All Chapters of Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir: Chapter 41 - Chapter 50

Keluarga besar Devantara makmur dan setiap tahun selalu ada acara sembahyang leluhur. Karin selalu pulang ke dalam negeri sebelum acara itu untuk menjenguk keluarga. Sayangnya, kedua kakaknya sudah meninggal bertahun-tahun lalu, jadi Hamdan hanya punya adik perempuan satu-satunya ini. Kepulangan Karin menjadi urusan paling penting bagi keluarga besar Devantara.Setelah 30 hingga 40 tahun berlalu, para cucu pun sudah tumbuh dewasa, sampai di usia untuk membangun rumah tangga dan karier.Kali ini, Karin sengaja mengajak cucu bungsunya, Sophia, pulang bersama. Gadis itu kira-kira berusia 13 atau 14 tahun, dengan wajah campuran yang imut, rambut dikepang seperti tuan putri, dan memakai setelan denim keren. Gaya kontrasnya ini membuat orang terpana.Orang-orang dewasa saling bersenda gurau sebentar, lalu duduk di kursi masing-masing. Mereka membicarakan bisnis keluarga, dana investasi di Washton, pasar luar negeri. Semua itu adalah topik yang kurang dimengerti oleh Maggie.Anak-anak duduk d

Suara aliran air berhenti. Maggie segera berpura-pura tidur dan menutup mata rapat-rapat. Tiba-tiba, dia merasakan tempat tidur di belakangnya sedikit melesak, disertai aroma perpaduan kelapa dan mint yang sejuk dan segar menyerbak di sekitarnya.Sampo dan sabun mandi mereka berdua memang punya aroma yang sama. Maggie merasa hatinya sedikit bergetar, tetapi dia tetap berpura-pura tenang dan memejamkan mata."Jangan membelakangiku, nggak sopan sekali," kata Easton dengan mata terpejam, nada suaranya malas tetapi mengandung godaan.Maggie sedikit mengernyit, tetapi tetap menurut dan berbalik menghadapnya."Tidurlah, nggak akan terjadi hal yang kamu khawatirkan." Easton seperti sedang menggodanya. Wajah Maggie langsung memerah. Dia diam-diam membuka matanya.Wajah pria itu tegas dan tampan, sepasang mata besar miliknya terlihat penuh pesona. Sudut matanya sedikit terangkat sehingga memberi kesan dingin.Tanpa sadar, tatapan Maggie meluncur ke bawah, melihat bibirnya yang kemerahan dengan

Maggie menggeleng pelan. Dia mengetik sesuatu di ponsel.[ Aku sudah kenyang. ]Easton tidak membujuk lagi dan menyantap sarapan dengan tenang. Tidak terlihat gelisah sedikit pun. Setelah para pembantu membawa kotak makan dan buah yang sudah disiapkan ke mobil, Easton baru berdiri dengan santai. Sebelum pergi, dia juga memasukkan beberapa cokelat ke saku.Tiga orang tua membawa Sophia duduk di dalam mobil Range Rover hitam yang tidak mencolok. Selain itu, ada dua mobil Bentley hitam. Yang satu dinaiki oleh Julian dan Devina. Easton bersikeras mau mengemudi sendiri. Sebagai istri, Maggie tentu harus menemaninya.Melihat itu, Sophia terus merengek mau naik ke mobilnya Easton. Setelah diizinkan, dia langsung berlari ke sana dengan gembira.Gunung Srata di Kota Jostam memiliki fengsui yang sangat baik. Lahan yang bernilai tinggi ini adalah milik Grup Devantara. Dua puluh tahun lalu, lahan ini dijadikan pemakaman keluarga kelas atas dan tidak dibuka untuk umum.Maggie menyadari bahwa diriny

Tujuh tahun bukan waktu yang singkat. Easton dan Jossie telah menghabiskan tujuh tahun masa muda yang polos bersama.Ada perasaan yang sangat aneh dan mengganggu di dalam hati Maggie. Terutama ketika mendengar Jossie mengatakan bahwa mereka bertemu dua hari lalu. Rasa sedih dan kecewa itu makin dalam.Ternyata, wanita yang ada di telepon malam itu memang Jossie. Itu sebabnya, Easton baru meninggalkan Maggie tanpa ragu. Ternyata, Easton pergi menemui mantan pacarnya, bahkan menemaninya sepanjang malam.Maggie tersenyum getir. Dia mengupas kacang di depannya dengan ekspresi datar. Telinganya justru tak bisa menahan diri untuk mendengar obrolan mereka."Aku pikir kamu nggak akan datang ke restoran ini lagi. Aku ingat waktu kita kencan dulu, kita hampir setiap minggu datang ke sini satu kali," kata Jossie.Jossie melirik Maggie, lalu seperti sengaja menceritakan masa lalu kepadanya.Jossie meneruskan, "Setiap kali aku selesai les piano, kamu akan temani aku makan mi ayam. Aku nggak suka ir

Easton tidak mengatakan apa-apa. Tatapannya tertuju pada Maggie yang diam di samping."Kak Maggie, tadi wanita itu sengaja menceritakan kesedihan untuk mendapatkan simpati. Jangan biarkan Kak Easton pergi!" teriak Sophia. Saking emosinya, dia sampai hampir berdiri. Kedua tangannya memegang lengan Maggie sambil menggoyangkannya.Maggie tersenyum tipis. Dia menyeka sudut bibirnya dengan tisu, lalu menoleh ke arah Easton dan menggunakan bahasa isyarat.[ Kalau kamu nggak tenang, pergi saja. Kami nggak butuh kamu temani. ]'Lagi pula, Easton juga nggak mengerti bahasa isyarat,' pikir Maggie dalam hati.Sorot mata Easton menggelap. Dia langsung beranjak pergi tanpa mengatakan apa-apa. Ternyata Maggie memang tidak peduli, bahkan malas bertengkar karena cemburu.Easton segera pergi dua langkah, lalu menghubungi sebuah nomor. Telepon berbunyi dua kali sebelum dijawab."Kamu di mana? "tanya Easton dengan tenang.Jossie sangat senang sekaligus terkejut. Dia menjawab dengan suara tersengal, "East