Sama seperti semalam, hari ini aku juga pulang saat matahari sudah tenggelam di ufuk barat.
Untungnya hari ini tidak terlalu melelahkan, kami hanya berkeliling sebentar melihat kampus, lalu para panitia mengajak kami melihat gedung fakultas yang akan kami gunakan untuk kuliah nantinya.
Bosan? Ya jelaslah, tapi untung saja aku sudah punya teman yang di ajak bicara. Si Fanie, aku sudah ingat namanya. Hehehehe.
Aku berguling-guling di lantai mencari bagian yang dingin dari lantai keramik ini. Kenapa rasanya sangat panas begini sih?
Aku melirik sekilas pada AC yang terpasang di atas dinding, hidup. Bahkan angka di layar itu sudah menunjukkan pada angka 17°C.
Biasanya aku sudah merasa cukup dingin.
Pikiranku teralih saat pintu kamar terbuka, dan langsung terlihat sosok Om Aska memasuki kamar dengan wajah tripleksnya itu.
Untuk sesaat pandangan kami sempat beradu satu sama lain, tapi dengan cepat dia langsung memutuska
"Om mampir bentar ya nanti di depan!" kataku saat Om Aska mulai menghidupkan mesin mobil."Depan mana?" tanyanya datar."Depan situ om!""Ngomong tuh yang jelas dong! Gak usah setengah-setengah kayak gitu, tunjuk gitu biar lebih jelas," dia ini kenapa senang sekali sih mengomeliku?Kali ini aku benar, dia sudah mirip sekali dengan ibu-ibu cerewet."Minimarket depan situ om!" Aku menunjuk ke arah minimarket yang letaknya di ujung jalan sana. "Ada yang mau aku beli, lagi butuh bangettt." Aku cengar-cengir di depan wajahnya."Ya ya ya," timpalnya dengan nada seperti mengejekku. Kalau ku pukul dia, dosa gak ya? Aku kesal sekali, baru saja tadi dia bersikap manis padaku. Ternyata sikap manisnya itu tidak tahan lama-lama ya. Dan lagi lumayan langka ternyata. Huh.Kami sampai di minimarket yang ku tunjuk tadi padanya, begitu sampai aku langsung turun tanpa mengatakan apapun.Beberapa langkah lagi aku akan sampai di pintu masuk,
"Ini beli di mana non? Kok enak gini ya rasanya," tanya Bik Inah yang duduk di seberangku, dia tampak begitu menikmati sate yang ku beli bersama Om Aska tadi.Karena moodku yang berubah jadi buruk, aku langsung menawari Bik Inah makan sate miliknya Om Aska. Karena di saat-saat seperti ini aku tidak akan sanggup makan dua bungkus sekaligus."Hehehe, bibi suka ya?" tanyaku balik tanpa menjawab pertanyaan dari Bik Inah."Iya non." Bik Inah tertawa pelan."Yaudah, kalau nanti Yara keluar lagi. Nanti Yara belikan, khusus buat Bik Inah," tawarku yang langsung mendapat jempol dua oleh Bik Inah."Eh tuan Aska mana non?" tanya Bik Inah kemudian."Bukannya tadi non keluar barengan sama ya?" lanjutnya lagi."Emmm itu." Aku bingung mau jawab apa."Itu Om Aska tiba-tiba mules, jadi langsung naik ke atas," jawabku yang tentunya seratus persen hoax alias bohong."Ooooo gitu, mau bibi beliin obat?" tawar Bik Inah yang menganggap serius
Apa ini? Kenapa aku merasakan jantungku terus-terusan berdetak seperti ini?Sekarang aku seperti tersadar, apa yang sedang terjadi padaku.Ini bukan pertama kalinya aku merasakan hal seperti ini. Dulu semasa SMA, jantungku juga sering berdetak tidak karuan saat aku berdekatan dengan orang yang ku sukai.Tapi, untuk sekarang.Tidak mungkin kan kalau aku menyukainya? Ini tidak mungkin.Ini tidak pernah terlintas sedikitpun di pikiranku. Karena aku menganggap memang pernikahan kami i i tidak akan mungkin bertahan lama, dan lagi dia juga tidak menyukaiku.Tapi sekarang. Aku meraba dada kiriku dan merasakan detak jantungku dari luar sini, benar. Semakin memikirkannya, jantungku semakin berdetak kencang seperti lajunya kereta api. Aw, mungkin aku agak lebay ya mengatakan itu. Tapi, itulah yang ku rasakan.Ya Tuhan, apa lagi ini? Kau tidak benar-benar akan membuatku suka padanya kan?Awas saja kalau itu s
Hari sudah tampak gelap, lampu-lampu yang di pasang untuk menerangi jalan juga sudah mulai hidup.Aku menengadah melihat ke atas, langit malam ini terlihat lebih gelap di banding hari kemarin. Awan-awan hitam mulai berkumpul di sana, menandakan sebentar lagi akan turun hujan.Ini sudah terlalu malam dibanding dua hari kemarin, dan kami baru saja selesai OSPEK di hari terkahir kami. Sedikit berlega hati karena besok tidak perlu bangun terlalu pagi dan di kejar-kejar oleh teriakan para senior di kampus.Aku dari sekian banyak mahasiswa baru masih di sini, di kampus maksudnya.Pandanganku lurus ke depan, melihat sekumpulan MABA yang sudah bersih-siap pulang dengan kendaraan yang mereka bawa ke kampus tadi pagi.Dan sebagian lainnya sudah mulai berjalan keluar gerbang dengan berjalan kaki. Mungkin mereka akan naik angkutan umum nantinya. Di malam hari seperti ini naik angkutan umum? Ku rasa adalah ide yang buruk.Kemudian
"Kamu kok diem aja sih Yar?" tegur Dion saat kami sudah berada di jalan raya. Sepertinya dia merasa sedikit bosan kalau aku terus-terusan diam tidak ngomong apapun tadi.Bukannya aku gak mau ngomong, tapi emang gak tau juga mau ngomong apa. Kami kan udah lama juga gak jumpa, jadi aku ngerasa kayak jadi canggung gitu lagi. Salah gak ya keputusan aku ikut pulang sama dia. Tapi kalau di pikir-pikir lagi, ah udahlah! Udah terlanjur juga. Udah mau sampai lagi ni.Aku menoleh padanya, sambil tersenyum tipis. "Hehehehe gak tau juga mau ngomongin apa," jawabku jujur sambil tercengir menampakkan gigiku."Ck." Aku mendengar nya berdecak pelan. "Kayaknya dulu kamu itu orangnya paling gak bisa diem deh, bahkan suka ngomong-ngomong hal yang gak penting lagi." Dion tertawa keras seolah-olah mengejekku."Eh kamu ya!" Aku memukul kuat lengannya."Ha ini ni," dia melirik sekilas padaku, masih tertawa. "Ini kebiasaan kamu yang gak bisa hilang, suka bange
Aku mengarahkan tanganku ke dinding sambil terus meraba-raba, mencari saklar lampu.Klik.Seketika cahaya terang dari lampu menyinari kamar kami yang tadinya gelap gulita. Aku menghembuskan pelan nafasku, lalu melihat ke arahnya yang kini sudah tergeletak di atas ranjang.Perasaan tadi dia di sampingku, dan pegang tanganku lah, terus kenapa dia tiba-tiba sudah sampai di sana saja?Hey om! Kau membuat jantungku deg-degan tau tadi. Tapi sekarang, huh.Setalah menaruh tas dan beberapa barang yang ku bawa ke kampus tadi, aku segera pergi ke kamar mandi.Aku sudah sangat gerah dan keringat juga sudah mulai membanjiri tubuhku. Aku sangat bersyukur karena walaupun aku sedang keringat, tubuhku tidak mengeluarkan bau-bau masam yang sangat menyengat.Aku menenggelamkan diriku di bathup sampai batas leherku.Awalnya aku ingin menikmati waktu mandiku yang sangat sebentar ini. Tapi, sekelebat bayang-bayangan te
Sambil menunggunya siap dengan gosok giginya, aku duduk santai sambil menyender di kepala ranjang. Mengambil bantal dan meletakkannya di atas pahaku.Aku sedikit menengadah, menatap lurus melihat jam yang tertempel di dinding. Jam sembilan lewat. Ini belum jadwalnya aku untuk tidur, masih terlalu cepat.Satu-satunya alasan kenapa aku sudah stan bye di tempat tidur, karena dia mengingat ucapanku tadi sebelum makan. Ada suatu hal yang ingin sekali di omongin olehnya. Jadi ya beginilah akhirnya.Aku mencoba menenangkan diri agar tidak syok dengan yang akan di katakan olehnya nanti. Eh tunggu!Mungkin saja dia mau membahas soal pernikahan kami yang berjalan sangat buruk ini. Hahhahaa, aku akan sangat bersyukur kalau dia mengajakku untuk mengangkhiri hubungan ini. Karena sepertinya dia sangat tidak suka melihatku dekat dengannya, hanya mengajaknya bicara saja dia menatapku penuh dengan tatapan tajam yang menusuk.Walaupun aku sem
Aku duduk sambil mengaduk-aduk makanan yang jadi sarapan pagiku ini. Ku gigit bibir bawahku, upaya menghilangkan rasa grogi yang sedari tadi datang menyerbu. Gara-gara perlakuan anehnya tadi malam, aku jadi terus-terusan berfikiran yang aneh mengenai dirinya.Perlahan ku dongakkan kepalaku dan melihat ke arah depan, tepat di mana Om Aska tengah duduk sambil menyantap sarapan paginya. Sesekali dia bergumam pelan menikmati masakan yang di buat oleh Bi Inah tadi.Sepertinya suasana hatinya tengah bahagia, bisa di lihat dari ujung bibirnya yang tertarik ke atas beberapa kali. Ah, dia tampak sangat imut kalau begitu. Tapi, bisa tidak dia menyingkirkan janggutnya yang mulai tampak memanjang itu. Dia jadi benar-benar tampak seperti orang yang sudah tua.Dia menghentikan aktifitasnya lalu melihat ke arahku. Ya Tuhan, dia tahu tidak ya kalau sedari tadi aku terus memperhatikannya.Aku segera menunduk kembali, rasanya aku malu sekali. Wajahku terasa mem