Jenna sangat membenci Kala, sahabat kakaknya, sejak dia masih kecil. Pria itu selalu membully-nya dan membuat semua pemuda yang menjadi kekasihnya memutuskannya. Namun, apa jadinya jika sang ayah justru memintanya untuk menikah dengan pria itu? Jenna tentu tidak akan mau, karena dia sudah memiliki tambatan hati. Pria yang perhatian padanya dan tidak pernah mengolok-oloknya seperti yang dilakukan oleh Kala. Tapi, bagaimana jika kesehatan sang ayah menurun karena Jenna menolak untuk menikah dengan Kala? Apa dia harus menerima musuh bebuyutannya menjadi suami?
Lihat lebih banyak"Jennaaa! Pakai baju mbok yo yang sopan! Masa baju kok kaos gombrong sama celana dalam tok iku lho!"
Jenna berdecak sambil memutar mata, lalu menghembuskan nafas lelah karena ibunya selalu mendramatisir keadaan. "Celana dalam apanya sih, Ma? Ini tuh namanya hotpants. Celana pendek," bantahnya. "Ck! Celana apa modelnya kok kelihatan pantatnya begitu? Ganti sana!" "Buat apa sih, Ma? Toh ini juga lagi di rumah aja. Ntar kalau Mas Rangga dateng, aku pasti ganti baju kok," jawabnya dengan malas. Bu Via berkacak pinggang sambil melotot. "Mama bilang ganti baju ya ganti baju! Yang lebih sopan dan tertutup." Jenna tidak menggubris. Masih sibuk berbalas pesan dengan Rangga, pria yang menarik hatinya. Setelah entah berapa kali dia selalu gagal menjalin hubungan dengan lawan jenis, baru kali ini dia menemukan pria yang cocok dengan hatinya. "Nanti sore nggak boleh keluar sama Rangga! Mama nggak suka sama anak itu. Ayahmu juga nggak suka," teriak Bu Via sambil melenggang menuju ke dapur. Perkataan sang ibu membuat mood Jenna hancur. Entah kenapa orangtuanya tidak setuju jika dia menjalin hubungan dengan Rangga. Padahal pria itu baik dan tidak neko-neko. Tidak pernah kurang ajar juga padanya. Hanya Rangga yang bisa membuatnya merasa bahagia, setelah sekian lama dia harus terus memendam kebencian... Ting tong! Jenna menoleh ke arah pintu yang tertutup. Rasanya malas sekali jika harus menghadapi tamu saat mood berantakan begini. Ting tong! "Maaa! Ada tamuuu!" teriak Jenna sambil rebahan di atas sofa di depan TV, enggan beranjak dari tempatnya. "Bukain sana! Mama masih sibuk masak!" Lagi-lagi Jenna berdecak. Dengan malas bangkit dari tidurannya tanpa peduli dengan penampilannya. Paling-paling juga teman-teman arisan sang mama. Buat apalagi ibunya memasak banyak dan berat-berat kalau bukan untuk acara arisan? Ting tong! "Iya bentar!" teriak Jenna dengan kesal. Usia 21 tahun belum membuat Jenna bisa bersikap dewasa, meskipun dia sudah bekerja sebagai resepsionis di sebuah hotel bintang lima. Dengan sedikit hentakan, Jenna membuka pintu. Wajahnya ditekuk karena merasa hari liburnya sudah terganggu. "Ya? Mencari siapa...." Mata Jenna langsung melotot begitu melihat siapa tamu yang tak diharapkan itu. "Mas Arman!" Refleks Jenna melompat ke dalam pelukan kakak laki-laki satu-satunya itu hingga Arman sedikit mundur karena tak siap. Tapi pria itu dengan sigap menangkap tubuh Jenna yang mungil sambil tertawa terbahak-bahak. "Masih kecil aja sih kamu, dek? Mas tinggal tiga tahun aja kok nggak ada perubahan kamu? Masih kayak anak SMA." Jenna tidak mempedulikan ledekan kakaknya itu saking kangennya. Tiga tahun tidak pernah bertemu, karena sang kakak ditugaskan ke cabang perusahaan di luar negeri. "Lho, kok nangis? Nanti hilang imutnya," ledek Arman lagi. Tangisan Jenna malah makin keras. Dia terlihat seperti anak remaja yang sedang merajuk pada ayahnya dengan posisinya yang sekarang. Kedua tangan memeluk erat leher Arman, sedangkan kedua kakinya membelit pinggang pria itu. Sampai-sampai dia tidak sadar bahwa pakaiannya tersingkap dan memperlihatkan...bagian tubuh yang tadi diomelkan oleh Bu Via. "Kakak jahat! Kok tega sih nggak pulang-pulang? Padahal aku kangen banget..." Mata Jenna melotot ketika melihat ada 2 orang lain di luar pintu. Tubuhnya langsung membeku saat itu juga. Matilah dia! Buru-buru dia turun dari pelukan Arman dan memperbaiki bajunya yang tersingkap. Alamak, malu sekali! "Ehem! Eh, ada temen-temennya Mas Arman. Kok nggak ngomong daritadi?" ucap Jenna dengan tertawa canggung. Salah satu pria itu malah cengengesan sambil mengusap tengkuk. "Maaf ya, Jen. Kami nggak mau mengganggu reuni kalian. Kami cuma mau mampir sebentar kok, habis itu pulang. Kangen sama masakan Tante Via," jawab Bayu, pria berambut cepak yang memang sering berkunjung ketika masih masa-masa sekolah dulu. "Oalah, pantesan mama masak banyak hari ini. Ayo, masuk aja." Jenna mengulurkan tangan untuk menyalami Bayu sambil tersenyum ramah, kemudian dia beralih pada pria yang sejak tadi hanya diam sambil menatapnya tajam. Senyum Jenna langsung lenyap saat itu juga, berganti dengan kerutan di antara kedua alisnya yang begitu dalam dan mata menatap tak suka. Pria itu adalah sumber penderitaannya sejak dulu. Pria yang selalu membully-nya, mengata-ngatai ukuran tubuh dan warna kulitnya, serta perlakuan-perlakuan tidak menyenangkan yang membuat Jenna sering menangis. "Ngapain kamu ke sini? Sana pergi!" hardik Jenna dengan hati dongkol bukan main. Kala Lakeswara Wisnuwardhana. Pria yang selalu memplesetkan nama Jenna Sekar Arum menjadi "Sekarang" atau "Arumanis", mengatainya berkulit dekil, bertubuh pendek, bahkan kekurangan gizi. Hal yang membuat Jenna marah bukan main dan sering memukul pria itu untuk melampiaskan amarahnya. Padahal Jenna berkulit kuning langsat. Gara-gara dulu sering bermain di bawah teriknya matahari, kulitnya menjadi gosong. Sekarang kulitnya sudah kembali seperti semula kok, malah lebih bersih karena sudah mengenal skincare. "Jenna, nggak boleh gitu dek," tegur Arman. "Kenapa sih mas ngajak si Kalajengking itu ke sini? Bikin polusi! Harusnya biarin aja dia berkeliaran di luar sana nyari cewek-cewek liar kayak dulu!" sentak Jenna dengan sengit. Satu hal yang membuat Jenna sangat muak dengan Kala adalah itu. Pria itu suka berganti-ganti pacar. Jenna sangat jijik dengan pria playboy. Apalagi pria itu dulu sering mengatai Jenna si dada rata. Hal yang membuat harga diri Jenna seperti diinjak-injak. "Ppfffttt! Kalajengking!" Bayu tertawa kecil sambil memegangi perutnya, terlihat sekali sedang menahan diri untuk tidak terbahak-bahak. "Pokoknya aku nggak mau kalajengking itu ada di rumah ini! Usir dia, Mas!" rajuk Jenna sambil menghentakkan kaki dan meninggalkan mereka. "Dek, nggak boleh gitu. Kala itu juga tetangga kita. Nggak enak sama Nek Sekar yang udah baik sama keluarga kita." "Bodo amat! Bikin mood hancur aja!" Ingin sekali Jenna menangis karena pria itu kembali. Padahal selama tiga tahun ini, Jenna merasa hidupnya aman damai karena tiba-tiba saja pria itu menghilang. Sama sekali tidak pernah terlihat di kompleks perumahan tempat mereka tinggal. Tidak tampak di sebelah rumah Nenek Sekar setiap kali dia lewat. "Nih, makanan kesukaan kamu." Tiba-tiba Arman menyodorkan satu kotak besar makanan yang aromanya langsung tercium. Mata Jenna yang tadinya berkaca-kaca, kini berubah menjadi berbinar-binar. "Eh, apa nih?" tanyanya pura-pura tidak tahu sambil merebut kotak itu. Perutnya mendadak lapar. Aroma dimsum begitu kuat dan menggoda. Dia tidak pernah bosan dengan makanan yang satu itu. Kakinya buru-buru melangkah menuju ke ruang keluarga dan mencomot satu buah begitu pantatnya mendarat di sofa. "Enak banget, Mas. Beli di mana? Kok aku nggak pernah tahu ada dimsum yang seenak ini?" "Itu Kala yang bawa. Dibuatin sama Nek Sekar." Dimsum kedua yang sudah separo digigit, langsung jatuh saat itu juga. Tubuh Jenna membeku.Seumur-umur, baru kali ini Jenna melihat orang bule secara langsung. Meskipun beberapa orang Malang memang memiliki wajah mirip bule, tapi mereka berbeda dengan bule asli.Di depan Jenna saat ini, seorang pria yang terlihat begitu dewasa menjulang tinggi seperti tugu monas. Jenna yang mungil sampai harus mendongak. Mata abu-abu, rambut coklat, kulit putih dengan wajah berewok yang sudah dicukur rapi. Mirip seperti tokoh-tokoh pria yang menjadi sugar daddy di novel-novel dewasa. Jenna mengerjap. Dia yakin tadi sudah bangun dari tidurnya. Tapi kenapa para pria dalam cover novel tiba-tiba keluar ke dunia nyata? Dia melihat pria lain di belakang pria itu. Wajahnya hampir mirip, tapi lebih cuek dan tidak mau melihat Jenna. Tipikal pria yang digilai oleh banyak wanita."Ehem!"Jenna terkesiap. Ternyata ada orang lain lagi di sebelah dua pria yang memiliki vibes sugar daddy itu. Dia melirik siapa pelaku yang berdehem tadi. Dan saat itulah, Jenna tertegun.Sejak kapan Kala memiliki mata berw
Seperti slow motion di film-film, Jenna berlari ke arah Kala dan menerjang pria itu sambil melayangkan pukulan ke wajah. Otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. Tangannya digerakkan oleh amarah yang menggebu-gebu."Aduh!"Barulah ketika Kala mengerang dan menangkap tangannya, Jenna seketika sadar. Apa yang baru saja dia lakukan? Dia menoleh ke arah Bu Fera yang melotot dengan mulut menganga, begitu juga dengan staff lain yang ada di ruangan itu."Mati aku," gumam Jenna setelah sadar apa yang telah terjadi. Kakinya refleks mundur dengan mata membelalak. Bagaimana jika Kala menuntutnya? Tapi ngomong-ngomong, pria itu sedang apa di ruangan HRD?"Aku..." Jenna langsung berbalik dan bersiap untuk berlari, sampai tiba-tiba tubuhnya melayang. "Aaaaaa, apa-apaan ini?!"Kepalanya berada di bawah dan matanya bersirobok dengan punggung Kala yang baru Jenna tahu begitu lebar dan terlihat kokoh. Hah? Kenapa dia baru tahu?"Kalajengkiiing! Turunin nggak? Kenapa kamu ngangkat aku kayak karung ber
Baru kali ini Jenna merasa badannya remuk, padahal tidak bekerja ekstra seperti pegawai pabrik. Mungkin karena dia tidak tidur sama sekali selama sehari semalam, sehingga tubuhnya mulai oleng. Setelah ini mungkin bagian bawah matanya menghitam."Jenna, ke ruangan HRD sekarang." Pak Budi mencegatnya ketika hendak keluar dari lobi."Hah? Kenapa lagi sih Pak? Saya udah nggak kuat ini, ngantuk banget. Jantung saya juga berdebar-debar," keluh Jenna dengan wajah memelas.Ternyata dunia kerja itu berat sekali. Tidak bisa bersantai-santai seperti saat kuliah dulu. Rasanya Jenna ingin menangis. "Cuma sebentar. Habis itu kamu bisa istirahat."Jenna berdecak. Dengan malas membalikkan badannya dan berjalan menuju ke lift, lalu menekan tombol angka 2. Matanya benar-benar sudah hampir terpejam ketika pintu lift terbuka. Untung suasana hotel masih sepi, sehingga dia tidak perlu merasa malu karena penampilannya tidak sesegar waktu berangkat."Jenna!"Sebelum pintu lift menutup, Pak Budi berteriak me
Jenna menatap ngeri pada Rangga. Apa tadi pria itu bilang? Dia jatuh cinta pada Kala?"Dalam mimpi!" sergahnya kesal. "Aku nggak sudi ya jatuh cinta sama orang rese dan playboy macam dia. Kayak nggak ada cowok lain aja."Dalam hidupnya, sama sekali tidak pernah Jenna memiliki pemikiran seperti itu. Jangankan jatuh cinta, mendengar namanya saja sudah membuat darah Jenna mendidih. Selalu marah dan kesal bawaannya. Jenna merasa lebih aman dan damai jika pria itu tidak ada di sekitarnya."Sebenarnya apa sih yang menyebabkan kamu benci banget sama dia? Apa dulu dia pernah berbuat kasar sama kamu?" tanya Rangga sambil melajukan mobil.Ditanya seperti itu, Jenna langsung diam. Kala tidak pernah berbuat kasar. Apalagi sampai menyerang fisik. Yang ada, pria itu malah suka sekali menjailinya. Entah menarik rambutnya, menjawil pipinya, atau mencubit hidungnya. Eh, apakah itu termasuk dalam kekerasan fisik? Tapi, fisiknya tidak merasa sakit."Kenapa nggak bisa menjawab? Atau mungkin, sebenarnya k
Jenna menatap lantai kamarnya dengan cemberut. Rasa kesal, benci, dan marah bercampur aduk menjadi satu. Seharusnya dia bisa bersantai di rumahnya sendiri dan menikmati masakan mamanya, setelah itu pergi bersama Rangga. Tapi semuanya gagal total gara-gara kehadiran satu orang."Kapan sih pulangnya tuh orang? Rumahnya deket juga. Harusnya nggak usah mampir lah. Buat apa sih? Ngerusak mood aja," gerutunya untuk yang kesekian kalinya.Dia menolak untuk makan bersama karena Kala juga ikut. Bahkan teguran dari Pak Bowo, ayahnya, tidak dia gubris. Dia benar-benar marah luar biasa karena keluarganya menerima Kala dengan tangan terbuka dan hangat, padahal pria itu selalu bersikap buruk padanya.Kruuuukkk!Jenna meringis saat perutnya semakin terasa melilit dan air liurnya mulai melimpah di dalam mulut. Matanya melirik dimsum yang tadi diantarkan oleh Arman, yang tentu saja sambil menasehatinya macam-macam. Aromanya benar-benar menggoda luar biasa.Masakan Nek Sekar memang terkenal sangat enak
"Jennaaa! Pakai baju mbok yo yang sopan! Masa baju kok kaos gombrong sama celana dalam tok iku lho!"Jenna berdecak sambil memutar mata, lalu menghembuskan nafas lelah karena ibunya selalu mendramatisir keadaan."Celana dalam apanya sih, Ma? Ini tuh namanya hotpants. Celana pendek," bantahnya."Ck! Celana apa modelnya kok kelihatan pantatnya begitu? Ganti sana!""Buat apa sih, Ma? Toh ini juga lagi di rumah aja. Ntar kalau Mas Rangga dateng, aku pasti ganti baju kok," jawabnya dengan malas.Bu Via berkacak pinggang sambil melotot. "Mama bilang ganti baju ya ganti baju! Yang lebih sopan dan tertutup."Jenna tidak menggubris. Masih sibuk berbalas pesan dengan Rangga, pria yang menarik hatinya. Setelah entah berapa kali dia selalu gagal menjalin hubungan dengan lawan jenis, baru kali ini dia menemukan pria yang cocok dengan hatinya."Nanti sore nggak boleh keluar sama Rangga! Mama nggak suka sama anak itu. Ayahmu juga nggak suka," teriak Bu Via sambil melenggang menuju ke dapur.Perkataa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen