Beberapa hari setelah kejadian di rumah Mama, keheningan menyelimuti rumah kami. Aku menghindari Mama, bahkan untuk membeli keperluan dapur. Rania, putriku, yang biasanya ceria bermain ke rumah neneknya, kini lebih memilih bersembunyi di balik punggungku. Mas Haris, yang dulu hampir setiap hari mengunjungi ibunya sepulang kerja, kini langsung memarkirkan motor di depan rumah, tanpa menoleh sedikit pun ke arah rumah Mama yang hanya berjarak beberapa langkah.Setiap dinding rumah ini seolah berbisik tentang luka yang belum sembuh. Aku bisa merasakan kekecewaan Rania, kebingungan Mas Haris, dan amarahku sendiri yang masih membara.Malam itu, Mas Haris pulang dengan wajah yang lebih gelap dari biasanya. Dia langsung merebahkan diri di sofa, matanya kosong menatap langit-langit.Aku berjongkok di hadapannya, mengelus rambutnya. "Mas, kamu kenapa?"Dia menghela napas, mencoba tersenyum. "Nggak apa-apa, Dek. Cuma capek aja."Aku tahu dia berbohong. Matanya tidak bisa berbohong. Ada beban bera
Last Updated : 2025-09-21 Read more