Lalu dengan sisa-sisa tenaganya, Mitha berusaha untuk tetap sadar saat ini. Bagaimana tidak, lelaki itu melakukannya hampir semalaman. Mitha mulai merasakan kelelahan yang sangat dan hampir menggerogoti tulang-tulangnya.
"Akh ...!" erang keduanya serentak.Pertanda mereka kembali mencapai puncak kenikmatan, surga dunia itu.Gadis itu sudah tak sadarkan diri lagi. Dia langsung tertidur pulas.Demikian halnya dengan Erlan. Dia pun tertidur sambil memeluk erat tubuh polos Mitha yang telah dia tutupi selimut.Akan tetapi tanpa keduanya ketahui, ada seseorang yang diam-diam telah menyelinap masuk ke dalam kamar mereka dan merekam seisi kamar yang sangat berantakan itu.Tidak lupa, orang itu juga mengambil beberapa foto Erlan dan Mitha yang sedang tertidur pulas di atas ranjang yang dipenuhi bercak darah.Setelah tugasnya selesai, orang itu pun keluar dari kamar tersebut.Sesampai di luar kamar seseorang menghampirinya, dan berkata, "Ini bayaran untukmu! Menghilang lah dari kota ini, dengan segera!" ucap lelaki misterius itu."Baik, Tuan." Lalu sang fotografer handal itu, segera menjauh dari tempat tersebut dan mengikuti semua perintah sang pria misterius.Pria itu sangat lega. Akhirnya keinginannya tercapai juga. Sambil tersenyum, pria itu pun berkata,"Segera hubungi media! Sebarkan foto-foto skandal Tuan Erlan Levin dengan cepat! Aku ingin melihat dia kehilangan mukanya!" perintahnya tajam."Ini baru pembalasan awal dariku, Erlan! Kamu akan merasakan gelombang balas dendam yang lebih dahsyat dan menyakitkan lagi!"Pria tersebut segera meninggalkan tempat itu, setelah melakukan sejumlah pembayaran kepada para orang suruhannya.waktu telah menunjukkan tengah hari. Ruang kamar tersebut terasa sunyi dan sepi. Keduanya masih tidur nyenyak, karena kehabisan banyak energi, akibat pertempuran ranjang maha dahsyat yang dilakoni oleh keduanya.Sementara di dunia luar, berita heboh mengenai skandal ranjang seorang CEO muda bernama Erlan Levin mulai menghiasi layar televisi.Tak ayal berita heboh tersebut, akhirnya sampai juga di telinga keluarga besar Levin."Papi! Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan? Siapa gadis yang tidur bersama Erlan? Pi! Lakukan sesuatu." tutur Nyonya Anisa panik kepada suaminya, Tuan Fref."Mi .... Mami tenang dulu. Papi sedang menghubungi orang kepercayaan kita, untuk mencari tahu tempat di mana Erlan dan gadis itu berada saat ini." sahutnya kepada istrinya.Ternyata video skandal ranjang yang Erlan lakoni, juga sampai kepada beberapa klien perusahaan. Membuat berita itu semakin heboh saja.Lui, sahabat Erlan, tidak luput melihat berita heboh itu. Dia terlihat mengepalkan tangannya, menahan emosi.Dengan penuh amarah. Lui lalu memerintahkan ahli IT yang bekerja di perusahaannya untuk segera menghapus foto-foto dan video yang beredar itu, dengan meretas sistem keamanan sumber foto tersebut."Kurang ajar! Siapa yang berani-beraninya mempermalukan sahabatku! Kalian akan berhadapan denganku! geram Lui penuh emosi.Erlan dan Lui adalah teman masa kecil. Mereka sejak dulu telah akrab, sampai mereka dewasa saat ini. Kedua ayah mereka juga turut bersahabat baik seperti mereka.Opa Robi dan Oma Rini juga mulai gelisah menunggu kabar tentang cucu mereka, Erlan."Bagaimana Fred? Apakah kamu sudah menemukan di mana Erlan berada?" tanya Oma Rini kepada anak satu-satunya itu."Masih belum, Oma. Kita tunggu sebentar lagi." jawab Fred kepada sang ibunda.Erlan telah mencoreng nama baik keluarga kita. Opa tidak mau tahu! Dia harus menikahi gadis itu dengan segera!" tukas Opa Robi dengan setengah emosi."Setelah kamu menemukan Erlan, segeralah nikahkan dia dengan wanita itu! Opa tidak mau tahu. Dia harus bertanggung jawab dengan gadis itu!" seru Opa Robi lagi. Dia benar-benar sangat kecewa dengan cucunya."Tapi, Opa. Kenapa Erlan harus bertanggung jawab? Belum tentu dia mengenal baik perempuan itu." sahut Tuan Fred menyela perkataan ayahnya."Apa? Jadi menurut kamu, Erlan tidak perlu bertanggung jawab dengan semua yang telah dia lakukan kepada gadis itu? Begitu maksud kamu, Fred?""Oma setuju dengan Opa, Fred. Erlan harus bertanggung jawab dengan gadis itu. Setelah semua perbuatannya kepada gadis itu.""Opa sama Oma kok yakin banget sih, dengan gadis itu? Belum tentu dia gadis baik-baik." sergah Tuan Fred kembali membantah omongan kedua orang tuanya."Papi! Aku juga sependapat dengan Oma and Opa. Aku sangat setuju jika Erlan menikahi gadis itu." seru Nyonya Anisa kepada sang suami."Lho, Mi? Kamu kok ikut-ikutan setuju sih dengan pendapat Opa and Oma?""Iya, Papi. Aku sangat setuju. Erlan menikahi gadis itu." tegas Mami Anisa."Nah dengar itu, Fred. Istrimu saja sangat setuju." sahut Oma Rini."Mi, kamu kok yakin banget dengan gadis itu?" Tuan Fred menjadi penasaran."Papi, coba perhatikan baik-baik video itu." Tuan Fred lalu mengikuti kemauan istrinya yang menyuruhnya kembali melihat rekaman video Erlan yang sedang tidur sambil memeluk seorang gadis."Aku sudah perhatikan semuanya, Mi. Terus mana yang kamu jadikan landasan, untuk berkata jika gadis itu adalah gadis baik-baik?" tanya Tuan Fred kepada istrinya."Fokus, Pi! Coba kamu lebih fokus!" tutur Nyonya Anisa lagi kepada suaminya.Tuan Fred kembali fokus melihat video tersebut, sesuai perkataan istrinya."Ada darah di atas seprei itu." gumamnya pelan."Tepat sekali!" sahut Opa Robi."Itu pertanda jika sang gadis masih suci dan Erlan lah yang melakukan hal itu kepadanya, untuk pertama kalinya." Kali ini sang ibu yang angkat bicara kepada anaknya."Bagaimana, Pi? Apakah kamu setuju dengan pendapatku dan pendapat Oma dan Opa?" tanya sang istri."Papi sangat setuju, Mi! Papi akan mempersiapkan konferensi pers untuk mengumumkan, jika keduanya adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Hanya saja ada oknum tertentu yang ingin mengambil keuntungan di dalamnya." seru Tuan Fred, menjelaskan."Menurut Mami, kejadian memalukan ini. Ada hikmahnya juga." ucap Mami Anisa."Hikmah yang bagaimana sih, maksud Mami?"tanya Tuan Fred lagi."Iya dong, Pi. Kita tidak perlu repot-repot lagi mencari jodoh untuk Erlan. Sudah ada di depan mata. Masih suci lagi!" celutuk Mami Anisa."Iya, Mi. Aku setuju dengan pendapat Mami." sahut Papi Fred."Pi, tunggu apa lagi? Kita harus mempersiapkan semuanya mulai dari sekarang." Lalu keempat orang tua tersebut pun, mulai menyusun strategi jitu agar Erlan mau menerima keputusan mereka, dan tidak menolak perjodohan dengan gadis yang telah bersamanya tadi malam."Anisa, kamu yang melindungi gadis itu dari serangan awak media. Bela dia dengan cara yang elegan. Agar dia. tidak dicap sebagai gadis murahan." ucap Oma Rini kepada menantunya."Oma juga akan membantumu untuk membelanya. Kita harus melakukan sandiwara ini, dengan apik. Jangan sampai Erlan berkelit dan tidak mau menikahi gadis itu!" ucap sang Oma lagi.Keempat orang tua itu sangat tahu sifat Erlan yang jago berkelit dan mencari alasan. Jadi mereka tidak mau kecolongan lagi."Ya sudah, sementara suamimu melacak tempat Erlan dan gadis itu berada, kita ke butik dulu. Oma yakin, gadis itu pasti tidak memiliki baju ganti." seru Oma Rini lagi."Iya, Oma. Untung saja Oma ingat. Aku juga merasa kasihan, pasti gadis itu tidak memiliki pakaian ganti." Lalu, ibu mertua dan menantunya itu pun segera berangkat menuju butik ternama di kawasan Jakarta Selatan.Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d