Haris tersenyum getir, menyesap kopinya yang mulai dingin. Ia mencoba mengikuti saran tetangganya—melarikan diri sejenak dari masalah yang menghimpit. Namun, setiap tegukan kopi justru membawa bayangan Risa, istrinya."Sudah malam, Kang," ucap Haris, merasa bersalah karena telah mengabaikan Risa. "Saya permisi dulu ya.""Oh, iya, Haris. Hati-hati di jalan," jawab tetangganya.Langkah Haris terasa berat saat meninggalkan warung kopi. Ia membayangkan wajah khawatir Risa, matanya yang sayu karena menunggunya. 'Ya Tuhan, apa yang sudah kulakukan?' batinnya.Setibanya di depan kontrakan, setitik cahaya dari jendela menyambutnya. Risa pasti belum tidur. Dengan jantung berdebar, Haris membuka pintu.Risa langsung berlari menghambur ke pelukannya. "Mas!" bisiknya lirih, air mata mulai membasahi pipinya. "Kamu kemana saja? Aku khawatir sekali..."Haris membalas pelukannya erat, mencium keningnya lama. "Maafkan Mas, Dek," ucapnya tercekat. "Mas cuma butuh waktu sendiri. Mas... Mas bingung."Ris
Last Updated : 2025-11-06 Read more