Cempaka masih berdiri sejenak, menatap ruangan yang hangat dan asing itu, sebelum Pieter memintanya duduk. Pelayan membawa mereka ke sebuah meja di sudut dekat jendela, tempat cahaya lampu minyak jatuh lembut di atas permukaan meja kayu.Begitu mereka duduk, pelayan menyajikan roti hangat, sup bening, dan segelas anggur merah untuk Pieter, sementara Cempaka memilih minuman non-alkohol.Setelah pelayan pergi, kembali ada jeda kecil—jeda yang membuat mereka saling melirik lalu menunduk hampir bersamaan.Pieter berdeham pelan. “Tempat ini… kupikir cocok untuk kita.”“Hm,” Cempaka menyesap minumannya. “Tempatnya indah.”“Aku senang kau menyukainya.”Keheningan itu tak bertahan lama. Mungkin karena ruangan restoran yang nyaman, atau aroma mentega yang membuat suasana terasa lebih ringan, atau… mungkin karena mereka sama-sama lelah terus menjaga jarak.Cempaka yang memecahkan canggung duluan.“Jadi,” katanya sambil menatap roti di piringnya, “kau bilang belum pernah benar-benar makan malam
Last Updated : 2025-11-26 Read more