Sudah tiga bulan berlalu sejak malam kebakaran itu.Kota mulai pulih, berita tentang tewasnya Bayu perlahan menghilang dari media, dan kehidupan Ravika serta Arven tampak berjalan seperti biasa.Tapi terkadang, ketika hujan turun, Ravika masih terbangun di tengah malam — matanya terbuka lebar, jantungnya berdetak cepat, seolah suara hujan memanggil kembali kenangan yang ingin ia lupakan.Pagi itu, matahari menembus tirai jendela kamar kos mereka yang kini sepi. Beberapa penghuni lama sudah pindah.Hanya tersisa Ravika, Arven, dan dua kamar kosong yang masih diselimuti bau cat baru.Arven datang dari dapur, membawa dua cangkir kopi. “Aku bikin yang nggak terlalu pahit,” katanya dengan senyum kecil.Ravika menatapnya, lalu menerima cangkir itu. “Kau selalu tahu yang kubutuhkan, ya?”“Karena aku belajar dari yang terbaik,” jawab Arven, bercanda ringan.Tawa kecil Ravika pecah. Tapi di balik senyum itu, masih ada sedikit bayangan di matanya — bayangan yang tak sepenuhnya hilang.---Siang
Terakhir Diperbarui : 2025-10-17 Baca selengkapnya