya sebagai bentuk pengakuan. Dia lalu mengganti posisi duduk dan menyandarkan diri dengan nyaman. "Tapi nggak masalah sih. Dylon juga bukan tipe yang terlalu mikirin begituan, orangnya memang ...."Kata-katanya terputus di tengah jalan, seolah baru menyadari sesuatu. Wajahnya langsung menunjukkan ekspresi menyesal. "Eh, aku kebanyakan ngomong ya?"Dia menoleh ke Sasha, lalu entah apa yang melintas dalam pikirannya, dia tiba-tiba tertawa pelan. "Tapi kalaupun aku nggak ngomong, kamu juga pasti tahu, 'kan? Kak Dylon lagi dekatin kamu. Dia nunjukkin terang-terangan sekali. Aku sih nggak percaya kalau kamu bilang nggak sadar."Eni menambahkan lagi, "Tenang saja,