Setengah tahun berlalu dalam irama yang aneh. Dario dan aku seperti dua planet yang saling mengitari, tak pernah benar-benar bertabrakan, tetapi juga tak pernah benar-benar melepaskan.Dia tak pernah memaksa, tak pernah menuntut. Sebaliknya, dia hanya tetap ada, muncul di saat yang tepat, mempelajari diamku, mengenal tawa putriku.Menjelang Desember, hubungan rapuh kami perlahan tumbuh menjadi sesuatu yang lebih. Natal tahun itu, hujan menyelimuti kota. Aku mendapati diriku menyiapkan makan malam kecil, menata tiga piring di meja.Ketika Dario tiba di depan pintu dengan membawa pohon di satu tangan dan senyum miring di wajahnya, aku tidak mengusirnya."Tinggallah," kataku, bahkan aku sendiri terkejut mendengarnya.Cahaya di matanya seolah menandakan bahwa aku baru saja memberinya seluruh dunia. Dia menggantung hiasan pohon bersama putriku, membiarkan gadis kecil itu duduk di bahunya untuk menaruh bintang kertas di puncak pohon.Tawa putriku memenuhi ruangan, dan ketika dia memanggilnya
Magbasa pa