Lin Qian duduk di bawah serambi kayu, jarinya menggulung gulungan catatan ramuan sambil memandang kosong ke arah kolam. Luka cambuk di punggungnya terasa nyeri setiap kali ia bernapas dalam, tetapi rasa sakit itu kalah oleh kegelisahan yang terus berputar di dadanya. Ia tahu, setelah pengakuan di Paviliun kemarin, hubungan mereka tidak akan pernah sama.Di sisi lain istana, Wang Rui berjalan seorang diri di lorong panjang berhias lukisan naga dan bangau. Langkahnya lambat, tak seperti seorang Kaisar yang terbiasa memutuskan segalanya dengan tegas. Dalam benaknya, bayangan wajah Lin Qian muncul bergantian dengan bayangan seorang gadis miskin di hutan Shenlan. Hatinya bagai medan perang, antara kemarahan, rasa bersalah, hutang nyawa, dan sesuatu yang lebih hangat yang tak berani ia jelaskan bagaimana.Ia berhenti di depan pintu Paviliun Qinghe, memandang lentera-lentera kertas yang berayun. Udara yang keluar dari dalam ruangan membawa aroma ramuan obat. Aroma yang du
Terakhir Diperbarui : 2025-09-26 Baca selengkapnya