Pagi itu, langit terasa asing. Bukan karena warnanya, tetap biru muda seperti biasa, tapi karena diamnya. Burung nggak berkicau. Angin pun cuma lewat tanpa suara. Seolah dunia masih belajar bernapas lagi setelah Bara mengubah nadinya. Risa berdiri di depan gerbang utara kota kecil Arvel, matanya menatap langit yang kosong. “Dunia ini kayak lupa cara ngomong,” gumamnya. Gerry yang lagi jongkok di dekat gerobak bekas menatap ke arah horizon. “Atau mungkin cuma lagi dengerin,” katanya pelan. “Dengerin gema Bara.” Risa noleh, senyumnya kecil. “Kau mulai puitis sekarang?” “Enggak,” jawab Gerry cepat, “aku cuma takut, Risa. Karena makin lama dunia ini diem, makin kerasa kayak sesuatu di bawahnya bangun.” Liora datang bawa termos logam di tangannya. “Kopi?” Risa ambil satu, meniup uapnya pelan. “Terima kasih.” Suasana pagi itu aneh, tenang tapi tegang. Dari kejauhan, udara bergetar tipis, seperti ada musik halus yang nggak bisa didengar telinga tapi bikin bulu kuduk berdiri. “Gel
Last Updated : 2025-10-28 Read more