All Chapters of Jerat Hasrat Ayah Angkat: Chapter 11 - Chapter 20

Cahaya matahari menembus tirai, menyentuh lembut wajah Risa. Suara burung gereja di luar jendela mengiringi pagi yang terasa asing namun hangat. Perlahan ia membuka mata, mencoba mengingat kapan tepatnya ia tertidur—tapi yang ia tahu, malam tadi terasa begitu panjang, begitu penuh.Senyum tipis terbit di bibirnya. Dante masih di sisinya, terlelap dengan napas teratur dengan bibirnya menyentuh dadanya. Risa menatapnya lama, jemarinya terulur pelan menyentuh wajah lelaki itu—sosok yang selama ini ia pikir tak akan pernah ia miliki sedekat ini.Ada rasa hangat yang mengalir di dadanya, campuran antara bahagia, tenang, dan takut. Bahagia karena untuk pertama kalinya, ia merasa utuh; takut karena entah apa yang menanti mereka setelah ini.Dante bergumam pelan, matanya perlahan terbuka. Tatapan mereka bertemu.

“Jangan nangis lagi,” ucap Dante lembut.Risa mengangguk, menatapnya. Diana, istri Dante, baru saja pulang dari liburan keluarga di luar negeri. Mereka sudah menikah setahun, artinya pernikahan itu terjadi setelah Risa pergi.“Dia wanita yang dijodohkan kakek dulu, kan?” tanya Risa.Dante mengangguk. Risa diam sejenak.“Tenang saja. Ada atau tidak ada dia, semuanya tetap sama,” ucap Dante, mencoba merayunya.Risa menatapnya lagi. “Om nggak akan ninggalin aku, kan?”“Iya, sayang,” jawab Dante sambil mendekat dan mengecup bibirnya lembut.“Janji?” tanya Risa, mengacungkan jari kelingk

“Bercerai.”Ketiga wanita itu hampir tak bisa menutup mulutnya mendengar ucapan Risa.“Clarissa! Kamu serius?” tanya Andien kaget.Risa mengangguk sambil melirik pelayan yang baru saja menaruh pesanan di meja.“Ini nggak bercanda kan?” Leny ikut memastikan.“Risa, aku nggak salah dengar kan?” seru Gio.Risa mengangguk lagi sambil menyedot minumannya tenang.“Ya ampun! Ini harus dirayakan!” pekik Andien heboh.Sejak tadi mereka memang sudah menarik perhatian orang-orang di kafe, tapi Risa tak memperdulikannya—dia tahu teman-temannya ini tak bisa d

Dante menatap layar laptopnya yang menampilkan deretan transaksi dari kartu hitam.Karaoke Blue Room – 20.15Luna Club – 22.07Luna Club VIP Lounge – 22.43Rahangnya mengeras. Jemarinya yang memegang mouse perlahan mengepal.“Risa…” gumamnya pelan.Ia mengambil ponsel dan menekan nomor Risa. Satu nada sambung, dua, tiga—tak juga diangkat.Panggilan berikutnya pun sama. Hingga akhirnya Dante menutup ponsel dengan helaan napas berat.Tak butuh waktu lama sebelum ia menghubungi nomor lain.“Erick, di mana nona Risa sekarang?” suaranya tenang, tapi dingi

Kata-kata Dante datar, tapi nadanya lembut — seolah mencoba menahan amarah yang hampir pecah.Risa menunduk, memainkan ujung jarinya.“Aku cuma… pengin ngerasain bebas sedikit aja,” ucapnya pelan.“Bebas itu bukan berarti hilang kendali,” jawab Dante cepat.Hening sesaat.Angin malam lewat di antara mereka.Cahaya lampu jalan memantul di wajah Risa — merah muda, sedikit lembap, matanya lelah tapi masih berkilat.“Aku tahu kamu marah…”Risa menatap Dante, matanya sendu.“Tapi aku cuma mau lupa sebentar, Om. Lupa semuan