Suasana ruang VIP yang tadinya hangat karena canda kecil Nayla kini perlahan mereda. Daniel, setelah menemaninya beberapa lama, bangkit dari kursinya.“Aku keluar sebentar, Aruna. Ada telepon yang harus kuangkat,” katanya dengan nada lembut tapi jelas terdengar penuh pertimbangan, seolah enggan meninggalkan mereka.Aruna mengangguk, berusaha menyunggingkan senyum agar Daniel tidak curiga pada keresahan yang sejak tadi menggantung di wajahnya.“Ya, tidak apa-apa. Terima kasih sudah menemani Nayla.”Daniel tersenyum tipis sebelum melangkah keluar. Pintu tertutup perlahan, meninggalkan Aruna dalam keheningan.Nayla sudah terlelap, boneka kelinci hadiah Daniel terpeluk erat di dadanya.Aruna duduk di kursi seraya menatap anaknya lama sekali. Hatinya penuh rasa syukur, tapi sekaligus diliputi amarah yang tak kunjung padam. Saat itulah, semua kekesalannya menggelegak dalam batin.‘Raka … kenapa kau begitu tega? Anakmu masih di rumah sakit, baru melewati masa kritis, tapi kau hanya memberiku
Terakhir Diperbarui : 2025-09-06 Baca selengkapnya