Denyutan dari pecahan lentera semakin cepat, seirama dengan rembesan cahaya merah di celah pintu batu. Udara di ruangan itu menjadi tebal, berat, dan setiap tarikan napas terasa seperti menelan pasir panas. Ratna menempelkan punggung ke dinding, matanya terpaku pada pintu. “Raka… lihat itu.” Celah pintu melebar hanya setebal jari, tapi dari dalamnya keluar kabut tipis bercampur suara… suara yang tak lagi sekadar bisikan. “Kembalikan aku…” Suara itu tak terdengar di telinga, melainkan langsung di kepala mereka. Raka terhuyung, memegang pelipisnya. “Dia bicara… langsung ke otak kita.” --- Raka melangkah mendekat, ingin memeriksa simbol di sisi pintu. Setiap ukiran di dinding memancarkan cahaya samar, seakan menyambut sesuatu yang hampir keluar. “Berhenti! Jangan terlalu dekat!” Ratna menyeretnya mundur, napasnya cepat. “Kalau pintu ini terbuka penuh, kita nggak akan bisa menutupnya lagi.” “Justru itu,” kata Raka, menatap pintu dengan rahang mengeras. “Kita harus cari cara mengun
Terakhir Diperbarui : 2025-09-19 Baca selengkapnya