جميع فصول : الفصل -الفصل 70

61. Penuh Kebohongan Suara detak jam dinding terdengar jelas, malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Lila masih duduk di tepi ranjang, punggungnya bersandar lemah pada kepala tempat tidur. Lampu kamar sudah diredupkan, tapi matanya tak juga mau tertutup."Kenapa aku nggak bisa tenang, sih?" gumamnya lirih, menatap langit-langit kamar. Kedatangan Mila pagi tadi benar-benar mengusik. Bukan hanya karena sikap manis yang terlalu dibuat-buat, tapi juga karena sesuatu di balik senyum itu terasa ganjil, kosong, dan dingin.Bayu sudah pergi sejak dua jam lalu, katanya ada urusan sebengar dengan klien proyek yang tak jauh dari rumah. Lila berusaha membaca buku, menonton televisi, bahkan mencoba memejamkan mata, tapi pikirannya tetap kembali ke satu nama: Mila.Ia menghela napas panjang, lalu meraih ponsel di meja nakas. Jemarinya sempat ragu beberapa detik sebelum akhirnya menekan nama "Ibu" di daftar panggilan.Tak perlu menunggu lama, panggilan itu pun langsung diterima ibunya. Assal

63. Penyebar Gosip"Bu Lila, mohon maaf ... saya perlu bicara sebentar."Suara lembut tapi serius itu datang dari arah pintu ruang guru. Lila yang baru saja menjemput Raka di gerbang sekolah menoleh. Wajah Bu Nani, wali kelas anaknya, tampak canggung, seperti ingin menyampaikan sesuatu yang tidak enak."Eh iya, Bu ... ada apa, ya?" tanya Lila sambil menunduk sedikit.Bu Nani memberi isyarat agar Lila mengikutinya ke ruang guru. Di dalam, suasananya agak hening. Hanya ada dua guru lain yang sedang menata berkas, lalu keluar begitu melihat percakapan serius akan dimulai.Begitu pintu tertutup, Bu Nani menarik napas panjang. "Sebenarnya saya agak bingung menyampaikannya, Bu Lila. Tapi ada beberapa orang tua murid yang tadi datang ke sini ... mereka mengeluhkan sesuatu.”Lila mengernyit. "Mengeluhkan? Tentang siapa, Bu?"Bu Nani menatapnya penuh ragu. "Tentang Ibu ... dan Pak Bayu."Lila terdiam. Tangannya refleks menggenggam ujung tas. "Maksudnya apa, ya, Bu? Saya nggak paham."Bu Nani m

Bab 65. Pesan dari Ibu"Mas, aku baru dapat pesan dari Ibu," suara Lila terdengar pelan tapi bergetar.Bayu yang baru saja keluar dari kamar anak-anak langsung menghentikan langkahnya. "Pesan? Dari kampung?" tanyanya sambil mendekat.Lila mengangguk, menatap layar ponselnya dengan mata yang tampak gelisah. "Iya… tapi pesannya aneh."Bayu duduk di sampingnya di sofa. "Coba aku lihat."Lila menyerahkan ponselnya. Di layar tampak pesan dari Bu Desi.[Jangan khawatirkan Ibu. Di sini banyak yang bilang macam-macam soal kamu. Jaga anak-anak.]Bayu membaca pelan, lalu mengernyit. "Kok kayak… ada yang aneh, ya?""Iya, kan? Dulu Ibu nggak pernah nulis seaneh ini. Biasanya masih sempat nanya kabar anak-anak, atau ngomong panjang soal tanaman di belakang rumah."Bayu mengembuskan napas pelan. "Mungkin beliau lagi capek.""Tapi nadanya kayak… beda."Lila menatap ke luar jendela, ke arah hujan yang mulai turun rintik-rintik sore itu. "Aku merasa Ibu berubah sejak pulang kampung waktu itu," ucap Li

67. Luka yang Terbuka Lagi"Mas," suara Lila pelan tapi serak, "fotonya sudah tersebar."Bayu yang sedang memeriksa laporan di meja kerja menoleh cepat. "Apa maksudmu?"Lila menatap layar ponselnya dengan tangan gemetar. Di grup WhatsApp kompleks Ibu RT & Warga Blok B, terpampang foto dirinya bersama Imam, foto yang kemarin ditemukan menempel di pagar. Ada emoji terkejut, komentar singkat, dan beberapa pesan yang dihapus. Tapi jejaknya masih jelas.Lila berbisik, "Semua orang udah lihat."Bayu berdiri cepat, menghampirinya. "Tunjukkan ke aku."Lila menyerahkan ponsel. Bayu menatap layar itu lama, rahangnya mengeras. "Siapa yang pertama kirim?""Nomornya nggak dikenal. Tapi Bu Reni bilang, begitu foto itu muncul, beberapa orang langsung nyebar ulang. Sekarang katanya udah sampai grup guru TK tempat Raka dan Rafi sekolah."Bayu memejamkan mata, mencoba menahan amarah. "Aku baru mau urus CCTV hari ini, malah begini."Lila memeluk dirinya sendiri, suaranya lemah. "Mas, aku malu… rasanya

69. ARKarena merasa tak lagi bisa mengatasi masalah ini sendiri dan khawatir jika terlalu lama maka akan membuat Lila makin kacau, akhirnya Bayu meminta bantuan temannya. Bimo, teman yang bekerja menjadi asisten detektif, yang sering dimintai tolong oleh kepolisian juga."Bayu, kamu serius mau ngelawan ini sendirian?" Bimo menatap layar laptop di meja kerja Bayu, jari-jarinya bergerak cepat menelusuri jejak digital. Di ruangan itu hanya ada lampu meja yang menerangi tumpukan dokumen proyek dan dua cangkir kopi yang sudah dingin."Aku gak sendirian, Bim. Aku cuma butuh fakta," jawab Bayu singkat, matanya tak lepas dari layar. "Kalau memang ada yang main-main, harus ketahuan sekarang. Biar gak makin melebar."Bimo menghela napas. "Oke, jadi kamu yakin foto itu dan pesan ancaman itu berhubungan? Bukan sekadar iseng?""Kamu bisa lihat sendiri logika dasarnya foto lama yang cuma ada di album keluarga, muncul di pagar, lalu nyebar di grup kompleks, pesan ancaman, dan nomor tak dikenal. Sem