Semua Bab Adik Ipar, Jangan Terlalu Dalam: Bab 81 - Bab 90

Sasha menatap Arka dengan mata yang basah dan penuh keterkejutan. Ia tidak tahu harus merasa apa, antara terkejut, tersentuh, atau takut pada kenyataan bahwa pengakuan Arka barusan sekedar penghiburan yang kalau dia sudah bosan, maka itu tidak lagi berlaku.Napasnya masih memburu, dadanya naik-turun cepat sementara tangan Arka masih berada di tengkuknya, seolah enggan melepaskan.“Arka,” bisiknya pelan. “Kamu … mencintaiku sejak dulu?”Arka menatapnya tanpa ragu, matanya tajam tapi penuh kejujuran. “Iya, Sasha. Bahkan waktu kamu belum tahu siapa aku. Kita hanya kenal sebagai teman keci, kamu nolong aku pas jatuh dan berdarah, kamu kasih aku roti setengah, padahal kamu juga dapat roti itu dari hasil rebutan sama anak panti yang lain,” kekeh Arka, teringat dengan kenangannya bersama Sasha. “Kamu yang berani bujuk aku, sementara orang lain malah mengolok karena aku masih cengeng meski berusia sebelas tahun.

Langkah Sasha terasa kacau. Ia nyaris tak merasakan lututnya sendiri saat menapaki anak tangga satu per satu menuju rooftop. Napasnya tersengal, sementara degup jantungnya berdentum kencang seolah hendak pecah dari dalam dada."Arka," desisnya panik. "Tolong, jangan apa-apa …."Setiap langkah yang diambil seolah berlomba dengan waktu. Ia sempat hampir tersandung di anak tangga keempat puluh, tapi tetap memaksa diri bangkit. Di sepanjang lorong menuju atas, bayangan para pelayan yang berlarian tadi kini menghilang, seperti lenyap begitu saja. Hanya suara langkahnya yang terdengar menggema di antara dinding marmer yang dingin dan panjang.Lorong di sisi kanan menuntunnya melewati beberapa ruangan: gym pribadi, ruang teater, dan ruang karaoke, semuanya kosong. Lampu gantung di langit-langit berayun pelan, seolah mengikuti getaran detak jantungnya yang semakin liar.“Arka … kamu di mana?” suaranya menggema, nyaris ters

“Contohnya … akta cerai, dan status kematianmu,” ungkap Arka. “Itu bisa menjadi senjata, yang justru seperti buah simalakama buat mereka.”Sasha tidak percaya dengan apa yang dikatakan Arka. Sebuah fakta, yang justru bisa memutar keadaan lebih cepat.“Jadi …?”Arka menggenggam tangan Sasha, mencoba meyakinkannya bahwa pernikahan mereka tidak akan pernah menimbulkan masalah. Terutama Ratna dan Reno juga tidak akan bisa membuat keributan karena alasan yang kuat.“Jadi, kamu bisa mewujudkan semua impian pernikahan kamu selama ini. Pernikahan kita nggak akan pernah jadi masalah buat kita nantinya, meski aku menggelar pernikahan tujuh hari tujuh malam, bahkan mungkin kalau acara itu di gelar di atas Cruise sekalipun. Kamu tahu alasannya apa selain dua hal yang aku sebut tadi?”Sasha menggeleng, merasa otaknya belum bisa bekerja sempurna untuk tahu arah pembicaraa

Ballroom Hotel Megantari tampak begitu megah siang itu. Lampu kristal menggantung di langit-langit tinggi, memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan yang dipenuhi bunga putih dan nuansa keemasan. Musik orkestra mengalun pelan, mengiringi percakapan tamu-tamu penting yang hadir dengan pakaian formal dan senyum yang dijaga.Meskipun pesta pernikahan itu diselenggarakan dengan begitu mewah, suasananya tetap terasa hangat dan intimate. Tidak ada wartawan yang diundang, tidak ada liputan resmi dari media besar. Namun, entah bagaimana, foto-foto dari acara itu tetap menyebar luas ke dunia maya, mungkin dari tamu yang tak sengaja membagikannya di story pribadi, atau dari staf yang tak mampu menahan rasa kagum akan pernikahan yang “tampak sempurna” itu.Para tamu yang hadir bukan orang sembarangan. Sebagian besar adalah pebisnis besar, rekan kerja lama Danu Wiratama, dan mitra penting yang selama ini menjaga hubungan baik de

Reno mengangkat wajahnya dan menatap Arka dengan pandangan tidak suka. Jelas sekali Arka tengah meledeknya, mentertawakannya seakan keputusan Reno menceraikan Sasha adalah sebuah kebodohan. Dan sekarang, pikiran Reno sedikit terganggu.“Maksud aku, istriku ini seorang gadis yang lugu, baik dan juga dia sangat pandai menjaga diri sebelum menjadi istriku. Itu sebabnya, dia tidak punya masa lalu,” jawab Arka santai, seakan pertanyaan Reno dan tatapannya itu bukan satu hal yang bisa membuatnya terganggu.“Wow, luar biasa. Anda memang pandai memilih calon istri,” puji Brata, salah satu rekan Arka di rumah sakit dan tanpa sengaja mendengar pembicaraan Arka saat ia akan menyalami mempelai.“Dokter Brata memang pandai memuji. Tapi sungguh, Anda panutan saya. Mencari istri yang terbaik, cantik dan pandai menjaga diri. Sampai kakak saya sendiri tidak percaya kalau dia tidak punya masa lalu.”Brata terkekeh kecil. “Anda terlalu berlebihan Dokter Arka. Saya rasa, tidak pantas di jadikan panutan o