Terjerat Skandal Berbahaya Sang Presdir のすべてのチャプター: チャプター 21 - チャプター 30

Ardhan mencengkram pinggang Laras, menimbulkan rasa sakit yang berdenyut di pinggang wanita itu. Laras meringis dan bergerak tidak nyaman."Aku tidak menganggapmu sebagai pelacurku, Laras ...." gumam Ardhan, suaranya melembut, seiring dengan longgarnya cengkeraman di pinggang Laras. Tangannya beralih mengelus pinggang ramping Laras, seolah ingin meredakan perih yang baru saja ia ciptakan.Laras mengerucutkan bibirnya, menatap Ardhan tajam.“Tidak menganggapku pelacur? Tapi kamu memintaku tidur denganmu. Padahal kamu sudah punya istri. Itu sama saja kamu menganggapku pelacur, Tuan Ardhan ...." Bisiknya, melirik waspada ke arah halaman belakang. Mereka berdiri sedikit menjorok ke dalam dekat dapur, terlindungi oleh dinding pembatas dan jauh dari area kolam renang. Winda tidak akan melihat suaminya memojokkan seorang wanita lain dalam posisi yang begitu intim."Aku hanya ingin tidur denganmu, bukan menganggapmu pelacur," Ardhan tetap bersikeras. Dia semakin menekan Laras ke kulkas deng

"Ya, jika diihat-lihat pengasuh anakmu sangat cantik.""Winda, kamu harus berhati-hati mempekerjakan pengasuh anakmu yang masih muda dan cantik. Bisa-bisa dia merayu suami kamu. Apalagi suami kamu itu Ardhan Wikrama. Ada banyak perempuan yang menginginkan suami kamu.”“Ya, bagaimana jika Tuan Wikrama terpesona dengan pengasuh anakmu yang muda dan cantik?”Laras berhenti sejenak mendengar percakapan teman-teman Winda di belakang punggungnya."Hahaha, itu tidak mungkin. Suamiku mana mungkin tertarik sama orang kelas rendah."Seorang teman pria menyahut dengan nakal. "Tidak penting sih soal kelas, selama wajahnya cantik dan tubuh bagus, semua laki-laki akan terpesona dengan wajah cantik pengasuh anakmu. Lihat payudara pengasuh itu, punyanya lebih besar daripada punyamu, Winda""Apa-apaan sih, Dani! Jangan membandingkan tubuh aku dengan orang kampungan itu!" Winda berseru kesal tubuhnya dibandingkan dengan Laras."Tapi itu benar. Winda. Kamu harus hati-hati, banyak berita pria tidur entah

"Aku harus kembali ke restoran, Nyonya Winda sedang menungguku.""Oh, Winda dan beberapa teman kami sudah pindah ke villa untuk berpesta. Kamu tidak perlu menjaga anaknya malam ini."Laras mengernyit menatap mereka waspada lalu menatap ke sekeliling. Tempat parkir tampak tenang dan sepi, semua orang sedang berada di dalam restoran. "Kalau begitu aku akan menelepon Nyonya Winda dan memberitahuku aku akan kembali ke Vila," ujar Laras lalu berbalik hendak pergi. Namun ketiga pria itu kembali menghalangi jalannya dan memojokkan tubuhnya."Apa yang kalian lakukan? Jangan menyentuhku!” Laras menepis tangan salah satu pria yang menyentuh pundak dan rambutnya,"Namamu Laras, kan? Aku Dani, temannya Winda." Dani mengulurkan tangannya meraih tangan Laras sambil tersenyum. Laras menepis tangannya kasar."Astaga, kamu cukup galak juga." Dani terkekeh lalu menatap Laras dengan tatapan nakal. Teman-temannya tertawa kecil. "Kamu sangat cantik, sayangnya kamu janda. Kamu pasti sangat kesepian."“Men

“Ahh … angh~” Laras mendesah meremas rambut Ardhan dengan mata terpejam. “Jangan keras-keras … sakiitth ahh, ah ….”Namun dadanya melengkung dan tangannya menekan kepala Ardhan ke dadanya, seakan ingin memasukkan buah dadanya ke mulut pria itu.Rasanya nikmat … namun agak sakit, namun tetap nikmat ….Pikiran Laras melayang dalam sensasi kenikmatan yang menyebar di sekujur tubuhnya.Ardhan melembutkan hisapannya, salah satu tangannya meremas payudara lainnya.“Ahh~~”Dia menjilat susu yang mengalir keluar, turun perlahan menjilati perutnya, semakin turun ke bawah.Laras tersentak buru-buru menahan kepala Ardhan.“Tu—tunggu! Itu kotor ….”Ardhan tidak memedulikannya, terus menjilat bagian intimnya yang basah.Laras memejamkan mata sambil menutup wajahnya yang memerah malu dengan telapak tangannya. Pahanya menjepit kepala Ardhan di antara kedua kakinya, merasakan lidah panas pria itu menjilatinya di bawah sana.“Nghh … Tuan Ardhan … tolong berhentiihh ahh ….” Laras tak bisa menahan suara

Suara hujan terdengar di kegelapan malam yang semakin larut. Tetesan air mengetuk kaca jendela belum berhenti sejak tiga jam yang lalu.Suara ‘ding’ dari ponsel yang tergeletak di lantai yang berantakan, menarik perhatian Laras. Pikirannya masih kosong, nafasnya mulai tenang, namun tubuhnya enggan untuk bergerak memeriksa ponsel siapa yang berbunyi.Pria yang memeluknya dari samping bergerak melepaskan pelukannya dan bangun meraih ponsel di bawah kaki meja.Laras menoleh menatap punggung tegap dan telanjang Ardhan. Kulit punggungnya penuh dengan bekas cakaran dan bekas gigitan di pundaknya yang tegap.Wajah Laras memerah mengingat apa yang sudah mereka lakukan beberapa saat yang lalu.Ardhan memeriksa ponselnya selama beberapa saat sebelum menoleh menatap Laras dengan senyum miring di bibirnya.“Istriku tidak pulang malam ini karena hujan. Jadi dia menginap di villa teman-temannya.”“Ahh ….” Laras hanya mengangguk dengan lelah, lalu perlahan sambil mencari pakaiannya di lantai yang ber