Udara pagi di kota itu terasa asing bagi Alya. Ia berdiri di balkon kecil rumah kosong yang mereka tumpangi semalaman, memandang kabut tipis yang menggantung di atas sungai. Suara air yang mengalir tenang tak bisa menenangkan hatinya. Masih ada sisa darah di lantai, milik Bayu—meski sudah dibersihkan, bau besi samar itu seolah menolak pergi.Aditya keluar dari kamar dengan langkah pelan. Rambutnya acak, matanya sembab karena tak tidur. Ia membawa secangkir kopi hitam yang sudah mulai dingin. “Seno belum bangun?” tanyanya.“Masih di ruang belakang, katanya mau cek ulang isi kartu memori itu,” jawab Alya tanpa menoleh. Ia memeluk dirinya sendiri, mencoba menahan gemetar yang entah karena udara pagi atau karena rasa takut yang masih menempel.Aditya menatapnya sejenak, lalu berkata, “Kita sudah terlalu lama lari. Mereka tahu kita masih di kota ini.”Alya menatap ke bawah, ke arah jalan kecil di tepi sungai. “Kau ingin menyerahkan diri?”“Tidak,” jawab Aditya lirih. “Tapi aku tidak mau ki
Last Updated : 2025-10-17 Read more