Pukul delapan pagi. Firman duduk di depan tenda dengan kepala menunduk, tangannya mengepal erat mencengkeram dahinya. Dia tidak bergerak, hanya duduk diam seperti patung yang telah kehilangan semua jiwa dan kehidupannya. Air mata terus mengalir dari matanya, namun dia tidak lagi menangis dengan suara. Hanya kesunyian yang menggelegar dari dalam dirinya.Diana duduk di samping Firman, lengannya melingkar di bahu pemuda itu. Dia juga menangis, namun air matanya terlihat seperti upaya terakhir untuk tetap manusia dalam situasi yang tidak manusiawi ini. Tubuhnya gemetar dengan setiap napas yang keluar dari dada perempuan itu."Firman, kita harus mencari cara untuk turun dari gunung ini. Kita tidak aman di sini," ujar Diana dengan suara yang lembut namun penuh urgensi.Firman tidak menjawab. Dia hanya mengangguk perlahan, namun matanya tetap tertuju pada tanah di depannya. Dalam pikirannya, dia tidak melihat tanah itu. Dia melihat wajah-wajah Deri dan Ucok, wajah-wajah orang yang telah men
Last Updated : 2025-11-08 Read more