Share

Bab 2

Author: Widya Septian
Peter pulang dengan wajah letih, tangannya masih menenteng seikat bunga segar.

Dia berjalan mendekatiku tanpa sedikit pun rasa bersalah di wajahnya, “Aurel, aku bawakan bunga lisianthus kesukaanmu.”

Lisianthus, bunga yang melambangkan kesetiaan dan cinta yang tunggal. Tapi saat ini, berada di genggamannya, rasanya seperti sebuah lelucon.

Aku menerima bunga itu, Peter mengira emosiku sudah mereda. Dia pun mulai menjelaskan, “Rosa didiagnosis kanker tulang. Satu-satunya keinginannya itu menikah denganku. Kami tumbuh besar bersama, aku tak tega mengabaikan keinginannya. Jadi, tiga hari lagi aku bakal bertunangan dengannya.”

“Kamu selalu pengertian, pasti bisa memahami aku, ’kan?”

Nada bicaranya bukan seperti penjelasan, lebih mirip pemberitahuan.

Tiga hari lagi bakal bertunangan dengan Rosa?

Kebetulan, tiga hari lagi aku juga sudah berniat pergi.

Aku hanya mengangguk pelan.

Dulu, Peter paling tidak tahan dengan sifat manja dan keras kepalaku.

Katanya, aku selalu mencari-cari perhatian darinya setiap ada masalah kecil, berkali-kali menanyakan apakah dia masih mencintaiku.

Lama-kelamaan, aku pun berubah dan belajar menahan diri.

Kini, aku tidak marah, tidak ribut dan juga tidak menuntut jawaban soal cinta darinya. Peter malah tampak heran dan melirikku.

“Aku bakal pindah ke rumah Rosa besok. Beberapa bulan ke depan, kamu mungkin harus terbiasa sendirian.”

“Rosa lagi sakit. Dibandingkan kamu, dia yang lebih membutuhkan aku sekarang.”

Aku tersenyum dan meletakkan bunga itu. Melihat aku tidak menolak, Peter mendekat dan hendak menyentuh wajahku.

Aku menolak dengan halus. Di kerah kemejanya masih menempel jelas bekas lipstik, aroma parfum manis menusuk hidungku, membuat perutku terasa mual.

Peter yang ditolak olehku pun naik pitam. Dia tak berbicara lagi, lalu bergegas pergi dari rumah.

Sementara aku, langsung membuang bunga dan kue itu ke tempat sampah, lalu mulai membereskan barang-barangku.

Aku tak menginginkan bunga itu, begitu juga dengan Peter.

Bahkan rumah yang kutinggali enam tahun ini, tak lagi menyisakan sedikitpun alasan untuk kupertahankan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 12

    Kemudian, bekas luka di pergelangan tanganku sudah benar-benar hilang. Jason pun mengajakku pergi memilih gaun pengantin.Di depan butik gaun pengantin, setelah sekian lama, Peter kembali muncul di hadapanku dengan membawa seikat bunga lisianthus. “Aurel, aku nggak jadi menikahi Rosa. Aku baru sadar dengan perasaanku selama ini, orang yang benar-benar kucintai hanyalah kamu!”Aku dengan jijik langsung memalingkan wajah. Begitu melihat Peter, yang terbayang di kepalaku hanyalah momen saat dia berlutut melamar Rosa di hari ulang tahunku. Adegan itu semakin jelas terulang di benakku.Dan sekarang, dengan bibir yang sudah mencium perempuan lain, dia bilang bahwa orang yang dicintai sebenarnya adalah aku? Sungguh konyol!Aku bahkan malas meliriknya sedikit pun. Peter dengan janggut yang tak terurus dan tampilan lusuh, sama sekali tidak sebanding dengan Jason.Aku menggandeng Jason dan berjalan ke depan, tapi Peter malah berlari dan menarik pergelangan tanganku.Dia mengangkat setumpuk reka

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 11

    Pernikahan belum sempat digelar, aku sudah lebih dulu dipaksa orang tuaku untuk segera membuat akta nikah dengan Jason. Seolah takut aku berubah pikiran, mereka buru-buru mengikatkan namaku ke kartu keluarga Jason.Dan pada Jason, aku juga jujur menceritakan masa laluku bersama Peter.Mendengar itu, Jason menggenggam pergelangan tanganku yang masih menyisakan bekas luka kemerahan, lalu dengan penuh kasih menempelkan sebuah ciuman di sana.“Soal rekaman CCTV biar aku yang urus, kamu nggak perlu khawatir. Kalau pergelangan tanganmu sudah pulih, aku akan ajak kamu memilih gaun pengantin.”Aku mengangguk dan melihat Jason yang sibuk mengurus pesta pertunangan kami, terlihat begitu menikmati setiap prosesnya.Enam tahun terakhir, aku selalu mengitari Peter. Kini, setelah benar-benar memutus semua hubungan dengannya, hatiku terasa lebih ringan, seolah sebuah beban besar akhirnya terlepas.Melihat Jason yang memilih lokasi sendiri, mendatangkan bunga dari luar negeri, menulis undangan dengan

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 10

    Setelah mengundurkan diri dari pekerjaan, aku tidak perlu lagi menghabiskan waktu ekstra untuk belajar hal-hal tentang IT yang sebenarnya tidak kusukai.Aku kuliah di jurusan desain perhiasan dan sekarang aku kembali meraih kertas gambar serta pensil, bisa menekuni bidang desain yang memang kusukai.Sore harinya, saat aku sedang menggambar di rumah kaca penuh bunga, tiba-tiba Jason datang berkunjung.Dia membawakan sebuah mahkota berlian mutiara. Sekilas aku langsung mengenalinya, itu adalah mahkota antik seabad yang lalu, karena aku pernah melihatnya dalam buku.Aku sangat menyukai desain simpul cinta pada mahkota itu. Mutiara yang menghiasi mahkota tampak begitu berkilau, ukuran besar kecilnya disusun bertahap, berpadu dengan berlian yang berkilau, seolah-olah menjadi butiran air mata cinta yang menghiasi mahkota.Saat dia menyerahkan mahkota berlian mutiara itu padaku, aku berkata kalau aku tidak pantas menerima hadiah seberharga itu. Namun, dia hanya tersenyum dan berkata bahwa it

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 9

    Setelah mendengar ceritaku, kedua orang tuaku jelas merasa kasihan padaku.Namun, Ayah tetap berkata, “Memang seharusnya kamu perlu merasakan pahitnya cinta, supaya tahu betapa baiknya kami melindungimu selama ini.”Namun, aku bisa melihat sendiri urat di punggung tangannya menegang, wajahnya masam seakan ingin menyeret Peter dan menghajarnya langsung.Ibu memeluk dan menenangkanku, “Sudahlah, sudah pulang ke rumah, nggak perlu lagi mengingat hal-hal menyedihkan itu. Hanya sebuah kalung berlian saja, bukan masalah besar. Biar aku belikan beberapa untukmu, kamu bisa pakai bergantian setiap hari.”Rasa sakit hati yang sempat muncul karena mengingat masa lalu pun memudar perlahan. Aku sampai tertawa di sela-sela tangis, lalu akhirnya tidur dengan nyenyak malam itu.Keesokan paginya, tiba-tiba ponselku penuh dengan sederetan panggilan tak terjawab dari nomor asing.Karena aku terbiasa menyalakan mode pesawat saat tidur, begitu kuhidupkan kembali, suara notifikasi panggilan tak terjawab itu

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 8

    “Aurel, Jason benar-benar tulus padamu. Kami yang langsung memilihkannya untukmu, mana mungkin salah?”Aku pun menganggukkan kepala. Sepanjang jalan, perhatian dan ketulusan Jason nyata kulihat.Namun, setiap kali teringat bahwa hari ini Peter dan Rosa bertunangan, menerima semua doa dan pujian dari semua orang, sementara aku malah dituduh sebagai pencuri kalung.Pada akhirnya, aku pun memilih untuk terus terang pada orang tuaku, menceritakan semua hal tentang hubungan ini dari awal sampai akhir.Peter yang mengejarku saat masih kuliah dulu. Bahkan sebelum lulus, kami sudah memutuskan untuk berpacaran.Aku memang pernah dengar kabar kalau dia punya teman masa kecil yang dekat dengannya, tapi aku sama sekali tidak pernah melihat Rosa muncul di sisinya, jadi aku pun tidak menaruh hati atas hal itu.Di meja belajarnya Peter, ada sebuah bola kristal hiasan. Suatu kali, aku tak sengaja menyentuhnya saat sedang membersihkan ruang belajarnya, dia langsung berdiri dengan wajah muram dan mendor

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 7

    Tentu saja, sama seperti rekan-rekan yang lain, aku juga memberi ucapan selamat atas pertunangan Peter dan Rosa. Setelah itu, aku menghapus semua kontak Peter.Akhirnya pesawat mendarat dan orang tuaku sudah menunggu di bandara.Ibu menggenggam tanganku dengan wajah tidak tega, “Putriku sayang, jauh-jauh merantau untuk kuliah dan bekerja, lihatlah kamu jadi kurus sekali sekang!”Ayah menepuk pundakku, nadanya penuh kelegaan, “Yang penting sudah pulang!”Di samping mereka, berdiri seorang pria yang bertubuh tegap, bahu bidang dan pinggang ramping.Usianya tampak lebih dewasa dariku. Dia mengenakan setelan jas tiga potong yang rapi. Wajahnya tegas dengan sorot mata hangat. Senyuman tipis menghiasi matanya saat menatapku dengan tenang.Tatapan itu begitu membakar, membuat wajahku memerah tanpa sadar. Aku sudah bisa menebak siapa dirinya.Ayah dan ibu buru-buru memperkenalkan, “Aurel, ini Jason.”Aku mengulurkan tangan dan Jason pun menyambut dengan telapak tangannya yang lebar, jemarinya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status