Langit sore itu terasa muram. Awan kelabu menggantung berat di luar jendela, seolah ikut merasakan kepedihan yang sedang menyelimuti hati Vennesa. Surat di tangannya kini tergeletak di meja, terbuka separuh. Namun huruf-huruf di atas kertas itu sudah kabur disapu air mata. Nafasnya pendek, dadanya sesak, dan kepalanya terasa berputar. Dunia seakan gelap—tak ada cahaya, tak ada bunyi—hanya gema kesedihan yang berdentum dalam hatinya. Vennesa menunduk perlahan, menatap perutnya yang kini membulat sempurna. Tangannya yang gemetar membelai lembut permukaannya, seolah berusaha menenangkan diri dengan sentuhan kecil itu. “Anakku…” bisiknya parau. “Ayahmu... dia sudah pergi...” Air matanya jatuh satu demi satu, membasahi bajunya. Tangisnya makin deras, berubah menjadi isakan panjang yang menyayat. Bahunya bergetar, tubuhnya lemah. “Vennesa! Hey, tenangkan diri dulu!” Alessandro segera menghampiri, panik melihat wajah puc
Last Updated : 2025-12-17 Read more