Share

MELAMAR KERJA

'Kok, Yudha sih, duh ada apa dengan diriku ini?' Hati Ardhia berteriak-teriak. Sepertinya ia tak rela hatinya berceloteh tentang Yudha. Bukankah tadi siang dia sudah menyebutnya gendut, tapi kan bilang cantik juga? Bingung deh jadinya Xl, hati terbelah menjadi dua kubu, yang satu membenci Yudha, satu lagi tertarik. Aduh dia harus ikut yang mana sedangkan dua-duanya adalah hatinya yang utuh kalau bersatu. 

"Ngelamunin apa, hayo?" kata Bapak. 

"Bapak mengagetkan saja, bagaimana kalau anak Bapak yang cantik tiada duanya ini kena serangan jantung," rutuk Ardhia.

Bapak cuma tertawa, giginya yang putih masih berbaris rapi di tempatnya, belum ada yang tanggal. Xl pikir dan pandang-pandang Bapak itu memang ganteng. Jadi, sudah tahu ya sekarang, Xl cantik itu turunan dari mana? gadis itu senyum-senyum sendiri.

"Lah itu, malah senyum-senyum gak jelas," kata Bapak. "Pasti lagi mikirin pacar, eh anak Bapak memang sudah punya pacar?" sambungnya bertanya.

"Mana ada pacar, Pak, yang ada laki-laki takut padaku," jawab Xl prihatin. Tentu saja ia yang body seperti bis pariwisata ditambah lagi dengan keberanian terhadap orang yang merundungnya membuat pria mundur teratur. Lebih baik mundur daripada badan penyok, ya kan, hihihi ... mungkin seperti itu pikiran mereka isinya.

"Aku mau bertanya serius, Pak," cetus Xl pada Bapaknya. Tiba-tiba terlintas di kepalanya untuk bertanya perihal perjodohan itu.

"Tentang apa? Tumben muka anak Bapak serius," Bapak bertanya sambil meledeknya.

"Yudha, Pak," jawabnya.

"Kenapa ... kenapa? Kamu tertarik? Nanti Bapak bicarakan lagi dengan teman Bapak, Pak Seno," katanya. 

Duh, Bapak ini selalu membuat senang hati anaknya, eh, gimana sih? Ardhia tidak suka Yudha, itu yang mesti diinget, Ardhia, fix, hatinya menjerit-jerit.

"Bukan begitu, Pak, masa iya zaman modern ini masih dijodoh-jodohkan, apalagi aku lihat keluarga Yudha seperti itu," cecarnya. Nah, yang keluar dari mulut Xl memang manis sekali, kan? Tidak ada ketertarikan dalam nadanya. Dasar munafik, hihihi.

"Seperti bagaimana?" tanya Bapak penasaran.

"Ibunya sama Yudha itu, sepertinya mereka sombong," paparnya. 'Tentu saja mereka sombong, Yudha melihatku dengan pandangan seperti mengejek, Ibunya juga mencuri-curi pandang ke arahku, pasti hatinya bilang, ih gadis kok gendut. Aku pastikan itu, yakin!' batin Ardhia.

"Tidak baik menilai orang yang baru kenal selayang pandang." Bapak bicara sok bijaksana. "Sudahlah, Bapak ngantuk mau tidur. Sebaiknya kamu juga tidur, istirahat, biar cepat pulih kesehatanmu," suruh Bapak.

Gadis itu mengangguk dan beranjak ke kamar. Kamar yang ia cat berwarna pink, warna kesukaan para gadis-gadis yang mendambakan cinta sejati, yang akan membawanya pergi mengarungi bahtera kehidupan sesungguhnya. Halah, terlalu berat berpikir tentang cinta sejati. Ardhia masih ingin menikmati hidup tanpa ikatan yang membelenggu kebebasan.

Tidak dapat dipungkiri setelah menikah, kewajiban-kewajiban sebagai seorang istri sudah menanti. Aduh apaan sih? Mikir jauh-jauh amat, helow ... pacar aja belum ada, sudah mikir tentang kewajiban. Skip ah ... Ardhia malu sendiri.

****

Keesokan harinya, Farah, Dina dan Sonia datang lagi menjenguk. Rame lagi rumah Xl dengan canda-canda mereka.

"Aduh kok kita di rumah terus ya?" tanya Sonia. "Tiang listrik aja di luar masa kita kalah, di dalam terus," sambungnya disambut gelak tawa.

"XL kan masih sakit, masa kita tinggal bersenang-senang di luar sementara dia, manyun terus di rumah," kata Dina. Sok perhatian kali maksudnya.

"Magic com keles di rumah terus, kamu sudah kuat belum kalau jalan-jalan?" tanya Farah. Sepertinya ia jenuh ingin refreshing keluar rumah.

"Belum masih lemas, nanti saja kalau kita melamar pekerjaan, kita berangkat rame-rame," jawab Xl.

"Oke, fix, Senin depan kita berangkat," kata Sonia.

"Memang tempat kerjamu kenapa?" aku bertanya heran. Seingat Xl, Sonia sudah bekerja.

"Aku males, masa aku makan kue bubuknya aja, gajiku ditahan sehari," papar Sonia getir.

Sonia memang bekerja pabrik pembuatan kue kaleng. Ardhia cuma manggut-manggut saja.

Ngobrol ngalor-ngidul gak jelas, membuat waktu tidak terasa. Hari sudah sore ketika mereka pamit. Berjanji hari Senin bertemu di halte depan sebuah universitas dekat asrama Brigif.

Tiga hari cukup untuk diri Xl memulihkan kondisi tubuhnya. Kini ia tidak pernah lagi menahan lapar demi berat badan berkurang beberapa ons.

Hari yang dinanti tiba, Xl sedikit berdandan biar wajah tidak pucat, atau disangka tidak mandi karena kucel. Harap-harap cemas ia bersama Farah duduk menunggu wawancara.

Yes.

Mereka diterima bekerja di pabrik elektronik. Xl dan yang lainnya dibawa ke sebuah ruangan untuk dipilih oleh kepala kelompok departemen. Masing-masing diberikan baju seragam.

Ardhia dan Farah ternyata tidak satu departemen, Farah di departemen audio dan Ardhia di televisi. Senangnya hati diterima bekerja. Tugas Xl adalah mengencangkan secrew di PCB. Biasalah anak baru belum dikasih tugas yang rumit-rumit. Ada istirahat lima menit di jam sepuluh dan jam tiga, sekedar buat meluruskan punggung.

"Hai anak baru, sini!" seru seseorang saat istirahat lima menit itu. Ia senior, kata orang-orang sih senang ngebully orang.

Dengan perasaan segan Xl datangin dia. Xl tahu namanya dari kartu karyawan yang tersemat di dadanya.

"Ya, Mbak Titik," jawab Xl sambil mendekat.

"Coba kamu muter ke belakang," katanya. 

Rupanya wanita itu mau merundung, tetapi XL

 ikutin saja. Gadis itu berputar sedikit. Wanita itu dan kawan-kawannya cekikikan pelan sambil menutup mulutnya. Xl menatapnya, dalam hatinya berkata, 'Tunggu saja perhitunganku.'

Jam istirahat utama tiba, semua keluar untuk makan di kantin. Xl sang anak baru pun tidak ketinggalan. Ia mengikuti arus orang-orang, karena belum tahu seluk beluk pabrik tempatnya bekerja.

Brukkk.

Satu suara terdengar, lalu diikuti suara riuh tertawa. Seseorang jatuh terlentang di belakang Xl, saat ditengok ternyata Mbak Titik. Ia nampak sangat malu. 'Lunas,' hati Xl tertawa.

Farah yang melihat dari kejauhan melambaikan tangannya kepadanya. Cepat-cepat gadis itu mendekat, Xl senyum-senyum ingat kejadian barusan.

"Aku curiga nih, ada apa?" tanya Farah.

"Aku dibully orang," jawabnya sambil berbisik.

"Oleh siapa?"

"Itu yang barusan jatuh dan jadi tertawaan orang," jawab Xl sambil tersenyum penuh arti.

"Aku curiga dengan senyummu." Farah yang sudah tahu sifat temannya memandang curiga. Xl hanya tertawa kecil. "Kamu apakan dia?" Ia bertanya seperti rentetan peluru. Dar der dor.

Gadis gendut itu mengeluarkan tangannya yang sejak tadi tersembunyi di kantong baju seragam. Mata Farah membulat saat Xl mengeluarkan sesuatu dari sana. Xl menutup mulutnya menahan tawa. Xl memasukkan kembali benda itu ke dalam kantongnya.

"Bagaimana caranya kau buat dia terjatuh?" tanya Farah semakin penasaran.

"Kasih tahu gak ya," jawabnya sambil mengerling nakal.

"Pakai rahasia-rahasia segala," cibir Farah kesal.

"Sini aku kasih tahu." Xl mendekatkan bibirnya ke telinga Farah. Farah tergelak mendengarnya. Beberapa orang nampak menoleh mendengar tawa Farah. 

"Ssstt ...."

Ardhia menempelkan telunjuk di bibir, isyarat agar Farah diam.

*Duuh, Ardhia bikin penasaran saja deh, apa sebenarnya benda tersebut? Tunggu bab selanjutnya*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status