Sekuat tenaga Batari menahan diri agar jangan menunjukkan sikap cengengnya. Dulu ia bisa berlaku demikian sebab ada bude Suyati yang sering mendengar unek-unek dan menghibur hati di kala gundah.Kini menyandang gelar ibu, Batari harus keras pada diri sendiri."Lalu, mengapa pria desa bisa berada di tempat yang sama dengan kamu?" Xabier merendahkan nada suaranya."Sudah saya bilang, saya menolak saat diajak oleh Mas Wisang. Mengapa dia ada di sana saya tidak tahu, Pak." Suara Batari meninggi, geram dengan pertanyaan yang menyiratkan kecurigaan Xabier. "Di sana aku menemukan kamu terduduk kesakitan, ada hubungan dengan dia, bukan?" Xabier ingin melihat sikap jujur Batari, meskipun telah mengetahui semuanya. Batari memejamkan kedua mata lalu menghela nafas lelah, dia tidak memahami maksud Xabier menanyakan peristiwa di terminal untuk apa. "Karena saya menolak, dia... dia... menarik tubuh saya untuk ikut bersamanya," ucap Batari sambil memeragakan diri.Batari merasa cukup atas pertanya
Batari tidak jadi melangkah ke dapur, ia kembali ke kamar lalu mengunci pintu. Batari menyenderkan tubuhnya ke daun pintu sembari memegang dadanya yang berdegup kencang.Dipejamkan kedua matanya sambil menghela nafas untuk menentramkan rasa batin yang beriak tak jelas. Batari menggeleng-geleng berusaha menolak apa yang baru saja terjadi sebagai dorongan kebutuhan seorang suami pada istrinya."Tidak, pak Xabier bukan untuk saya. Tadi suatu kekeliruan," ujar Batari memberi kekuatan pada diri sendiri. Batari melakukannya sebab yakin tidak ada perasaan berubah pada diri Xabier terhadapnya. Meski Batari melihat kebaikan Xabier, baginya itu sebatas tanggung jawab tidak lebih.Saat kelopak matanya terbuka, manik Batari memanas seperti akan menangis kembali. Batari mendongakkan kepalanya, mengipas-ngipas seakan ingin menghalau bening itu untuk turun yang kadang mampu melemahkan dirinya lagi.Suara tangisan Xaba menjeda permenungan Batari, gegas ia mendapati bayi mungil yang sedang kehausan. B
Sore ini, usai Andalaska mengunjungi beberapa butik miliknya ia kembali pulang ke rumah. Andalaska wanita kaya raya, tetapi merasa hampa sebab kedua anaknya telah memiliki pilihan hidup masing-masing. Namun demikian, Andalaska tetap berusaha menarik anaknya bila mereka dianggap tidak sesuai jalur, seperti Xabier yang dirasa perlahan menjauh darinya. Untuk Xinda, agar anak perempuannya itu tidak bernasib seperti Xabier, Andalaska telah mengultimatum jenis teman yang boleh menjadi calon pasangan putrinya itu. Andalaska duduk santai seorang diri di ruang keluarga, menyalakan televisi menggonta-ganti saluran."Diberitakan seorang pria berinisial BW, menjadi tersangka dalam upaya penculikan seorang perempuan BA, istri dari pengusaha dan model kenamaan, EXS." Diperlihatkan seorang pria berdiri memakai pakaian oranye di belakang penegak hukum berbaju coklat.Mata Andalaska membelalak, menyesuaikan pandangan dengan melihat kembali apakah benar paras yang ada di televisi merupakan Wisang. An
Xabier bermain sebentar dengan putranya, Xaba. Xabier yang tadinya lelah karena menjalani hari kerja yang sibuk dibuat semangat begitu melihat Xaba dan gerakan kecilnya.Tidak bisa Xabier menahan senyum saat bertemu dengan cerminan kecil dirinya. Xaba yang mungil hadir melembutkan hati Xabier yang lama kaku dan pelit senyum.Xaba terlihat mulai mengantuk, beberapa kali dia menguap dan seperti ingin beristirahat."Kamu mau tidur ya, yang nyenyak ya jagoan papa, jangan cepat besar, soalnya orang dewasa hidup penuh masalah," ujar Xabier bercanda sambil tersenyum.Batari tidak bisa menahan senyum di belakang tubuh Xabier. Apa yang dikatakan suaminya tentu saja tidak dimengerti oleh Xaba, Batari berpikir kalau Xabier sepertinya perlu teman cerita.Xabier menyerahkan Xaba ke dalam gendongan Batari. Kali ini Batari tidak impulsif lagi sebab setiap kali ingin menggendong Xaba, Xabier selalu minta izin pada istrinya itu."Sesudah menidurkan Xaba, temui aku di ruang keluarga," ucap Xabier lalu
Sampai pagi harinya, Xabier tidak berniat untuk membahas tentang Wisang lagi. Beberapa kali Batari minta untuk bicara lagi pada Xabier."Tentang Wisang lagi?" Batari mengangguk.Xabier menatap malas pada Batari yang terlihat memperjuangkan kebebasan Wisang, sementara Xabier dengan usaha besar mengupayakan Wisang mendapat ganjaran."Aku banyak pekerjaan di restoran, mau kunjungan ke cabang."Begitulah alasan terakhir Xabier, tanpa mau menatap istrinya lagi. Xabier tidak habis pikir sebegitu berharganya kebebasan seorang Wisang untuk Batari.Xabier meninggalkan Batari usai berpamitan pada Xaba yang ada dalam gendongan Batari. Menegur Batari di depan Xaba tidak dilakukan Xabier, ia masih punya hati untuk anaknya itu.Batari seperti orang lesu sebab permintaannya tidak digubris olehsuami. Batari kembali ke kamar sebab bayi kecilnya terlihat mengantuk. Xaba ditaruh kembali ke kotak tidurnya yang seketika itu langsung lelap.Batari tersenyum melihat putranya yang wajah blasterannya semaki
Xabier gelisah seharian, sampai-sampai terbawa ke rumah. Muncul rasa enggan untuk menemui ibunya, keterkejutanlah yang membuat Xabier merasa demikian. Dia tidak menyangka Andalaska senekat itu bekerja sama dengan Wisang untuk memisahkannya dari Batari. Sebelumnya, Xabier bahkan meminta pada ibunya agar pilihannya mempertahankan rumah tangga dihargai sebab ia tak ingin Xaba dari kecil memiliki keluarga yang tidak sempurna.Sambil memegangi ponselnya, Xabier berjalan bolak balik di taman belakang rumahnya. Rasa gundah memenuhi dirinya antara menghubungi ibunya meminta penjelasan atau meneruskan kasus hukum yang pasti akan menyeret Andalaska. Batari memang sepenting apa? bisik hatinya yang diam-diam mengambil kesempatan mempertanyakan kemurnian alasan Xabier. Untuk Xaba atau Batari? Hatinya mencemooh Xabier. Rahang Xabier mengetat kuat, ia ingin melampiaskan amarah, tetapi ia hanya sendiri di sana."Rumit sekali," lirih Xabier lalu menghempas tubuhnya ke bangku taman. Xabier hanya dit
"Untuk apa Mama bekerjasama dengan Wisang? Batari dan anaknya hampir celaka saat itu."Pagi ini Xabier memutuskan mengunjungi rumah mamanya, setelah tarik ulur keputusan. Andalaska dan Xinda tengah asyik menikmati sarapan sewaktu pertanyaan itu dilontarkan oleh Xabier. "Astaga, kamu datang, Nak. Mari duduk makan sama mama dan adikmu." Andalaska berdiri lalu menarik satu kursi yang paling dekat dengan dirinya."Maaf, Ma. Aku datang kemari bukan untuk makan."Gerak Andalaska terhenti di udara begitu mendengar penolakan ketus putra pertamanya. Xinda hanya diam menilai situasi yang sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Andalaska kembali duduk ke bangkunya, ia mencicipi potongan roti kesukaannya. Sementara itu, Xabier tetap setia berdiri dan menunggu jawaban dari mamanya."Kakak, duduk dulu kalaupun tidak mau makan." Akhirnya Xinda angkat bicara di sela ketegangan pagi yang sedikit mendung di luar.Xabier bersedia mengikuti arahan adiknya, ia memilih bangku yang paling jauh dari Andalas
Hari ini tepat dua bulan usia Xaba, Batari sudah mulai tidak membedongnya sepanjang hari. Tangan dan kakinya bergerak-gerak bebas. Batari senang melihat tumbuh kembang putranya."Bu Tari." Terdengar panggilan dan ketukan pintu kamar Batari.Batari meninggalkan putranya untuk membuka pintu."Ada apa?""Bu, ada tamu datang untuk menemui Ibu. Namanya Xinda, Bu," lapor Sri lalu meninggalkan Batari."Untuk apa mbak Xinda datang ke sini?" ujar Batari pada dirinya sendiri.Berhubung Xaba tidak tidur, Batari memutuskan membawanya untuk menemui Xinda di ruang tamu."Mbak Xinda sudah lama datang?" tanya Batari sembari menggendong Xaba."Tidak lama, Kak." Xinda berdiri. Wajahnya semula datar berubah senang tatkala melihat Xaba dalam pelukan Batari.Mereka duduk dan berdiam dengan fokus melihat Xaba yang bergerak-gerak."Ada apa mbak datang kemari?" Batari memberanikan diri menanyakan keperluan Xinda yang mendadak mengunjungi dirinya.Tatapan Xinda pada Xaba beralih pada Batari, teringat pada tuju