Tinta Merah Takdir yang Terhapus의 모든 챕터: 챕터 31 - 챕터 40

Malam itu, Eleanora tidak menghabiskan waktu dengan peta. Ia menghabiskan waktu di dapur, dibantu oleh Tuan Jean, membuat cokelat panas. Tuan Jean, yang terkenal dengan standar ketatnya, sedikit terkejut dengan permintaan Eleanora untuk membuat cokelat yang kental, pahit, dan kaya rasa—cokelat khas Duchy Villon yang dibuat untuk prajurit di cuaca dingin."Pastikan cokelat ini kental, Tuan Jean," perintah Eleanora, matanya menatap lelehan kakao gelap yang diolah dari biji mahal pemberian Putra Mahkota. "Pahit, dan mengandung esensi rempah Villon yang paling kuat. Ini harus menjadi minuman yang menguatkan, bukan yang memanjakan."Tuan Jean, yang terkenal dengan standar ketatnya, sedikit terkejut, namun melaksanakan perintah itu dengan presisi. Aroma kakao yang pekat, bercampur dengan aroma cinnamon dan sedikit cabai khas Villon, memenuhi dapur—aroma yang tajam, mengingatkan pada

Pagi di Duchy Villon selalu dingin dan jernih. Matahari terbit menyinari kaca jendela tebal, memantulkan cahaya ke meja kerja Eleanora de Villon, tempat peta Kekaisaran yang menampilkan garis merah tebal proyek transportasi itu terbentang. Eleanora sudah berdiri di sana sejak fajar, mengenakan gaun beludru tebal yang membalut tubuhnya dengan anggun namun praktis.Ia telah tidur hanya tiga jam, pikirannya terus-menerus menguraikan implikasi dari tindakan Putra Mahkota Zepyr Kyrios Basileus. Proyek pembangunan Jalur Pos dan Transportasi Kekaisaran bukan sekadar jalan. Itu adalah simpul yang mengikat Duchy Villon langsung ke Takhta, membuka wilayah terpencil mereka terhadap intervensi mendadak dan pengawasan terus-menerus.Eleanora mengambil penggaris peraknya, menelusuri garis merah itu perlahan.Tiga tahun. Tiga tahun adalah waktu yang singkat bagi Takhta untuk sepenuhnya menguasai logistik Villon. Ini harus dihentikan, atau setidaknya diperlambat.Duke Villon masuk, membawa dua cangki

Tiga bulan berlalu. Surat Zepyr yang berbingkai otoritas Grand Master Cassian tidak dapat ditolak Eleanora. Ia tiba, dan segera ditempatkan di sebuah ruangan khusus di Lyceum.— tapi tempat ini suasananya berbeda dengan waktu itu ia tempati. Ini... tempat yang dingin, dan sunyi. Dindingnya terbuat dari batu hitam yang menyerap suara, hanya menyisakan bisikan resonansi kristal mana yang dingin.Setiap sore, Zepyr akan datang untuk 'konsultasi'. Eleanora harus berdiri di depan peta strategis besar yang disorot cahaya kristal sihir, menjelaskan risiko logistik pengiriman Batu Mana.Suatu sore, Zepyr masuk. Eleanora sedang menunjuk rute di peta. Zepyr tidak menyapa. Ia berjalan mengelilingi meja konsultasi berbentuk oval itu, gerakannya lambat, terukur, dan mengintimidasi."Lady Villon," sapa Zepyr setelah melingkari meja dan berhenti di samping Eleanora, bahunya hampir bersentuhan. Suaranya rendah dan dingin. "Penjelasan Anda mengenai risiko sangat logis. Tetapi Anda mengabaikan variabel

Dua bulan terasa seperti dua abad dalam ketegangan yang tertahan. Bagi Eleanora de Villon, waktu yang dihabiskannya di Villon hanyalah persiapan untuk kekalahan yang tak terhindarkan. Ia telah menguras habis dirinya dalam overdrive logistik, menciptakan perisai yang sempurna namun rapuh.Dan kini, malam itu tiba. Perayaan Hari Kelahiran Kekaisaran.Eleanora tiba di Lyceum. Ruangan yang disediakan untuknya adalah kamar yang sama yang ia gunakan saat konsultasi sihir—kamar yang membawa memori isolasi dan dominasi Zepyr.Aula Besar Lyceum bermandikan cahaya kristal. Malam itu adalah lautan emas dan anggur, gemerlap kepura-puraan. Eleanora mengenakan gaun beludru gelap Villon, elegan, tetapi di bawahnya ia merasa telanjang.Eleanora tidak berada di meja utama, tetapi di tengah, dikelilingi oleh kerumunan bangsawan yang tak henti-hentinya membahas perjanjian batas dan angka-angka komersial.Eleanora harus menjawab. Ia harus tersenyum. Ia harus menjaga agar logikanya tetap tajam, tetapi set

Ciuman itu berakhir. Ciuman yang dingin di awal, tetapi berubah menjadi pengakuan agresif yang melanggar semua aturan Zepyr.Zepyr menarik dirinya menjauh.Gerakannya melambat, disengaja, seolah ia harus mengumpulkan kembali kepingan-kepingan kendali dirinya yang baru saja ia hancurkan. Wajahnya memerah, bukan karena malu, tetapi karena terkejut atas tindakannya yang tidak terukur.Eleanora terengah. Matanya yang sebelumnya kabur oleh alkohol kini melebar karena horor. Ia menatap Zepyr. Di matanya, kini tidak ada lagi keluhan kecil. Hanya ada ketakutan, kebingungan, dan pengakuan yang dingin.Mereka berdiri di balkon itu, terengah di udara malam yang dingin."Apa... yang Anda lakukan?" bisik Eleanora, suaranya parau. Ia mencoba melepaskan dirinya, tetapi tangannya masih mencengkeram jubah Zepyr—insting terakhir yang menahan dirinya pada satu-satunya sumber panas.