Apakah Ada Adaptasi Film Dari Cersil Kerajaan Jawa?

2025-08-11 14:14:45 93

3 답변

Dylan
Dylan
2025-08-14 00:03:16
Kalau bicara adaptasi film dari cerita silat kerajaan Jawa, aku langsung teringat 'Satria Madangkara' yang tayang di televisi beberapa tahun lalu. Serial ini terinspirasi dari dunia persilatan Jawa dengan sentuhan mistis dan petualangan. Meski bukan adaptasi langsung dari satu cerita tertentu, serial ini berhasil menangkap semangat cersil Jawa yang kental dengan nilai kesatriaan dan petualangan.

Selain itu, ada film 'Prajurit Jaga Malam' yang mengangkat tema silat dalam setting kerajaan Mataram. Film ini kurang dikenal tapi punya adegan pertarungan yang keren dengan koreografi bergaya tradisional. Sayangnya, kebanyakan adaptasi cersil Jawa lebih sering dalam bentuk sinetron atau drama radio ketimbang film layar lebar. Aku berharap suatu hari nanti ada adaptasi besar dari cerita-cerita seperti 'Serat Menak' atau 'Panji Semirang' dengan budget layaknya film-film wuxia Tiongkok.

Untuk yang lebih modern, serial 'Jaka Tingkir' di salah satu stasiun TV swasta juga cukup menarik, meski lebih fokus pada aspek sejarahnya. Yang jelas, dunia cersil Jawa sebenarnya sangat kaya untuk diadaptasi, tinggal menunggu sineas yang berani menggarapnya dengan serius.
Jade
Jade
2025-08-15 06:41:10
Dulu pernah ada film 'Saur Sepuh' yang cukup legendaris di era 80-90an, meski lebih ke arah fantasi Jawa tapi punya unsur silat yang kental. Film ini diadaptasi dari sandiwara radio dan menceritakan petualangan Brama Kumbara dengan pedang pusakanya. Adegan perkelahiannya mungkin terlihat kuno sekarang, tapi untuk zamannya cukup epik.

Selain itu, ada juga 'Si Buta dari Gua Hantu' versi Jawa yang meski tidak sepenuhnya kerajaan, tapi punya nuansa persilatan Jawa yang unik. Beberapa tahun terakhir juga muncul film 'Kembang Perawan' yang mengangkat kisah silat dengan latar belakang kerajaan, meski lebih fokus pada drama romantisnya. Menurutku, potensi adaptasi cersil kerajaan Jawa masih sangat besar, hanya butuh sentuhan modern dan penggarapan yang lebih matang.
Yara
Yara
2025-08-16 20:54:41
Aku baru-baru ini menemukan beberapa adaptasi film dari cerita silat kerajaan Jawa yang cukup menarik. Salah satunya adalah 'Joko Kendil' yang diangkat dari cerita rakyat Jawa tentang seorang pemuda sederhana yang berpetualang. Film ini menggabungkan unsur fantasi dan budaya Jawa dengan apik. Ada juga 'Roro Mendut' yang mengisahkan percintaan tragis antara Roro Mendut dan Pranacitra, meski lebih ke roman sejarah tapi punya nuansa epik layaknya cerita silat. Sayangnya, adaptasi cerita silat Jawa masih jarang dibandingkan dengan cerita rakyat biasa atau legenda kerajaan murni.
모든 답변 보기
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

관련 작품

Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!
Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!
"Bu Guru! Ada salam dari Papa!" Seringkali Zania mendengar Gio berbicara seperti itu. Mulanya semua tampak biasa tetapi setelah Zania bertemu papanya ternyata papa Gio adalah Dewa. Kekasih yang dulu pernah meninggalkan Zania demi menikahi sahabatnya sendiri. Lantas, kenapa Dewa sekarang mendekatinya?
10
47 챕터
ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI
ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI
Naimah terkejut setelah pulang dari luar negeri selama lima tahun, dia mendapati fakta bahwa Larsono, suaminya menikah lagi dengan Titin setelah mengajukan cerai ghaib. Bahkan Larsono juga merebut hak asuh Danang, anak Naimah dan Larsono satu-satunya. Naimah yang tidak tinggal diam segera mencari pengacara untuk mengurus harta gono-gini dan merebut hak asuh Danang dari mantan suaminya. Sementara itu Larsono harus menerima kenyataan pahit, bahwa anak dalam kandungan Titin, adik ipar yang sekarang menjadi istrinya bukan lah anak kandungnya. Pembalasan dimulai dan Larsono serta Titin pun jatuh bangkrut karena rencana Naimah.
10
30 챕터
Skill Adaptasi Tanpa Batas
Skill Adaptasi Tanpa Batas
Seorang pemuda terpanggil kedunia lain oleh sihir teleportasi bersama teman sekelasnya, di dunia lain, orang-orang mendapatkan skill skill keren, tapi berbeda dengan sang karakter utama yang hanya mendapatkan skill Adaptasi tanpa rank. Karena skillnya itu, sang karakter utama dikucilkan oleh teman-temannya, di-bully, dan di buang.
평가가 충분하지 않습니다.
15 챕터
Apakah Ini Cinta?
Apakah Ini Cinta?
Suamiku adalah orang yang super posesif dan mengidap sindrom Jacob. Hanya karena aku pernah menyelamatkan nyawanya dalam kecelakaan, dia langsung menganggapku sebagai satu-satunya cinta sejatinya. Dia memaksa tunanganku pergi ke luar negeri, lalu memanfaatkan kekuasaannya untuk memaksaku menikahinya. Selama 10 tahun pernikahan, dia melarangku berinteraksi dengan pria mana pun, juga menyuruhku mengenakan gelang pelacak supaya bisa memantau lokasiku setiap saat. Namun, pada saat yang sama, dia juga sangat memanjakanku. Dia tidak akan membiarkan siapa pun melukai maupun merendahkanku. Ketika kakaknya menghinaku, dia langsung memutuskan hubungan dengan kakaknya dan mengirim mereka sekeluarga untuk tinggal di area kumuh. Saat teman masa kecilnya sengaja menumpahkan anggur merah ke tubuhku, dia langsung menendangnya dan menyiramnya dengan sebotol penuh anggur merah. Dia memikirkan segala cara untuk mendapatkan hatiku, tetapi hatiku tetap tidak tergerak. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk mengikatku dengan menggunakan anak. Oleh karena itu, dia yang sudah melakukan vasektomi dari dulu melakukan vasektomi reversal. Namun, ketika aku hamil 3 bulan, kakaknya membawa sekelompok orang menerjang ke vila kami, lalu menuduhku berselingkuh dan memukulku hingga aku keguguran. Pada saat aku sekarat, suamiku akhirnya tiba di rumah. Kakaknya menunjukkan bukti yang diberikan teman masa kecil suamiku dan berkata, “Tristan, wanita jalang ini sudah berselingkuh dan mengandung anak haram. Hari ini, aku akan bantu kamu mengusirnya!”
8 챕터
Pewaris Tahta Kerajaan
Pewaris Tahta Kerajaan
Saketi adalah keturunan pertama dari Prabu Erlangga, buah pernikahannya dengan Arimbi putri angkat Ki Bayu Seta. Meskipun, ia seorang putra mahkota, Saketi tampak bersikap seperti rakyat biasa. Ia tidak membatasi dirinya untuk berbaur dengan rakyat tanpa pandang bulu. Saketi memiliki kesaktian sama persis dengan sang ayah, di usia dua puluh tahun, Saketi sudah menjelma menjadi seorang pendekar pilih tanding yang sangat disegani dan ditakuti oleh lawan. Sang raja mempercayakan, Senapati Lintang sebagai juru didik bagi putranya itu. Dengan penuh harapan, putranya bisa menjadi seorang pendekar berbudi pekerti baik, dan menjadi pemimpin yang bijaksana. *** "Bedebah! Kami tidak peduli dengan niat kalian. Pokoknya setiap yang datang ke tempat ini, itu tandanya mau setor nyawa," kata pria yang mengenakan ikat kepala merah sesumbar.. "Langsung serang saja mereka, Paman!" pinta Saketi, ia merasa geram dengan perkataan orang tersebut. "Baik, Pangeran." Senapati Lintang mengangkat tangan sebagai isyarat, agar para prajuritnya segera menyerbu empat pendekar tersebut. Para prajurit itu pun langsung menyerang dengan melontarkan senjata yang sangat mematikan. Tampak sinar-sinar merah melesat dari bagian depan dan belakang rumah tersebut.
10
133 챕터
PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA
PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA
Bermula pada suatu hari di tahun 1628, Bupati Tegal saat itu, Kyai Rangga mendapat tugas dari Sultan Agung untuk menyampaikan surat kepada Penguasa Batavia JP.Coen. Perjalanan ke Batavia menjadi awal pertemuan Kyai Rangga dengan Jampang, Untung Suropati, Sakerah, Sarip Tambakoso, bahkan dengan Badra Mandrawata atau si buta dari gua hantu. Di tengah jalan, di tempat yang jauh dari keramaian, rombongan Kyai Rangga bertemu dengan pasukan VOC dan pasukan mayat hidup, sehingga terjadi pertempuran yang hebat, tanpa pemenang. Ternyata rombongan pasukan VOC itu menyimpan harta karun di sebuah gua. Kyai Rangga yang mengetahu hal itu memutuskan untuk meninggalkan tempat itu untuk melanjutkan tugasnya mengirim surat ke Batavia, dengan pikiran akan kembali setelah tugasnya selesai.
10
124 챕터

연관 질문

Bagaimana Masyarakat Jawa Memahami Duda Arti Secara Budaya?

5 답변2025-10-22 01:17:55
Ada yang selalu membuatku terpikir soal status 'duda' di lingkungan Jawa. Bukan sekadar label, tapi sebuah jaringan makna yang menempel pada pria yang kehilangan istri — ada rasa hormat, ada tanggung jawab, dan kadang ada simpati yang halus namun nyata. Di kampung, seorang duda sering diasosiasikan dengan sosok yang harus menegakkan rumah: membagi waktu antara bekerja, menjaga anak, dan melaksanakan ritual keluarga seperti 'selamatan' atau tahlilan. Dalam banyak kasus, tetangga memandang duda sebagai figur yang layak mendapatkan dukungan, tapi juga pengawasan moral. Kalau pria itu cepat menjalin hubungan baru, komentar bisa muncul; kalau terlalu lama sendiri, ada pula desas-desus soal kemampuan mengelola rumah tangga. Juga penting dicatat perbedaan gender dalam stigma: janda kerap mendapat sorotan lebih keras daripada duda. Di sinilah nilai-nilai Jawa seperti rasa, tepa selira, dan hormat pada orang tua berperan besar — keluarga besar biasanya dilibatkan dalam keputusan soal menikah lagi, dan penerimaan masyarakat sering bergantung pada umur duda, reputasi, serta cara ia berinteraksi dengan anak dan mertua. Aku melihat semuanya ini bukan hitam-putih, melainkan jalinan norma yang lembut namun tegas.

Sutasoma Adalah Perbedaan Utama Antara Versi Jawa Dan Bali?

3 답변2025-10-22 22:16:46
Ada satu hal yang bikin aku selalu bersemangat tiap mengulik naskah tua: membandingkan versi 'Sutasoma' di Jawa dan di Bali seperti menelusuri dua cabang keluarga yang sama darahnya tapi punya selera hidup berbeda. Di sisi Jawa, teks 'Sutasoma' yang kita kenal berasal dari kakawin Kawi—bahasanya padat, metrumnya ketat, dan konteksnya sangat terikat pada estetika istana Majapahit. Naskah-naskah Jawa cenderung fokus pada bentuk puitik, diksi Sanskritis, dan sering berakhir sebagai bahan pelajaran sastra atau referensi sejarah, bukan bahan pertunjukan sehari-hari. Banyak fragmen utuhnya hilang atau hanya tersimpan sebagai kutipan di karya-karya lain, jadi pembacaan Jawa sering terasa seperti rekonstruksi akademis. Sementara di Bali, 'Sutasoma' hidup lebih sebagai organisme yang terus bernapas: teks ditulis dan dibaca dalam aksara lontar, lalu diwarnai dengan komentar lokal, sisipan epik, dan gaya pementasan yang khas. Aku suka mencatat bagaimana pembacaan Bali lebih luwes—beberapa adegan ditambah dialog, ada penekanan pada nilai religius dan ritus, serta integrasi dengan tarian dan gamelan. Itu membuat versi Bali terasa lebih kontekstual dalam praktik keagamaan sehari-hari, bukan sekadar warisan sastra yang dibaca di meja studi. Dari segi isi ada perbedaan redaksional: panjang bab, urutan episode, bahkan beberapa nama tokoh bisa berbeda ejaannya karena dialek dan tradisi salin-menyalin. Tapi inti moralitasnya—welas asih, penolakan kekerasan, dan pesan pluralitas yang muncul dalam baris 'Bhinneka Tunggal Ika'—bertahan di kedua tradisi. Bagiku, perbedaan ini bukan soal mana lebih benar, melainkan bagaimana dua budaya merawat satu cerita agar relevan dengan kehidupan mereka masing-masing.

Mengapa Motif Kerajaan Sering Muncul Dalam Dongeng Pangeran?

2 답변2025-10-28 23:37:54
Ada sesuatu tentang pangeran yang selalu membuat dongeng terasa lebih besar dari kehidupan sehari-hari—seolah-olah masalahnya nggak cuma soal dua anak manusia, melainkan soal nasib sebuah kerajaan. Aku suka berpikir motif kerajaan muncul karena dia bekerja di banyak level sekaligus: simbol, alat cerita, dan cermin harapan masyarakat. Dari sisi simbolis, kerajaan itu singkatnya sebuah cara mudah untuk menunjukkan kekuasaan, tanggung jawab, dan konsekuensi besar. Kalau sang protagonis berhasil, hadiahnya bukan cuma kebahagiaan pribadi, tapi juga stabilitas bagi banyak orang—itulah yang bikin konflik terasa penting. Dalam 'Cinderella' atau 'Snow White' sang pangeran bukan cuma pacar; dia adalah lambang legitimasi sosial yang bisa mengangkat atau menyelamatkan nasib tokoh utama. Untuk pendengar lama dongeng, yang hidupnya mungkin penuh ketidakpastian, ide bahwa satu tindakan bisa mengubah status sosial terasa menakjubkan. Secara fungsi naratif, pakai latar kerajaan memudahkan penulis: aturan jelas (mahkota, tugas, pewarisan), penjahat gampang ditempatkan (adik tiri, penyihir yang haus kekuasaan), dan ujian untuk pahlawan pun terasa epik—ada putri yang harus diselamatkan, tugas yang harus diselesaikan demi tahta, atau bahkan keputusan moral sang pemimpin. Selain itu, dongeng sering diwariskan lewat vokal—pencerita di kedai atau pengasuh—dan kisah tentang raja, ratu, maupun pangeran punya daya tarik dramatis dan visual yang kuat. Aku selalu merasa ada juga unsur estetika: istana, pesta topeng, dan kostum mewah memberikan imajinasi yang mudah diingat. Tapi aku nggak menutup mata terhadap kritik modern: motif kerajaan juga menyuburkan gagasan hierarki yang tak dipertanyakan dan peran gender tradisional—itu alasan kenapa banyak pengisahan baru memilih untuk membalik atau mengorek makna lama. Meski begitu, setelah bertahun-tahun nonton, baca, dan berdiskusi, aku masih kagum bagaimana elemen kerajaan tetap relevan; dia fleksibel, bisa dipakai untuk memuji atau mengkritik kekuasaan, tergantung siapa yang bercerita. Itu yang bikin motif ini tak lekang oleh waktu bagiku.

Bagaimana Cara Kerja Ajian Pengasihan Dalam Budaya Jawa?

3 답변2025-11-10 13:52:55
Rasanya wangi dupa dan embun pagi masih melekat setiap kali kubayangkan ritual-ritual pengasihan itu: sederhana tapi penuh simbol. Dalam tradisi Jawa, ajian pengasihan bukan sekadar mantra sakti yang diucap sekali lalu orang jadi cinta, melainkan rangkaian langkah yang melibatkan kata-kata tertentu, benda-benda simbolik, dan niat yang sangat spesifik. Biasanya prosesnya dimulai dengan pembersihan diri—mandi, puasa kecil, atau meditasi pendek—lalu menyiapkan sesajen seperti bunga (kadang disebut kembang tujuh rupa), rokok, kopi, atau makanan kecil. Ada juga benda yang dipercayai mengandung energi, misalnya kain, cincin, atau tulisan yang diberi mantra. Sang pemberi ajian mengucapkan mantra berulang-ulang pada waktu tertentu (malam, pagi buta, atau saat pasaran yang dianggap kuat), sambil memvisualisasikan tujuan: bukan sekadar merayu, melainkan membuat seseorang merasa nyaman, terbuka, atau lebih perhatian. Secara kultural, ajian pengasihan hidup di antara kejawen, Islam lokal, dan praktik masyarakat sehari-hari. Beberapa orang menekankan etika: jangan paksa atau merusak kehendak orang lain, karena ada keyakinan tentang akibat karmis dan sosial. Lainnya melihatnya sebagai seni komunikasi—memantapkan keberanian, memperhalus sikap, dan membuat penampilan emosional lebih menarik. Dari pengamatanku, yang paling berpengaruh bukan mantra semata, melainkan perubahan perilaku orang yang mempraktikkannya: ia menjadi lebih percaya diri, lebih perhatian, dan itu yang sering memicu respons dari orang lain. Aku menutup pemikiran ini dengan rasa hormat pada tradisi dan peringatan agar selalu menghormati pilihan tiap individu.

Apa Asal-Usul Syahadat Jawa Kuno Dalam Naskah Tradisional?

3 답변2025-11-10 22:34:21
Ada sesuatu tentang naskah-naskah tua Jawa yang selalu memikat aku: cara syahadat masuk ke dalam rongga budaya lokal bukan lewat salin-tempel kaku, melainkan melalui proses panjang adaptasi dan kreativitas bahasa. Dalam naskah-naskah tradisional—baik yang ditulis di daun lontar maupun di naskah Pegon—kita menemukan syahadat muncul sebagai transliterasi Arab, terjemahan makna, dan kadang-kadang dikemas ulang menjadi ungkapan puitis yang mudah diingat. Gelombang awal penyebaran Islam di Jawa (sekitar abad ke-13 sampai ke-16) membawa kata-kata ritual ini lewat pedagang dan pengajar sufistik; mereka lalu diterima oleh lingkungan istana dan pesantren, sehingga teks-teks keagamaan itu akhirnya ditulis dalam aksara lokal. Contoh konkret yang sering kutemui ketika meraba koleksi tua adalah syahadat terintegrasi ke dalam teks suluk, kidung, dan babad. Di teks seperti 'Babad Tanah Jawi' atau kumpulan doa dalam 'Primbon', inti syahadat kadang disisipkan sebagai bagian dari wejangan spiritual atau ritual pengesahan identitas Islam. Bentuknya beragam: ada yang langsung menuliskan lafaz Arab, ada pula yang menerjemahkan maknanya ke bahasa Jawa agar mudah dicerna komunitas setempat. Dari sisi historiografi, penting dicatat bahwa manuskrip-manuskrip awal sering sulit ditetapkan tanggalnya secara presisi, dan ada perdebatan soal sejauh mana bentuk-bentuk lokal ini adalah penyesuaian kreatif atau interpretasi yang menyeluruh. Aku senang melihat bagaimana teks-teks itu menunjukkan proses negoisasi budaya—bukan sekadar adopsi, melainkan dialog antara tradisi lama dan unsur baru—dan itu membuat studi naskah Jawa jadi hidup dan sangat manusiawi.

Bagaimana Bunyi Syahadat Jawa Kuno Dalam Aksara Jawa?

3 답변2025-11-10 05:17:44
Aku suka membayangkan bagaimana teks-teks lama kedengaran saat dibaca dengan aksara tradisi—jadi aku coba jelaskan dari sudut yang paling terasa, yaitu bunyi terjemahan Syahadat dalam bahasa Jawa (kuno) dan cara menulisnya ke aksara Jawa. Secara makna, Syahadat (bahasa Arab: 'Asyhadu an la ilaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammad rasul Allah') kalau diterjemahkan ke bahasa Jawa yang lebih tradisional bunyinya bisa seperti ini: "Kula nyakseni bilih boten wonten ingkang pantes disembah kajawi Allah, saha kula nyakseni bilih Muhammad punika Rasulipun Allah." Itu versi krama alus/klasik yang rapi. Dalam bahasa Jawa ngoko lebih sederhana: "Aku nyekseni manawa ora ana kang disembah kejaba Allah, lan aku nyekseni manawa Muhammad iku Rasul Allah." Untuk menulisnya dalam aksara Jawa (hanacaraka), prinsipnya adalah menuliskan kata per kata sesuai bunyi Jawa: misal 'Aku' ditulis dengan aksara vokal awal 'a' + ka dengan sandhangan 'u' (ꦄꦏꦸ), 'nyekseni' dipecah jadi suku 'nye-kse-ni' lalu diberi sandhangan vokal yang sesuai, dan seterusnya. Karena penulisan aksara Jawa memakai pasangan dan sandhangan untuk vokal, penulisan frasa panjang memerlukan perhatian pada pasangan konsonan (pangkon ꧀) bila ada rangen konsonan. Untuk akurasi penuh aku biasanya saranin pakai konverter aksara Jawa terpercaya atau minta yang mahir carakan/pujangga setempat karena aturan pasangan dan sandhangan bisa rumit. Aku sendiri sering menulis versi Latinnya dulu, baru naskahnya aku ubah perlahan ke hanacaraka sambil cek huruf demi huruf—rasanya memuaskan banget melihat teks klasik itu muncul dalam aksara sendiri.

Bagaimana Perbedaan Syahadat Jawa Kuno Dengan Syahadat Arab?

3 답변2025-11-10 15:10:49
Perbedaan itu terasa seperti mendengar lagu lama di dua dialek berbeda — inti sama, nuansa lain. Aku sering membandingkan bunyi asli Arab dari syahadat: 'Asyhadu an la ilaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah' dengan versi- versi yang muncul di Jawa; secara teologis inti pengakuan itu tetap sama, yaitu pengakuan tunggal terhadap Allah dan pengakuan kenabian Muhammad. Namun secara praktik, perbedaan paling nyata ada di bahasa, pelafalan, dan konteks kebudayaan. Di Jawa, syahadat sering diterjemahkan atau dilafalkan dalam bahasa Jawa dengan irama dan diksi yang lebih puitis atau lokal; kadang ditulis dalam aksara Pegon (aksara Arab yang disesuaikan untuk bahasa Jawa) atau aksara hanacaraka. Itu membuatnya terasa lebih akrab bagi orang tua yang terbiasa dengan bahasa lokal. Selain itu, karena proses islamisasi di Jawa lewat para wali yang menggabungkan pendekatan budaya, ada versi yang membawa unsur kebatinan atau nuansa sufistik—penekanan pada pengalaman batin dan kesadaran diri—yang berbeda dari cara syahadat diucapkan dalam salat atau khutbah yang formal. Aku sendiri melihat ini bukan sebagai pertentangan, melainkan keluwesan budaya. Syahadat Arab tetap jadi rujukan doktrinal dan syarat resmi dalam banyak ritual, sementara versi Jawa memberikan sensasi kedekatan dan penerimaan lokal. Bagi sebagian orang, keduanya hidup berdampingan: satu hukum dan liturgis, satu lagi hangat dan personal. Itu membuat tradisi keagamaan di Jawa punya cita rasa unik yang membuatku selalu tertarik mengamatinya.

Siapa Penerjemah Terkenal Syahadat Jawa Kuno Ke Bahasa Modern?

3 답변2025-11-10 05:56:00
Membahas soal terjemahan syahadat Jawa kuno itu selalu bikin aku melongok ke banyak sumber; begini pandanganku dari sisi sejarah dan literatur. Sederhananya, tidak ada satu nama tunggal yang populer dan diakui luas sebagai 'penerjemah syahadat Jawa kuno' ke bahasa modern. Terjemahan frasa keagamaan seperti syahadat di Jawa cenderung muncul dari tradisi lisan para ulama lokal (kyai) dan sastrawan Jawa, lalu dicatat dalam berbagai manuscript dan serat—banyak di antaranya anonim atau hanya tercatat sebagai bagian dari warisan pesantren. Di ranah akademik, yang lebih dikenal adalah para filolog dan sarjana yang mendokumentasikan teks-teks Jawa Kuno dan Jawa Tengah: misalnya R.M. Ng. Poerbatjaraka yang rajin mengumpulkan dan menelaah naskah-naskah lama, serta para orientalis Belanda dan peneliti Jawa seperti Jan Gonda yang meneliti bahasa dan sastra Jawa kuno. Kalau yang kamu maksud adalah terjemahan syahadat ke bahasa Indonesia modern, ada pula versi-versi yang disusun oleh tokoh-tokoh keagamaan modern dan lembaga percetakan agama yang menstandardisasi terjemahan agama dalam bahasa Melayu/Indonesia masa kolonial dan pascakolonial. Intinya, bila mencari satu nama besar, kemungkinan besar kamu tidak akan menemukan satu orang yang diangkat sebagai “penerjemah utama” karena prosesnya kolektif: ada ulama lokal, sastrawan, dan peneliti yang semuanya berperan menjaga dan mentransformasikan teks itu ke bahasa modern. Menyelami koleksi naskah dan kitab pesantren atau karya-karya Poerbatjaraka dan kolega bisa memberi gambaran lebih jelas tentang bagaimana teks-teks semacam itu berkembang.
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status