Tous les chapitres de : Chapitre 31 - Chapitre 40

Bab 31. Tiba-tiba Nostalgia "Berat nggak, Bu?" "Ah nggak kok, Nak." Lila keluar dari pasar sambil membawa dua kantong belanjaan. Wajahnya terlihat lelah, tapi bukan karena belanja. Sejak semalam pikirannya masih terpaku pada foto dirinya bersama Bayu yang ditemukan di pagar rumah, disilang dengan tinta merah menyala. Ada sesuatu yang menakutkan sekaligus membuatnya jengah.Mobil putih milik Bayu berhenti di depan pasar. Bayu turun dari mobil, meraih kantong belanjaan dari tangan Lila tanpa diminta. "Biar aku aja yang bawa," katanya sambil tersenyum tipis.Lila sempat hendak menolak, tapi urung. "Nggak usah repot-repot, Mas. Aku bisa ... ""Nggak apa-apa, Lila. Lagian aku juga mau sekalian nganterin kamu pulang. Raka di belakang sudah siap, tuh." Bayu mengangguk ke arah Raka yang berdiri di dekat pintu mobil, memeluk kantong kecil berisi jajanan.Lila menarik napas pelan. Ia merasa aneh. Dulu di awal-awal menikah, sikap seperti ini justru datang dari Imam. Sekarang, pria itu entah

Suara langkah kaki kecil Raka terdengar berlari-lari di halaman depan rumah."Ibu … Om Bayu nunggu di mobil, katanya kita mau piknik!" serunya riang. Sejak kejadian gosip miring yang menyebar kemarin, kepalanya terasa penuh. Piknik ini mungkin jadi kesempatan untuk menghirup udara segar, menenangkan diri, pun begitu dengan Raka, dia ingin putranya itu melupakan semua hal buruk.Kebetulan juga pagi tadi Bayu mengatakan jika Rafi ingin piknik, jadi seperti sebuah kebetulan saja. Bu Desi tak mau ikut piknik hari ini karena kurang enak badan."Raka udah siap?" tanya Lila sambil mengambil tas kecil berisi minum dan beberapa makanan ringan."Udah, Bu! Ayo cepat."Di luar, Bayu sudah berdiri di samping mobilnya. Rafi, duduk di kursi belakang, melambaikan tangan dengan senyum lebar."Sore, Lil," sapa Bayu ramah. Ia mengenakan kaos polos warna biru dan celana jeans sederhana. Tapi ada sesuatu pada cara ia berdiri, tenang, tak terburu-buru, yang membuat Lila selalu merasa sedikit nyaman di dek

Bab 35. Bayang-Bayang ImamMalam itu udara terasa lebih dingin dari biasanya. Lampu-lampu jalanan yang redup membuat bayangan pohon di pinggir jalan memanjang di aspal, bergerak-gerak tertiup angin.Lila melangkah pulang dari toko kelontong kecil di ujung gang, membawa kantong plastik berisi gula dan teh. Biasanya ia pulang bersama Raka atau Bu Desi yang menemaninya, tapi malam ini ia sendirian.Suara sandal jepitnya beradu pelan dengan aspal. "Kok rasanya sepi banget, ya?" batinnya.Lila menoleh sekilas ke belakang. Tak ada siapa-siapa. Hanya jalan panjang dengan beberapa rumah berpagar yang tertutup rapat. Namun, baru dua langkah kemudian, telinganya menangkap suara lain, pelan, tapi jelas.Tap… tap… tap…Langkah kaki. Jantung Lila seketika berdegup lebih cepat. Ia mempercepat langkah.Tap… tap… tap…Suara itu ikut mempercepat ritmenya.Kini bulu kuduk Lila benar-benar berdiri. Ia mencoba menoleh cepat, tapi yang terlihat hanya bayangan samar di ujung gang. Ia tak bisa memastikan s

Bab 37. Bayu Menghadapi ImamMalam itu, suasana rumah Lila terasa lebih sepi dari biasanya. Bayu yang beberapa hari terakhir menginap di sana akhirnya memutuskan satu hal, ini tidak bisa dibiarkan terus.Ancaman Imam makin gila, pesan tengah malam, foto-foto diam-diam, gosip ke tetangga. Semua itu membuat Lila semakin tertekan. Bayu tidak sanggup lagi melihat wajah perempuan itu pucat setiap kali ponselnya berbunyi."Mas Bayu, apa nggak sebaiknya kita diam saja? Nanti kalau Imam makin marah, gimana?" tanya Lila pelan, dia duduk di sofa sambil memeluk bantal. Sorot matanya terlihat cemas.Bayu menggeleng. "Justru karena kamu terus diam, dia makin seenaknya. Secepatnya aku akan cari cara, agar bisa ketemu langsung sama dia."Belum sempat Lila bertanya lagi, terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Beberapa detik kemudian, pintu pagar diketuk keras."Liiilaaa! Aku tahu kamu di dalam!" suara Imam terdengar serak, penuh amarah.Lila langsung gemetar. Tangannya meremas bantal semaki

Bab 39. Ancaman TerbukaMalam itu, suasana rumah Lila begitu sunyi. Hanya suara jangkrik di luar jendela yang terdengar samar. Lila duduk di sofa ruang tamu, tubuhnya gemetar sambil menatap layar ponsel.Pesan itu baru saja masuk. Sebuah foto dirinya dan Bayu di kolam renang, sedang makan bakso bersama anak-anak, dengan tulisan singkat tapi membuat darahnya terasa membeku.[Kalau kamu terusin ini, tunggu saja akibatnya.]Lila menutup mulutnya, mencoba menahan suara tangis. Bayu yang sedang mematikan lampu di ruang belakang segera menghampirinya."Lila? Kenapa?" tanyanya begitu melihat wajah Lila pucat pasi.Lila hanya memberikan ponselnya tanpa bicara. Bayu membaca pesan itu dengan rahang mengeras. Sekilas saja, ia tahu siapa yang mengirimkannya."Imam," gumam Bayu lirih, suaranya berat menahan amarah.Lila memeluk dirinya sendiri. "Dia makin gila, Mas. Aku takut … aku takut banget."Sedikit pun dia tak menyangka, jika akhirnya akan seperti ini. Dia dulu menebak jika setelah bercerai,