Beranda / Romansa / Jejak Cinta di Pulau Serenova / Bab 85 — Amanah yang Tertinggal

Share

Bab 85 — Amanah yang Tertinggal

Penulis: kim sujin
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-16 08:06:48

Lima bulan berlalu dengan cepat.

Musim berganti, dan kini usia kandungan Vennesa sudah melewati tujuh bulan. Perutnya membuncit indah, seolah menandakan kehidupan baru yang sedang tumbuh di dalam dirinya. Wajahnya tampak lebih lembut dari sebelumnya, bersinar dengan aura keibuan yang alami. Meski sesekali kelelahan, namun ada kedamaian yang sulit dijelaskan di matanya.

Alessandro tetap menjadi sosok yang setia di sisinya.

Setiap pagi, lelaki itu tak pernah lupa mengirim pesan menanyakan kabar. Kadang mengingatkan agar Vennesa tidak terlalu lama bekerja, kadang datang membawa makanan kesukaannya hanya agar dia tak perlu keluar dari kantor. Hubungan mereka tidak berubah—masih sebatas teman, tapi perhatian Alessandro begitu tulus hingga sukar untuk tidak tersentuh olehnya.

Hari itu, matahari belum condong benar ke barat ketika seorang lelaki berseragam datang ke pejabat tempat Vennesa bekerja. Namanya Kapten Renz, seorang perwira dari i
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
kim sujin
hehe.. jeng jeng jeng
goodnovel comment avatar
Jeo Anne
Ben masih hidup kan, sedih baca part ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 94 — cinta tak pernah padam

    Dua hari berlalu sejak video emosional itu diunggah. Video yang memperlihatkan sisi rapuh sekaligus kuat dari seorang perempuan yang mencintai dengan sepenuh jiwa. Ribuan komentar mengalir, banyak yang tersentuh, tapi tak satu pun dari nama yang paling ia nantikan—Benjamin Addam. Namun Vennesa tak berhenti berharap. Ia tahu, kalau cinta itu nyata, pasti akan menemukan jalannya sendiri. Dan hari itu, ia memulai sesuatu — perjalanan kecil di dunia maya untuk menemukan seseorang yang mungkin masih hidup, entah di mana. “Kalau dia benar-benar mencintaiku, dia pasti akan mengenali kenangan ini,” katanya lirih sambil memegang rantai berloket bintang peninggalan Ben. Vellery memperhatikan dari kursi dekat jendela, kagum sekaligus khawatir. “Kak, kamu yakin mau buat begini? Dunia bisa kejam, lho.” Vennesa tersenyum lemah. “Biar orang bicara apa saja, Vel. Aku cuma ingin dia tahu… aku masih menunggunya.” Lalu, dengan hati berdebar, ia mulai mengunggah foto pertama. Foto satu

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 93 — Suara dari Jarak Jauh

    Pagi di rumah itu terasa damai. Udara pagi menerobos perlahan dari jendela yang dibiarkan terbuka. Burung-burung berterbangan rendah, dan sinar matahari memantul di dinding putih kamar Vennesa. Ia masih duduk di ranjang, mengelus perutnya dengan lembut, sesekali menarik napas panjang. Pintu kamar diketuk pelan. “Kak, boleh Vel masuk?” suara Vellery terdengar ceria pagi itu. “Masuklah, Vel,” jawab Vennesa lembut. Vellery masuk sambil membawa laptop di tangan. Wajahnya tampak segar, sedikit bersemangat. “Kak,” katanya sambil menutup pintu, “tadi malam Vel kepikiran sesuatu. Ide ini muncul waktu Vel buka media sosial.” Vennesa menatap adiknya, sedikit heran. “Ide apa?” Vellery duduk di tepi ranjang, membuka laptopnya. “Kak tahu kan, dunia sekarang semuanya di internet. Media sosial bisa menjangkau ke mana saja. Kalau Ben masih hidup, kalau dia benar-benar di luar sana, mungkin dia bisa meliha

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 92 — Keteguhan Cinta

    Setelah Alessandro pulang, suasana rumah terasa tenang. Dari kamar atas, suara ombak terdengar sayup-sayup, seolah memantulkan rasa kosong di hati Vennesa. Ia duduk di tepi ranjang, mengenakan gaun tidur longgar, tangannya mengelus perut yang mulai membulat. Matanya menerawang, jauh, seperti mencari seseorang yang tak tahu di mana keberadaannya. Pintu kamar terbuka perlahan. Vellery masuk membawa segelas susu hangat dan senyum lembut. “Kak, minumlah. Biar nggak pusing,” katanya pelan. Vennesa menoleh dan tersenyum samar. “Terima kasih, Vel.” Vellery duduk di tepi ranjang. Beberapa saat mereka hanya diam, menikmati kehangatan sore yang menyusup dari balik tirai putih. Lalu, dengan nada hati-hati, Vellery membuka bicara. “Kak… Vel cuma mau bilang sesuatu. Jangan marah, ya?” “Bilang saja, Vel.” “Vel lihat sendiri, Alessandro itu tulus. Dia mencintai kakak tanpa syarat. Dia nggak pernah lelah

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 91 — Harapan yang Belum Padam

    Setelah dirawat selama empat hari di rumah sakit, akhirnya Vennesa diperbolehkan pulang. Udara pagi terasa segar ketika kursi rodanya didorong perlahan menuju pintu keluar. Cahaya mentari menembus dedaunan, menimbulkan bayangan bergerak di lantai koridor. Vennesa menarik napas panjang, berusaha menenangkan hatinya yang masih terasa berat. Luka fisik mungkin sudah mulai pulih, tapi luka di dalam dirinya masih segar, baru beberapa hari lalu. Sepanjang empat hari itu, tanpa gagal, Alessandro selalu meluangkan waktunya untuk datang menjenguk. Di sela-sela kesibukannya mengurus perusahaannya, lelaki itu selalu menyempatkan diri mengirim pesan singkat — mengingatkan agar Vennesa beristirahat cukup, tidak terlalu banyak berpikir, dan menjaga kandungannya baik-baik. “Jangan terlalu keras pada diri sendiri,” begitu tulisnya di pagi hari. “Tidurlah lebih awal malam ini, aku akan datang besok pagi.” Pesan-pesan itu terasa hangat, sederhana, namun penuh perhatian. Kadang-kadang Vennesa membac

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 90 — Lelaki yang Masih Bertahan

    Suasana di ruang rawat masih sama — tenang, tapi menyimpan keheningan yang berat. Vennesa duduk bersandar di tempat tidur dengan wajah pucat. Matanya masih bengkak, bekas tangis yang belum lama berhenti. Di meja kecil di samping ranjang, segelas air dan beberapa vitamin ibu hamil tersusun rapi. Pintu diketuk pelan. Alessandro melangkah masuk dengan membawa sebungkus roti gandum dan jus buah segar. Senyumnya lembut, suaranya tenang seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. “Selamat pagi, Vennesa,” ucapnya pelan. “Sudah sarapan?” Vennesa menatapnya sekilas. Wajah lelaki itu seperti tidak menyimpan duka, padahal beberapa jam lalu ia mendengar sendiri tangisan perempuan yang dicintainya memanggil nama lelaki lain. “Sudah,” jawab Vennesa singkat. “Bagus. Jangan lupa minum vitaminmu, ya. Dokter bilang tekanan darahmu masih agak rendah,” katanya sambil meletakkan bungkusan roti di meja. Gerak-geriknya hati-hati, seperti takut menyentuh ruang di antara mereka yang masih rapuh. Dari sudut r

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 89 – Tekad di Balik Luka

    Di luar pintu kamar itu, Alessandro berdiri terpaku. Dari celah pintu yang tak tertutup rapat, ia mendengar tangisan Vennesa — pilu, dalam, dan menyayat. Suara itu memantul di lorong sunyi rumah sakit, membuat dadanya sesak. Tangannya yang semula tergantung di sisi tubuh kini mengepal erat, seolah menahan perih yang terlalu berat untuk ditanggung.​Hatinya seperti diremas. Seumur hidup, Alessandro tak pernah membayangkan akan jatuh dalam cinta sepahit ini — cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan. Ia lelaki yang selalu yakin, selalu menang. Tapi kali ini, ia kalah. Ia jatuh cinta pada seorang wanita yang hatinya telah dimiliki lelaki lain… lelaki yang kini hilang tanpa jejak.​Langkahnya perlahan menjauh dari pintu kamar itu. Ia berjalan tanpa arah, menuruni lorong panjang rumah sakit yang mulai disinari cahaya pagi. Udara pagi yang lembut masuk melalui jendela kaca besar, membawa aroma embun dan wangi samar bunga kamboja dari taman di luar. Alessandro melangkah k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status