Aku menelan ludah, tenggorokanku terasa kering dan menyakitkan. Pengakuan itu masih menggantung di udara, asing, bahkan di telingaku sendiri. Aku baru saja mengungkap rahasia besarku untuk pertama kalinya kepada orang lain. Dan orang itu adalah Sean. Tanganku terkepal di sisi tubuh, menunggu ledakan, penyangkalan, atau kemarahan. Namun Sean tidak bereaksi seperti yang kubayangkan. Dia tetap bergeming, kedua telapak tangannya masih menutup telinga. Matanya terpejam rapat, menolak melihatku. “Sean… kau dengar aku, kan?” suaraku bergetar. Dia masih tak bergerak. “Sean, kumohon dengar baik-baik.” Aku melangkah lebih dekat, berusaha menarik tangannya. Tapi lagi-lagi dia menghindar, memalingkan wajah. “Kumohon jangan lakukan ini padaku,” pintaku putus asa. Hening merayap, menekan dada seperti beban yang tak terlihat. Lalu Sean akhirnya bersuara. “Audrey… aku akan menemuimu nanti. Saat kau siap. Dan saat aku sudah menyelesaikan masalah...” Kalimat itu belum selesai dia ucapkan ketika
Última actualización : 2025-12-15 Leer más