Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir
Saat aku melakukan pengambilan sel telur yang ketiga kalinya untuk program bayi tabung, Johannes sedang lembur dan tidak bisa menemaniku. Aku terbangun tengah malam karena kesakitan. Aku mendapati tangan dan kakiku bengkak, sedangkan perutku penuh cairan hingga membengkak bagaikan wanita hamil delapan bulan.
Aku hampir tidak bisa bernapas dan dengan panik meraih ponsel untuk menghubunginya. Telepon berdering selama semenit sebelum diangkat. Namun, yang mengangkat telepon bukanlah Johannes, melainkan seorang wanita asing.
"Halo?" Suaranya terdengar lembut dan penuh gairah.
"Siapa kamu? Johannes, aku nggak bisa bernapas."
"Kamu nakal. Kenapa kamu masih pakai baju?"
Plak! Terdengar suara cambukan yang nyaring dengan diiringi erangan wanita. Kemudian, panggilannya pun terputus.