Share

Bab 5. Kedatangan Raka

Sebuah mobil mewah berwarna hitam legam berhenti di depan rumah. Ibu, Imah dan Kak May mengikuti Mas Alif menuju teras. Tampak Imah sudah tampil berbeda dengan riasan tebal dan pakaian sedikit terbuka. Entah kenapa Ibu justru menyuruhnya berpakaian seperti itu. Menurut beliau pakaian orang kaya memang seperti itu.

Aku yang mengintip dari balik pintu, melihat sosok Raka keluar dari pintu mobilnya.  Saat ini penampilannya lebih formal. Raka tampak lebih berwibawa dengan stelan jas abu tua. Wajah Ibu tampak sumringah melihat penampilan sahabat Mas Alif itu. Sepertinya Raka baru saja pulang dari kantor kemudian langsung menuju ke sini.

"Assalamualaikum ..."

"Waalaikumsalam ..."

"Ayo silakan masuk, Nak Raka!" sapa ibu dengan sangat ramah. Sementara Imah yang berada di samping Ibu ikut tersenyum pada laki-laki itu.

"Terima kasih, Bu, Dek Imah," sahut Raka.

"Ayo silakan masuk, Bos!" Mas Alif merangkul Raka ke dalam.

Kemudian terdengar obrolan basa basi mereka di ruang tamu. Jelas sekali terlihat sikap ibu yang berlebihan pada Raka.

Aku segera masuk menuju dapur, hendak membawa minuman yang sudah kubuat sejak tadi. Namun tiba-tiba saja Imah menghadangku di depan pintu dapur.

"Minggir! Aku aja yang bawa!" tiba-tiba Imah merebut nampan berisi minuman yang sudah berada di tanganku.

"Tumben?" tanyaku heran seraya mengernyitkan dahi.

"Berisik! Udah kak Shinta di sini aja disuruh ibu. Nggak usah keluar!" tegas Imah sebelum dia keluar membawa minuman.

Hmm ..., enak saja aku disuruh diam di dapur. Sedangkan semua pekerjaan sudah aku selesaikan. Perlahan aku melangkah menuju ke ruang tamu.

Ibu melotot ketika melihatku ikut duduk disalah satu kursi di ruang tamu. Sementara Mas Alif juga menatapku kesal. Sebaiknya aku tidak menghiraukan tatapan mereka.

"Assalamualaikum ...." Terdengar suara seorang wanita mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam ....,"

Ternyata si Mela itu datang juga. Kini wajah Mas Alif yang tampak berseri-seri melihat kedatangan perempuan itu. Ibu langsung menghampiri dan memeluk Mela. Sesuatu yang belum pernah beliau lakukan padaku, menantunya.

Aku hanya bisa menahan sesak melihat perlakuan istimewa mereka terhadap Mela. Kak May yang terkenal sangat judes pun bersikap sangat ramah padanya.

"Maaf, bisa tolong antar ke toilet?" tiba-tiba Raka menghampiriku.

"Oh ya, mari silakan!" sahutku sambil melangkah ke belakang. Raka mengikutiku.

Sepertinya Mas Alif, Ibu dan lainnya tidak memperhatikan. Mereka sedang sibuk menyambut Mela.

"Tunggu! Siapa kamu sebenarnya?" Aku tersentak ketika tiba-tiba Raka menepuk pelan lenganku hingga langkahku terhenti.

Sontak aku menoleh ke belakang. Apa maksud pertanyaannya? Apa ada hubungannya dengan panggilan nama kecilku kemarin?

Raka menatapku penuh tanda tanya. Sesaat kami saling menatap dalam diam.

"Maksud kamu ...?" tanyaku kemudian.

"Siapa kamu sebenarnya?" tegasnya lagi dengan tatapan tajam, membuat jantungku berdebar. Kenapa mata itu seperti tidak asing bagiku? Seakan aku pernah melihatnya.

"Dia yang bantu-bantu kita di sini. Sudahlah, nggak penting juga. Mas Raka mau ke toilet ya? Yuk Imah antar!" Ternyata Imah sudah berada di belakang kami.

Raka terus melangkah mengikuti Imah. Namun sesekali menoleh padaku.

Eh, tadi Imah bilang apa? Aku pembantu di sini? Kurang ajar sekali adik iparku itu. Ya Tuhan, sampai kapan mereka seperti ini.

Aku harus berusaha keras mencari orang-orang kepercayaan orang tuaku. Setidaknya jika aku pergi dari sini, ada tempat yang menjadi tujuanku. Aku tidak mungkin kembali ke panti dan membuat susah Ibu panti.

---------

Selama makan malam berlangsung, ibu tak henti-hentinya menyuruhku ini dan itu. Pasti beliau sengaja agar aku tak dapat bergabung dan memperkenalkan diri pada Mela dan Raka. 

Namun aku merasa Raka seringkali mencuri pandang padaku. Sepertinya dia juga sedang mencari kesempatan untuk berbicara padaku. Namun Ibu dan Imah sibuk mengajaknya bicara.

"Nak Raka, ngomong-ngomong makasih sudah terima Alif bekerja di kantoran. Wah, pasti gajinya gede dong." Ibu membuka pembicaraan.

"Ya, Bu. Semoga Alif betah kerja di sana," sahut Raka.

"Nak Raka kenapa belum menikah? Belum ada calonnya?" Ibu sepertinya aktif sekali bertanya-tanya pada laki-laki itu.

"Hehehe .... Calonnya masih saya cari, Bu," sahutnya seraya tertawa. Namun aku menangkap lirikan matanya padaku. Entah berapa kali kami bertemu mata tanpa ada tegur sapa.

"Sering-seringlah main ke sini, Nak Raka. Nanti biar si Imah masakin yang enak-enak seperti tadi. Imah ini masih muda, tapi sudah pandai memasak."

Apa ibu bilang? Jelas-jelas semua ini aku yang masak. Si Imah hanya bermain ponsel saja kerjanya dari pagi. Adik iparku itu memang hobinya rebahan sambil pegang ponsel.

Imah tampak salah tingkah mendengar pujian ibu.

"Sepertinya sudah malam. Saya pamit pulang dulu." Terdengar suara Raka yang sepertinya akan pulang.

Aku yang berada di ruang makan bersebelahan dengan ruang tamu, bisa dengan jelas melihat laki-laki itu melirik padaku.

"Mbak, bisa minta tolong ambilkan tissue?" Aku terkejut karena tiba-tiba Raka menghampiriku.

Nampak raut wajah tak suka dari Ibu dan Mas Alif. Aku pura-pura tidak melihatnya.

"Sebentar saya ambilkan," sahutku sambil beranjak ke meja makan mangambil beberapa helai tissue.

Tapi Raka justru perlahan melangkah seperti mendekatiku.

"Ini tissuenya." Aku menyerahkan tissue pada laki-laki yang ternyata sudah berada di sebelahku.

Sontak aku hampir terlonjak. Ketika Raka menyelipkan sesuatu ke tanganku ketika tissue itu berpindah tangan. Seperti sebuah kertas. Aku jadi paham maksudnya meminta tissue padaku. Segera kumasukkan kertas itu ke kantong gamisku. Beruntung tidak ada yang melihatnya.

"Maaf tadi mobil saya ketumpahan air minum, jadi agak basah. Saya baru ingat di mobil tidak ada tissue hahaha ...," jelasnya sambil tertawa.

"Iya ...nggak apa-apa, Bos." sahut Mas Alif.

Mas Alif mengantar Raka sampai ke mobilnya. Raka melambaikan tangannya saat mobilnya mulai melaju. Ibu dan imah sangat bersemangat membalas lambaiannya. Ibu dan anak itu tersenyum bahagia. Mereka sangat yakin akan mendapatkan Raka.

"Bu, Imah, Kak May, Aku pamit pulang juga ya ...." Tak lama kemudian si Mela juga berpamitan.

"Lif ..., antar Nak Mela pulang!" teriak Ibu pada Mas Alif yang masih di depan.

Dengan semangat Mas Alif langsung menghampiri Mela.

"Oke. Yuk! Aku antar," ajaknya. Kemudian melangkah menghampiri motornya.

Tak lama kemudian terdengar suara motor Mas Alif menjauh. Mungkin dia sudah pergi mengantar Mela.

Setelah merapikan sisa-sisa makan malam dan membersihkan rumah, Aku masuk ke dalam kamar. Mas Alif belum pulang. Padahal rumah Mela sangat dekat.

Tiba-tiba aku teringat kertas yang di selipkan Raka ke tanganku. Dengan penasaran kurogoh kantong gamisku. Dan ternyata ....

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Sovia Yulianti
suka ambil munka
goodnovel comment avatar
kezia desta
dih imah keganjenan kaga bisa masak diagul2in ama i bunya ck8 mon maaf raka kaga selevel ama kalian
goodnovel comment avatar
Mas Rida
suka ambil muka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status