All Chapters of Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir: Chapter 71 - Chapter 80

Wajah mungil Maggie seketika menjadi muram. Hatinya dipenuhi perasaan tidak karuan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Jangan-jangan, dia mulai jatuh hati setelah kebersamaan selama ini?Maggie mengernyit dengan kesal. Semua hidangan lezat di depannya seakan-akan mendadak hambar. Piringnya penuh dengan lauk yang disendokkan oleh Owen. Dia makan dengan patuh, tetapi malah tidak terasa nikmat."Apa yang sedang kamu pikirkan? Kamu sudah melamun berkali-kali. Habis makan, aku bawa kamu ke toko terdekat untuk beli pakaian yang cocok," ujar Owen.Owen sama sekali tidak memberi Maggie kesempatan untuk menolak dengan menggunakan alasan pekerjaan. Dia menambahkan, "Kalau kamu berpakaian seperti ini, bisa memengaruhi citra bank. Aku nggak akan berebut untuk membayar baju. Begini sudah bisa, 'kan?"Mata Maggie berkedip-kedip. Dia menatap Owen dengan penuh rasa terima kasih."Di antara kita nggak perlu begitu perhitungan. Aku ikhlas berbuat baik padamu, nggak mengharapkan balasan," ucap O

Owen diam-diam berdiri untuk membayar demi memberi Maggie waktu agar bisa menenangkan diri sendirian.Mereka mengemudi berkeliling cukup lama sebelum akhirnya menemukan lokasi syuting drama "Pesona Pahlawan". Drama kostum ini diadaptasi dari sebuah novel, dengan catatan bahwa sutradara dan jajaran pemain awalnya tergolong biasa-biasa saja. Justru karena itu, mereka tidak berhasil mendapatkan sponsor dari pihak pengiklan.Staf bagian tata usaha produksi membawa mereka ke lokasi syuting. Saat itu proses pengambilan gambar sedang berlangsung. Maggie menyapu pandangan ke sekeliling, sampai akhirnya matanya tertuju pada seorang aktor pria yang berdiri di samping kamera.Produser menyambut kedatangan mereka. Begitu tahu bahwa keduanya adalah staf dari Bank Maxi, dia tersenyum dan berkata, "Maaf sekali, kalian datang di waktu yang kurang tepat. Baru saja kami mendapatkan sponsor besar.""Seorang investor sudah bergabung dengan dana yang cukup besar. Sutradaranya sekarang pun adalah sosok terk

Maggie kembali menata emosinya. Dia sudah mengambil perlengkapan mandi dan pakaiannya, lalu menurunkannya ke dalam tas. Saat turun membawa tas itu, Rora masih sibuk di dapur."Nyonya, sudah malam begini, mau aku panggilkan sopir?" tanyanya.Maggie menggeleng, lalu segera melangkah keluar. Wajahnya tampak tergesa, takut kalau terlambat sedikit saja akan berpapasan dengan Easton.Mobil taksi online sudah menunggu di depan. Di ponselnya, Maggie mengubah alamat tujuan menjadi apartemen yang dulu pernah dia sewa. Dia sendiri tidak benar-benar mengerti apa arti semua ini. Dia hanya merasa sesak dan tak sanggup lagi berada di satu atap dengannya.Sementara itu, Easton yang tampak lelah menurunkan kaca mobil dan memandang ke arah vila yang masih terang benderang. Hatinya sedikit tenang melihat lampu-lampu itu. Dia membenahi emosinya dan membuang puntung rokok ke luar jendela, lalu turun untuk mematikannya dengan ujung sepatu.Rora yang mendengar suara pintu terbuka, mengira Maggie sudah kembal

Maggie sama sekali tidak tahu bahwa Easton diam-diam telah mempelajari bahasa isyarat demi dirinya. Semua gerakan yang dia buat tadi, Easton mengerti sepenuhnya. Setiap kata yang diutarakan dari hati Maggie, dipahaminya semua.Easton menarik napas dalam-dalam. Kedua tangannya menahan pundak Maggie untuk berusaha menyejajarkan tatapannya. Suaranya penuh kesabaran saat berkata, "Soal Jossie, aku bisa jelaskan."Maggie hanya memberinya satu tatapan dingin, lalu mengetik di ponselnya.[ Urusanmu dengan dia nggak ada hubungannya denganku, jadi nggak perlu jelaskan apa pun padaku. Biaya perawatan ayahku di panti akan aku kembalikan. Aku berharap perjanjian itu diakhiri, itu akan lebih baik untuk kita berdua. ]Pegangan Easton perlahan terlepas. Dia berdiri tegak dengan satu tangan yang masuk ke saku celananya. Matanya terangkat sedikit dan dia berkata dengan suara datar, "Perjanjian itu sudah jelas tertulis hitam di atas putih. Kalau anak sudah lahir, perjanjian selesai, barulah kamu bisa ba

Maggie menyuap beberapa kali dengan terpaksa. Belakangan ini, nafsu makannya memang buruk. Ada banyak urusan sepele yang bercampur jadi satu, sehingga membuat pikirannya kacau. Dia menoleh sekilas ke arah luar jendela.Bank Maxi terletak di dekat kawasan bisnis, dengan dikelilingi gedung-gedung perkantoran. Lokasinya sangat strategis. Saat jam makan siang seperti ini, pejalan kaki yang berlalu-lalang tampak terburu-buru.Namun di tengah keramaian itu, matanya langsung menangkap sebuah Bentley yang mencolok. Seketika, wajahnya menjadi kaku dan rasa tak nyaman membuatnya gelisah di kursi."Mag, ada apa?"Suara Owen membuyarkan pikirannya. Maggie buru-buru menggeleng dan mengarang alasan yang buruk sekali.[ Aku ada urusan, boleh nggak minta izin setengah hari? ]Belakangan ini, dia terlalu sering mengambil cuti dan sesuai prosedur bank, itu seharusnya tidak diperbolehkan. Owen yang mengerti situasinya pun berkata, "Berkas kredit proyek Perusahaan Konstruksi Hepa sepertinya ada yang kuran