Malam itu, selepas makan sederhana bersama Farhan, Arman duduk lama di beranda. Angin malam menyapu wajahnya, membawa aroma tanah basah setelah hujan sore tadi. Hatinya penuh gelisah. Kata-kata Farhan siang tadi terus bergema, “Kadang orang baik juga harus berani, Mas.”*Pelan-pelan, ia kumpulkan keberanian yang sejak lama terkubur. Dan akhirnya, keesokan harinya, saat mengantar Farhan ke rumah Sita lagi, Arman mengambil kesempatan ketika Sita sedang merapikan kursi di teras.“Sita…” suara Arman terdengar pelan, agak bergetar.Sita menoleh, alisnya terangkat, menunggu penjelasan. “Iya, Mas?”Arman menelan ludah. Jemarinya meremas erat pegangan kursi roda Farhan. “Aku sudah lama ingin bilang sesuatu. Tapi… aku takut salah tempat, salah waktu. Hari ini… aku coba nekat.”Sita menatapnya serius, tapi tetap lembut. “Bilang saja, Mas. Aku dengar.”Hening sejenak. Jantung Arman berdegup keras, seolah terdengar sampai ke telinga sendiri. Ia menarik napas panjang lalu berkata dengan suara mant
Last Updated : 2025-11-25 Read more