Semua Bab Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi: Bab 31 - Bab 40

Sejak mendengar cerita polos Sera semalam, ada sesuatu yang mengganjal di dada Celline. Semalaman ia merasa waspada.Ruang kerja Lucarelli siang itu dipenuhi cahaya lembut dari jendela besar. Suara keyboard dan suara telepon bersahutan, tapi bagi Celline, semua itu adalah ritme yang sudah akrab. Ia duduk di ruang rapat bersama tim desain dan marketing, mendengarkan pemaparan data dengan fokus tajam.“Target penjualan kuartal ini naik delapan persen dibandingkan bulan lalu,” ujar Inzaghi sambil menunjuk grafik di layar.“Bagus,” balas Celline singkat. “Tapi pastikan juga tingkat pengembalian produk turun. Kita tidak mau peningkatan penjualan justru diiringi keluhan pelanggan.”Nada suaranya tenang tapi berwibawa.Beberapa anggota tim saling pandang, lalu buru-buru mencatat. Di tengah profesionalismenya, tak ada yang akan menebak bahwa kepala Celline sebenarnya sedang dipenuhi tanda tanya.Ia menatap grafik di layar, tapi kewaspadaan dalam dirinya tetap naik.“Celline, kau punya saran u

Pagi di kantor Carter Global Group tak secerah biasanya. Cahaya matahari yang menembus jendela kaca besar di lantai tiga puluh tampak pucat, memantulkan bayangan dingin di balik meja kerja Jayden. Ia duduk tegak, jas hitamnya tampak rapi seperti biasa, namun tatapannya kosong menembus layar laptop.Foto yang dikirim Bella tempo hari masih terbuka di layar ponselnya—potret dua bocah kembar yang sedang menikmati es krim dengan senyum polos, diapit oleh senyum manis Bella yang penuh tipuan.Lama Jayden hanya menatap foto itu tanpa ekspresi. Dari luar, ia terlihat tenang. Namun di balik rahangnya yang mengeras, ada bara amarah yang membara yang tak bisa ia jelaskan.Beberapa hasil evaluasi kerjaan menuntut tindak lanjut cepat, tapi pikirannya entah mengapa terus melayang. Ia mengembuskan napas, menutup laptop, lalu meraih ponselnya di meja. Notifikasi Instagram muncul — Bella Thompson tagged you in her story.Alisnya berkerut. Ia hampir mengabaikannya, namun sesuatu di dalam dirinya mendo

Beberapa hari terakhir, suasana hati Celline tidak pernah benar-benar tenang.Ia bukan tipe perempuan yang mudah panik, tapi ada sesuatu yang terasa janggal—seolah ada mata yang terus mengawasinya dari kejauhan.Setiap kali keluar rumah atau menjemput anak-anak di sekolah, pandangannya selalu tertuju pada satu hal yang sama: mobil hitam yang sering terparkir di sisi jalan. Mobil itu biasa saja, tidak mencolok, tapi entah kenapa keberadaannya terasa… terlalu sering.Awalnya, Celline mengira itu hanya kebetulan. Ia mencoba mengabaikan, berusaha berpikir rasional. “Mungkin tetangga baru,” gumamnya waktu itu. Tapi setelah tiga hari berturut-turut melihat mobil yang sama di area kantor, kemudian lagi-lagi muncul tak jauh dari rumahnya malam berikutnya—ia tahu ada sesuatu yang salah.Siang itu, sambil menunggu paket datang di depan apartemennya, ia melihat mobil itu lagi. Jaraknya sekitar lima puluh meter, mesin menyala, tapi tidak ada yang keluar.Celline berpura-pura tidak memperhatikan.

Suara ketukan pintu di ruangan itu disusul oleh munculnya sosok Leon.Pria berjas hitam itu tampak sedikit kaget ketika melihat bibir bosnya berdarah, namun ia menahan diri untuk tidak menunjukkan ekspresi terkejut di wajahnya.“Maaf, Tuan,” ucap Leon hati-hati. “Saya tidak bermaksud mengganggu. Tapi... wartawan sudah menunggu di aula konferensi. Mereka meminta kehadiran Anda untuk wawancara eksklusif sebagai investor terbesar acara ini.”Jayden terdiam beberapa detik. Ia masih berdiri di tempat, napasnya belum sepenuhnya tenang. Celline di sisi lain tampak menunduk, berusaha menyembunyikan wajah yang masih memerah—antara amarah dan rasa malu.“Baik,” ucap Jayden akhirnya dengan nada datar. Leon mengangguk sopan, menunggu di ambang pintu.Celline melangkah cepat ke arah berlawanan tanpa menatap siapa pun. Ia hanya ingin pergi, menjauh dari ruangan itu secepat mungkin. Nafasnya tersengal, tangan kanannya mengepal erat.Setiap langkah terasa berat, seolah seluruh udara di koridor itu m

Televisi masih menyala dengan volume pelan. Di layar, tayangan gosip masih menampilkan wawancara Jayden dan Bella, lengkap dengan potongan adegan ketika Bella berpura-pura terpeleset dan Jayden menahannya dengan cepat.Sera menatap layar dengan mata berbinar, sementara Bastian ikut duduk di sampingnya, memegang sisa popcorn di tangan kecilnya.“Uncle Nicholas punya paman yang keren banget, ya!” seru Sera penuh kagum. “Oh ya?,” sahut Bastian sambil memiringkan kepala. “Dia mirip pangeran di film yang Sera suka.”Celline hanya duduk di belakang mereka, menatap kedua anaknya tanpa suara.Senyumnya tipis, tapi di dadanya ada perasaan sesak yang tak bisa dijelaskan. Tatapan matanya tak lagi ke arah layar — melainkan ke dalam dirinya sendiri.Sera menoleh lagi, kali ini lebih serius. “Andai aja Daddy kita juga kayak dia, ya, Mommy?”Ucapan polos itu menghantam Celline seperti hantaman pelan tapi menyakitkan.Sekujur tubuhnya menegang sesaat, tapi ia cepat menguasai diri. Tak boleh menunjuk