"Aku mengaku salah, Aya." Elizabeth tertunduk. Di kanan-kirinya duduk Rengganis dan Aya."Aku meminta paksa apa yang seharusnya bukan milikku. Kini, dia menemukan jalan pulang."Aya mengernyit, "aku tidak paham maksudmu, Liz.""Kalian pasti pernah mendengar tragedi besar yang menimpa sebuah keluarga konglomerat di Belfast. Mereka dibantai satu persatu, tanpa menyisakan satu pun ahli waris.""Sebuah keluarga imigran sukses dari kawasan Asia. Ayahku pernah sekali dua kali bercerita." Rengganis menanggapi.Elizabeth menatap lekat Aya, "mereka salah! Mereka mengira telah menghabisi semua tapi Welsh berhasil menyelamatkan seorang. Ia meminta tolong Kakekku dan Howard untuk menyembunyikan remaja yang baru berusia 13 tahun itu."Elizabeth mengambil kedua tangan Aya, menggenggamnya erat. "Howard Prince membawanya ke Indonesia, ke sebuah desa kecil di kawasan kota Wonogiri." Kedua matanya berkaca-kaca, bersiap menumpahkan air mata.Rengganis yang duduk di sebelah kirinya menegakkan badan. Ia m
Setiap bibir mereka bersentuhan, Wiwid merasakan friksi luar biasa yang mengaliri seluruh nadinya. Memabukan hingga membuatnya hilang kewarasan, seperti sekarang. Aya, mungkin mendukung keputusannya beberapa saat lalu, tetapi tidak untuk yang satu ini.Wiwid menarik pinggang Rebecca agar semakin menempel pada tubuhnya. Ia membutuhkan sebuah kekuatan lain untuk mempertahankan wanita itu. Dan dengan mencumbu Rebecca, Wiwid mempunyai alasan untuk memperjuangkannya."Apa yang kaulakukan, Nang?!"Teriakan nyaring penuh amarah dari Aya terpaksa menyudahi cumbuan mereka. Namun, Rebecca bukannya menjauh, justru ia semakin mengeratkan pelukan, mencari perlindungan dari sosok yang selama ini memporak-porandakan hati dan kewarasannya.Wiwid memandangi mereka satu persatu, termasuk Rengganis yang tubuhnya oleng. Beruntung Allyson segera menangkapnya lalu menuntunnya untuk duduk. Lalu, ia menoleh ke arah sang Kakak yang memandangnya tajam, warna merah menguasai wajahnya karena amarah. Beau dan Hen
Tangis Rengganis kian pecah. Ia menggeleng-gelengkan kepala. Aya yang mencoba meraih tangannya ia tampik. Rengganis berdiri, bermaksud pergi dari ruangan ini. Namun, Wiwid menangkap tubuhnya. Mendekap erat sembari mengecupi puncak kepala Rengganis."Maafkan aku, Nis. Aku mencintaimu.""Tidak!" Rengganis memukul-mukul badan Wiwid, mencoba lepas dari pelukan pria itu."Kau membohongiku selama ini. Kau tega telah menjadikanku yang kedua!"Tangis Rengganis kian keras. Terasa pedih dan menyayat setiap yang mendengarkan. Betapa tidak? Diduakan, diselingkuhi atau dimadu oleh suami saja mampu membuat remuk perasaan wanita mana pun. Apalagi jika mengetahui fakta bahwa dirinyalah merupakan orang kedua dalam mahligai pernikahan sang suami."Aku mencintaimu, Nis. Kumohon."Wiwid berusaha mencium bibir Rengganis, tapi Rengganis memalingkan wajah. Ia masih saja memberontak. Yang Rengganis inginkan saat ini adalah memeluk putranya, Arsa."Jangan pergi dari sisinya, Nis."Permintaan Elizabeth mampu m
"Namanya Daniyah Julianne Semito." Ucapan Wiwid seketika membuat Elizabeth menoleh, pria itu masih menggendong Daniyah. "Aku sudah mengurus surename Dani, Liz," lanjutnya.Wiwid seolah menjawab sirat tanya yang terpancar dari manik biru Elizabeth. Wanita itu tersenyum, ia berdiri lalu mencium kedua pipi Daniyah. "Mommy ..." Yang dibalas dengan sebuah panggilan merdu dari Daniyah.Wiwid tahu mereka semua terkejut dan mungkin bingung. Tapi, segera, Wiwid akan mengungkap semuanya. Ia tidak peduli meski pun Aya melayangkan sinyal larangan.Wiwid pun menurunkan Daniyah dari gendongan. Ia menggandengnya, mengajaknya melangkah mendekati Rengganis. 'Kita berkenalan dengan Mama Ninis dulu ya sebelum bertemu Dek Arsa?"Daniyah mengangguk. Bahkan, saking antusiasnya, Daniyah menyeret Papanya untuk berjalan ke arah Rengganis duduk. Gadis kecil itu merentangkan kedua tangan di hadapan Rengganis."Mama Ninis, namaku Daniyah, tapi panggil saja Dani. Dani boleh ya bertemu Dedek Arsa?"Gadis kecil di
Nama Daniyah seketika memutuskan pagutan bibir kedua insan. Mereka sontak menatap Rengganis. Bukan hanya Elizabeth dan Wiwid, tapi juga yang lainnya.Rengganis memang sering merasa khawatir ketika Wiwid pamit keluar kota untuk melakukan pameran seni. Itu memang pekerjaan profesionalnya, tapi kebersamaan Wiwid dengan Elizabeth-lah yang menjadi faktor kecurigaan. Mereka mempunyai rasa dan kisah di masa lalu dan siapa yang berani menjamin kisah mereka sudah usai atau rasa di antara mereka sudah terkikis?Puncak kecurigaan terjadi pada acara pembukaan Ronald Rodney's Art Collection. Elizabeth muncul dengan sikap permusuhan, terbaca jelas jika rasanya kepada Wiwid belumlah usai. Lalu, sebuah nama tersebut. Daniyah. Rengganis berusaha menampik bisikan hatinya, bahkan ketika sang suami bersikap seolah melupakan insiden pada malam itu. Ia terlalu takut untuk kehilangannya. Ia terlalu takut untuk mengetahui kebenaran di balik nama Daniyah."Dia sebentar lagi akan tiba!"Mereka seolah melupakan
Hari ini terhitung tiga hari menjelang book launching diadakan dan sepuluh hari menjelang Re-wedding diselenggarakan, Wiwid mengumpulkan para penghuni Green Mansion di ruang pertemuan di lantai dua. Henry dan Allyson Star, Kakaknya; Aya, Beau Prince, juga Rengganis Cahyadi; sang istri. Mereka setia menunggu di ruang pertemuan sembari menatap ke arah Wiwid yang justru memakukan pandangan ke arah luar jendela. Pandangannya tertuju ke bawah, terfokus pada satu titik objek di gerbang masuk Mansion."Apa yang sebenarnya kita lakukan di sini, sayang? Di mana Nindia? Kenapa dia tidak hadir?"Rengganis beranjak dari kursinya dan menghampiri Wiwid yang berdiri di samping jendela. Ia penasaran, apa sih yang menarik perhatian suaminya itu? Rengganis mendekap Wiwid dari belakang, melingkarkan tangannya pada pinggang sang suami dan mengecup punggung tegap terbalut kemeja abu-abu itu. Aromanya sangat segar dan memabukan, membuat jantung Rengganis bertalu hebat. Ia sangat tergila-gila pada Wiwid hin