Selama dua tahun, aku tidak pernah merasa risih padanya, Jimmy tahu hal ini.Awalnya, emosi Jimmy memang labil.Aku mengambil cuti untuk menghabiskan waktu bersamanya setiap hari. Dia tidak mengucapkan apa-apa, begitu pula aku. Aku hanya berdiam diri di sisinya, menyadari setiap kebutuhannya.Dia sering mengusirku, memaki aku munafik.Di saat yang sama, dia juga mengamuk kesal sampai uratnya kelihatan. Melihat kondisinya yang seperti itu, aku sangat takut dia akan melukai dirinya sendiri.Jadi, setelah dia memecahkan piring di lantai lagi, aku pun menciumnya.Sampai aku menyadari tubuhnya menegang dan lehernya memerah, aku baru melepaskan diri dan berhenti menciumnya.“Munafik, ‘kah?”“Coba rasakan, apakah begini masih munafik?”Aku terengah-engah, menarik tangannya yang lebih besar itu ke badanku.Napasnya tersengal-sengal dan tidak teratur.“Kamu telah menyia-nyiakan semua makanan yang aku siapkan. Sudahlah, kita nggak usah makan lagi.”Aku menutupi rasa canggungku dengan sedikit ama
Read more