“Sean?” panggilku pelan.Kelopak matanya tetap terpejam. Dia masih tidak sadar. Tapi ekspresi wajahnya yang lelah, garis-garis cemas yang tidak pernah tampak saat dia sadar, kini semua itu terlihat begitu jelas.Tangannya menggenggamku lebih erat, seolah meyakinkan dirinya sendiri bahwa aku masih di situ. Tidak meninggalkannya.Aku menelan ludah, menunduk sedikit mendekat.“Hey… aku tetap di sini,” bisikku, memastikan suaraku stabil meski dadaku bergemuruh oleh rasa iba yang tidak pernah kukenal sebelumnya.Cengkeramannya perlahan melonggar, meski tidak sepenuhnya lepas. Dia seperti mencari jangkar agar tidak tenggelam kembali dalam mimpi buruknya.Aku kembali duduk di sana, menjaga Sean agar dia tidak gelisah lagi jika tersentuh mimpi buruk.Tak lama, wajahnya kembali tenang. Namun anehnya… ketenangan itu tidak menular padaku. Karena di benakku, nama Sam terus berdengung samar, membuat dadaku sesak oleh dua hal yang sama rumitnya.Kekhawatiran pada pria yang pergi… dan iba mendalam p
Última actualización : 2025-12-13 Leer más