All Chapters of Teman Tidur Suamiku : Chapter 21 - Chapter 30

“Apa Pak Revan ada di ruangannya?” tanya Anya pada wanita dengan name tag Sicca Angelista—sekretaris Revan—yang merupakan pengganti Dania. Sicca mengangguk. “Selamat pagi, Bu Anya. Pak Revan ada, tapi …. beliau sedang ada tamu penting.” “Tamu penting? Siapa?” tanya Anya dengan suara sedikit tegas.Sicca bergeming. Bola matanya berputar beberapa kali. “Kamu gak tahu siapa tamu pentingnya?”“Tahu, Buk. Tapi … maaf, saya tidak bisa sebutkan, karena menyangkut privasi?”Anya terkejut mendengar alasan wanita dengan pakaian terbuka itu. Belahan di dadanya seperti sengaja di perlihatkan. Belum lagi bawahannya dengan rok span pendek di atas lutut. Jauh berbeda dengan penampilan Dania—sekretaris lama yang sudah ada sejak Prayoga masih hidup.“Apa? Privasi? Kamu gak salah ngomongin privasi tamu perusahaan sama saya?” tanya Anya heran sekaligus tegas. Tidak habis pikir dengan wanita yang dipekerjakan suaminya itu.Sudah beberapa hari Revan tidak pulang ke rumah sejak insiden malam itu. Tidak

“Queen ….” Suara Revan menginterupsi. Namun, Laras mengangkat tangan.“Apa?” Anya mengernyitkan dahi, menatap miris pada Laraswangi. “Selain ambil suami dan perusahaanku, Tante ambil rumahku juga?”“Iya, kamu lihat sendiri kan, rumah yang ditinggalkan Prayoga untukku itu terlalu kecil dan terlalu kuno,” ujar Laras dengan nada sombong. “Dan, jangan sebut lagi aku mengambil suamimu, karena kami sudah menikah sebelum kalian menikah?”Kalimat terakhir Laras terasa seperti merobek daun telinga Anya. Bagaimana ia bisa ditipu mentah-mentah oleh Revan. “Mbak Anya itu terlalu baik, jadi gak bisa lihat keburukan dari orang lain.” Kalimat Ilham tiba-tiba terngiang di telinga. Anya menelan ludah, menahan gejolak yang terus menerus selama menggerus kesabaran. “Oke, aku akan tinggalkan rumah ini. Tapi, tolong Tante katakan pada laki-laki itu, segera urus perceraian kami. Aku akan pergi dari rumah itu setelah kami resmi bercerai,” ucap Anya pelan tanpa menatap wanita itu, apalagi Revan. Anya m

“Mereka memang menang, tapi itu versi mereka sendiri. Untuk saat ini, biarlah mereka nikmati dulu.” Anya tersenyum samar. Matanya menatap lurus dan kosong "Mbak, serius aku gak ngerti. Maksud Mbak Anya gimana, sih?” tanya Ilham dengan suara rendah penuh keingintahuan.Pemuda itu menatap Anya. Kopi yang sudah setengah habis terlupakan di tangannya. Suasana di foodcourt yang riuh rendah tiba-tiba terasa sunyi di antara mereka. Anya tidak langsung menjawab. Jarinya memutar-mutar sendok di atas meja, matanya memandang jauh, seolah melihat sesuatu di balik keramaian. "Mereka pikir aku ini terlalu bodoh, Ham," ujar Anya akhirnya. Suaranya datar, tetapi berisi. "Seorang istri manja yang hanya tahu menghabiskan uang dan percaya pada semua kata-kata manis. Mereka pikir mereka bisa mengelabuiku dengan mudah, mengambil segalanya tanpa aku menyadari." Wanita itu mengangkat wajah. Tatapannya tajam dan tenang, seperti permukaan danau yang dalam. "Tapi aku bukan anak kecil yang bisa ditipu seena

“Soal apa, Ham? Kenapa aku harus marah?” Anya bertanya dengan nada sedikit heran, menatap Ilham yang tampak gelisah di sampingnya.“Soal ini, Mbak….” Ilham sedikit memutar tubuhnya, meraih sebuah paper bag dari kursi belakang. Dengan gerakan canggung, ia menyodorkan tas itu kepada Anya. “Buat Mbak Anya,” ucapnya pelan, berusaha menyembunyikan debaran jantungnya. Ia segera menyalakan mesin mobil, berharap suara deru mesin bisa menutupi kegugupan yang tiba-tiba menyeruak dari dalam dirinya.Ada kalimat yang ingin sekali ia utarakan. Kalimat yang setiap detik terasa seperti mengejar dan menghantuinya. Namun, sekali lagi, ia memilih bungkam. Ia merasa perlu waktu dan situasi yang lebih tepat untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya ada di hatinya.“Apa ini, Ham?” tanya Anya, kebingungannya semakin bertambah. Sebenarnya, pertanyaan itu hanya formalitas belaka. Ia sudah membuka paper bag itu dan sekilas melihat isinya. Sebuah tas mewah dengan merek terkenal.Namun, ada perasaan tidak enak ya

“Apa? Kalian minta bayaran? Kerja gak becus aja minta bayaran?” Perempuan berambut setengah ikal itu menggebrak meja dengan keras, membuat sepasang suami istri yang duduk di hadapannya berjingkat kaget. Mereka tampak ketakutan dan salah tingkah.Beberapa jam sebelumnya, mereka adalah orang yang sama yang berdiri angkuh di teras rumah Anya. Farhan dan Amel—pasangan penipu yang berusaha mengelabui Anya dengan dokumen palsu. Namun, kini, mereka tampak seperti tikus yang terjebak dalam perangkap.Di hadapan mereka, berdiri seorang wanita berpenampilan glamour dan mencolok. Tidak lain dan tidak bukan ia adalah Laraswangi. Dia tampak marah dan kecewa dengan kegagalan orang bayarannya. Beberapa perhiasan, tas, pakaian, dan aksesori mewah yang tadi dikenakan Amel tergeletak rapi di atas meja, menjadi saksi bisu dari rencana jahat yang gagal total.“Tapi, Nyonya. Setidaknya kami sudah berusaha semaksimal mungkin,” ucap Farhan dengan nada lirih, mencoba membela diri. Ia menundukkan kepalanya,