Malam turun perlahan seperti tirai gelap yang menelan langit Jakarta. Setelah percakapan panjang di taman kecil itu, Rafael mengantar Nayla kembali ke kos. Bukan dengan mobil, bukan pula dengan ojek—mereka berjalan kaki, diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran yang terlalu berat untuk dibicarakan.Sesampainya di depan pintu kos, Rafael hanya berkata pelan, “Pikirkan dulu. Jangan jawab sekarang.”Dan tanpa menunggu balasan, ia pergi.Seakan tahu bahwa kalau ia tinggal satu menit lebih lama, Nayla mungkin akan menangis lagi.Nayla masuk ke kamar, menutup pintunya perlahan, lalu bersandar pada dinding dengan napas gemetar.Hening menyergap, tapi kali ini bukan hening yang membuat hati tenang.Ini hening yang membuat lidah kelu dan pikiran berisik.Ia berjalan pelan ke kasur, duduk, lalu memeluk lutut. Lampu kamar kecil itu temaram, membuat bayangannya sendiri tampak rapuh di dinding.Kata-kata Rafael berputar-putar di kepalanya.“Kamu… hanya perlu ada di sisiku.”“Kalau kamu butuh is
Last Updated : 2025-11-29 Read more