All Chapters of Dia, Yang Mudah Dihibur: Chapter 1 - Chapter 10

Pesan putus itu terkirim, tapi tenggelam tanpa balasan.Sebaliknya, malah Cindy yang mengirimkan sebuah video.Di dalam ruang VIP yang ramai, teman-teman Brian menertawakan.“Mutia sudah mengejarmu selama tujuh tahun, berani-beraninya minta putus? Jangan-jangan dia serius, loh?”Sambil memotong kue mangga, Brian menjawab dengan santai, “Paling hanya mengambek saja, sengaja memancing aku untuk pulang.”“Padahal setelah ganti lampu, aku memang mau pulang, tapi semakin dia begitu, semakin nggak akan kuturutin.”“Cuekin saja beberapa hari dulu.”Sambil bicara, Brian menyuapkan kue itu ke mulut Cindy, “Ini produk baru dari Elise, Cobain dulu, lihat suka nggak?”Teman-temannya langsung bersorak menggoda.“Lagipula Mutia hanya pengganti, langsung diputuskan saja.”“Sekarang pemeran aslinya sudah kembali, kalian nggak kepikiran mau berpacaran saja?”“Iya, Cindy, selama ini hanya ada kamu di hati Bang Brian.”Brian tidak menjawab, hanya menatap Cindy dengan sorot mata yang lembut.“Apa yang kal

Ekspresinya terlihat seperti menyeringai, seperti sedang menonton pertunjukan.Dia menunggu aku bertindak gila, seperti sebelumnya.Memang benar, aku sudah berkali-kali hancur terpuruk karena hubungan mereka.Saat peringatan hari jadian kami, Brian bisa begitu saja dipanggil Cindy hanya dengan satu panggilan telepon. Alasannya karena Cindy malas begadang membuat PPT dan meminta Brian yang membuatnya.Saat aku dirawat di rumah sakit karena demam tinggi hingga radang paru-paru, Cindy bilang listrik rumahnya mati dan dia takut gelap. Brian pun memilih untuk menemaninya.Di malam yang gelap dengan petir menyambar, hanya karena Cindy telat membalas pesan, Brian cemas dan langsung keluar mencarinya. Akhirnya, mereka malah minum anggur merah dan hanya tidur bersama sambil mengobrol sepanjang malam.Aku pernah mengamuk dan bertanya dengan histeris, bahkan memohon tanpa harga diri agar Brian tidak meninggalkanku. Namun, dia selalu menjawab dengan dingin, “Jangan berlebihan.”Brian mencari ber

[Bisa jangan bikin drama lagi?][Aku tahu soal tradisi pernikahan di Kota Halma, bahkan mahar pun nggak perlu, mana mungkin ada acara tunangan?][Kecuali pernikahan antar keluarga kaya, emangnya kamu iya?][Aku tahu kamu mau membuatku gelisah, biar aku inisiatif membujukmu. Tapi kalau mau mengarang, setidaknya yang masuk akal dong.]Aku terpaku menatap layar.Tidak pernah terbayang Brian akan membalas secepat itu, bahkan kali ini sampai beberapa pesan.Dulu, akulah yang selalu menunggu lama.Ironisnya, balasan langsung yang dulu tak pernah kudapatkan, malah datang setelah kami putus.Sayangnya, aku sudah tak menginginkannya lagi.Bagaimanapun, kami sudah putus.Benar yang Brian katakan. Dulu aku pernah beberapa kali mengarang cerita bahwa diriku sakit, setelah Cindy pulang ke dalam negeri.Hanya karena setiap ada sedikit masalah pada Cindy, Brian selalu panik luar biasa.Aku juga ingin Brian bersikap seperti itu padaku.Pada akhirnya, aku sadar diriku hanya meniru orang lain dengan can

Hari itu, di divisi desain 1 ada sebuah proposal yang harus dikirimkan ke divisi pemasaran.Kebetulan, divisi pemasaran, divisi desain 2 dan kantor direktur berada di gedung yang sama.Aku memang sudah janjian dengan Indra, sepulang kerja akan langsung ke Rumah Tua untuk makan malam, jadi sekalian saja aku yang mengantarkan proposalnya.Namun siapa sangka, kebetulan sekali aku bertemu dengan Brian saat menunggu lift.“Mutia!”Di tengah kerumunan orang, dia menggertakkan gigi memanggil namaku.Aku menoleh dan sempat terdiam di tempat.Selama ini, wajah tampannya ini selalu menampilkan aura yang bersih dan dingin.Namun, saat ini dia terlihat begitu lesu.Lingkaran hitam tebal di bawah matanya menunjukkan seolah dia sudah lama tidak tidur nyenyak.Saat aku masih terdiam di tempat, Brian sudah menarikku dan membawaku ke tangga darurat.Kedua tangannya menahan diriku di dinding, mengurungku di antara kedua tangannya, lalu menatapku tajam tanpa berkedip.Dadanya bergerak naik turun hampir m

Aku menatap Cindy tanpa berkata apa-apa.Orang yang selama setengah tahun terakhir ini membuatku berulang kali menderita dan insomnia.Sebenarnya, awalnya aku juga pernah menemuinya.Aku bicara terbuka dan jujur, kalau dia memang suka pada Brian, aku rela mundur.Bagaimanapun, aku tahu bahwa memaksakan sesuatu tidak akan mendatangkan kebahagiaan.Namun, Cindy hanya menatapku dengan tatapan sedikit merendahkan dan kasihan.Itu adalah tatapan yang selalu dia berikan padaku.Mungkin karena dia merasa berada di posisi teratas dalam hubungan segitiga ini, sehingga sikapnya selalu sombong.Melihatku yang menderita dan berkata akan mengalah, dia malah tertawa.“Pantas saja Brian bilang semakin lelah berinteraksi denganmu. Aku dan dia hanya teman baik, hubungan yang begitu sederhana dan murni, kenapa kamu harus berprasangka buruk?”“Seberapa cinta kamu pada seseorang, dia tetap harus bersosialisasi dengan orang lain. Kamu nggak bisa terus mengikatnya di sampingku dan nggak mengizinkannya berte