Namun entah sudah berapa kali, Mitha merasakan pelepasan untuk kesekian kalinya. Tubuhnya bagai tersengat arus listrik beribu-ribu ampere, selalu terus bergetar.
Melihat reaksi gadis itu, Erlan juga semakin penasaran. Dia mulai memasukkan senjata pamungkas andalannya, ke dalam gua sempit milik Mitha."Akh ..!" Sa ... sakit!" jerit Mitha sambil menitikkan air mata, yang begitu deras.Erlan menatap gadis itu dalam-dalam, lalu dia membelai lembut wajahnya. Lalu setelah itu Erlan melumat kembali bibirnya yang ranum. Sambil terus mencoba kembali memasukkan alat tempurnya yang sedang mengamuk itu, ke dalam liang kenikmatan milik Mitha.Erlan terus saja mencobanya untuk beberapa kali. Namun tetap saja gagal. Lalu dia menghentikan gempurannya terlebih dahulu karena melihat gadis itu, yang sangat kesakitan.Erlan mulai menyeka air mata Mitha. Lalu berkata,"Apakah sangat sakit?" tanyanya, dan dibalas anggukkan lemah oleh gadis itu."Terus bagaimana? Apakah kita hentikan saja semuanya, sekarang?" Mitha hanya terdiam. Namun dia mulai terusik saat tangan pria itu, mulai nakal memilin-milin kedua pucuk bukit kembar miliknya, yang terasa sangat kenyal itu. Erlan sepertinya menikmati aktifitasnya kali ini."Ssssssshhh, mmmmmmpppp .... Ah!" desis Mitha tak tertahankan."Namamu, siapa?" Erlan lalu menanyakan nama gadis itu, disela-sela aktifitasnya yang membuat Mitha mulai merasa geli."Na ... namaku, Mitha. Ah ... uh ....!" jawabnya sambil memejamkan matanya, merasai nikmatnya permainan jari-jari Erlan."Nama yang indah." gumam Erlan dalam hatinya."Panggil aku, Erlan." sahutnya sambil terus melanjutkan aktivitas yang sungguh mengasyikkan itu."Mas Erlan ... ah ....!" desahnya tertahan.Setelah mengetahui gadis itu mulai rileks, Erlan kembali menindih tubuh lemah Mitha.Dia kembali melumat habis bibir sexy milik sang gadis yang sudah mulai terlihat bengkak, akibat sedotan bibir Erlan yang semakin beringas.Bersamaan dengan itu, Erlan mulai melakukan dorongan demi dorongan dari alat tempurnya yang telah tegak berdiri, untuk kembali memasuki liang sempit milik gadis itu.Karena sangat penasaran, Erlan tidak lagi memberi kesempatan kepada Mitha untuk melepas bibirnya, dari gelombang maha dasyat akibat lumatan bibir pria itu.Erlan menjadi semakin kalap, dia sudah tidak mempedulikan lagi, akibat apa yang akan terjadi nantinya dengan perbuatannya malam ini.Tubuh Mitha seakan telah menjadi candu baginya. Rasa penasaran mulai menjalar dipikiran liarnya, untuk segera membobol gawang sempit milik gadis itu.Namun Mitha yang mulai kehabisan napas. Segera melepas dengan paksa lumatan bibir Erlan di bibirnya. Dia bernapas terengah-engah saat ini, sambil menitikkan air mata dengan derasnya."Sa ... sakit ....!" lirihnya sambil mencengkeram erat kain seprei menahan rasa perih yang mulai menjalar dari inti tubuhnya.Bibir Mitha terlihat sangat bengkak akibat ulah Pria itu.Sepertinya Erlan tidak senang karena alat tempurnya yang sudah tegak berdiri itu, tidak juga bisa membobol gua sempit milik Mitha.Sedangkan gairah yang berasal dari dalam tubuhnya semakin besar saja, akibat obat perangsang itu.Setelah memberi jeda sebentar, Erlan dengan paksa kembali menarik tengkuk Mitha untuk menghadap ke arahnya.Tangannya mulai bergerilya bermain di kedua pucuk gundukan milik gadis itu yang begitu sangat menggoda baginya."Mas Erlan ... ah! Geli! Hhhhmmmmmpp, ssssshhhhh...." desisnya lagi lalu kembali meliuk-liukkan badannya, tidak dapat menahan rasa nikmat itu.Seketika Erlan sangat menyukai ekspresi wajah Mitha. Disaat dirinya menyentuh kedua pucuk bukit kembar milik gadis itu."Akh ... Mas Erlan!" Lagi-lagi Mitha kembali mendapatkan pelepasannya. Hanya dengan gaya sentuh menyentuh pucuk dua gundukan milik gadis itu dengan jari-jarinya yang sangat lihai.Menyadari jika Mitha sudah mencapai puncak kenikmatan itu.Erlan dengan sigap memasukkan kembali senjata pamungkasnya ke dalam gua sempit itu. Tidak lupa dia kembali melumat bibir gadis itu dengan rakusnya dan tak memberi ampun baginya saat ini.Karena gejolak yang terus membara, untuk pertama kalinya, Mitha yang dari tadi hanya mampu mencengkeram kain seprei. Saat ini malah mulai berani memeluk Erlan dengan erat saking takutnya dia, menyadari apa yang akan terjadi selanjutnya.Dorongan demi dorongan senjata pamungkas milik Erlan semakin dalam, menerobos masuk gawang sempit itu dan ingin segera membobolnya. Air mata Mitha juga semakin deras menetes.Karena terbawa suasana, Erlan tidak membiarkan Mitha melepas pagutan bibir mereka. Dia malah menekan dan menahan tengkuk gadis itu lebih lama agar bibir mereka tetap bersentuhan. Tak lupa Erlan tetap terus mendorong masuk alat tempurnya untuk mencoba membobol gawang sempit milik gadis itu.Dorongan demi dorongan itu semakin dalam, dan pada satu ketika, "Krek!" Seperti ada sensasi robek yang Erlan rasakan darri dalam liang kenikmatan yang sangat sempit itu.Sempit dan sangat sempit di dalam sana.Tancapan kuku gadis itu tiba-tiba menekan punggungnya dengan kuat.Erlan pun menyadari jika alat tempurnya telah berhasil, membobol gua sempit milik Mitha. Dia merasakan sensasi yang luar biasa sat ini dan kepuasan tersendiri.Dia pun mulai melepas pagutan bibirnya dari bibir gadis itu. Tanpa sadar, Erlan mencium kening Mitha dengan lembut.Tangisan Mitha semakin keras, dia merasakan perih yang luar biasa."Sa ... sakit! Sakit!" isaknya.Mendengar keluhan dan tangisan Mitha, Erlan segera mencabut miliknya dari dalam gua sempit itu. Dia pun mulai memeriksa apa yang terjadi di liang kenikmatan itu.Sejenak Erlan tertegun saat melihat ujung senjata pamungkasnya terlihat berdarah.Seketika Erlan merasa sangat kaget menyadari kenyataan yang ada."Sial! Mitha masih suci! Bagaimana ini?" Gumamnya bingung dalam hati.Dia juga melihat di pintu masuk liang kenikmatan itu, ada sisa-sisa darah yang menetes dan jatuh ke atas kain seprei."Kenapa aku bisa melakukan sampai sejauh ini?" Ada sedikit penyesalan yang timbul dari dalam hatinya."Apakah sangat sakit?" tanyanya kepada gadis itu."I ... iya, Mas. Sa ... sakit banget." Mitha kembali menangis. Air matanya tidak dapat dia bendung lagi."A-ku, sudah tidak suci lagi!" Gumamnya sedih dalam hati. Mulai timbul rasa penyesalan di dalam hatinya. Akibatnya air matanya kembali menetes deras.Dia merasa sedikit jijik dengan reaksi tubuhnya malam ini, yang mau saja menerima semua perlakuan pria asing, yang baru dirinya temui, di semua bagian tubuhnya yang masih suci.Bahkan Mitha malah semakin haus dengan belaian pria itu di tubuhnya. Dia menjadi semakin terbuai dengan permainan panas dari Erlan.Mitha seakan tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari di tubuhnya. Apakah dirinya menyesal dengan semua ini. Atau malah bahagia. Dia tidak memikirkan semua itu.Mitha telah kehilangan akal sehatnya karena obat perangsang yang dicekoki kepadanya.Melihat sang gadis yang terus saja menangis, membuat Erlan menjadi iba.Dia lalu mulai membelai lembut permukaan liang kenikmatan itu."Mmmmmmmpp ... ah ....!" Perlahan tangisan itu berubah menjadi erangan.Bagaimana tidak, jari-jari Erlan mulai melakukan tugasnya. Dia mulai menggesek-gesekkannya di area inti tubuh Mitha."Ah ... Mas ...!"Gesekan jari-jari itu mulai cepat dan semakin cepat, tiada hentinya.Sehingga disatu ketika,"Akh...." Mitha kembali mendapatkan pelepasannya lagi.Karena permainan jari-jari Erlan itu. Tubuh Mitha menjadi sangat lemah. Namun tidak dengan Erlan. Alat tempur miliknya masih tegak berdiri dan sepertinya sangat penasaran dengan area terdalam di dalam gua sempit milik Mitha.Lalu Erlan kembali memasukkan senjata pamungkasnya dan mulai melakukan goyangan lembut tapi menghanyutkan."Ah ... oh ...!" desis, Mitha. Wajahnya sedikit meringis saat Erlan kembali memasukkan alat tempurnya di dalam gua sempit miliknyaGerakan demi gerakan yang dilakukan oleh Erlan untuk menggenjot inti tubuhnya. Suasana di dalam kamar itu semakin panas saja.Kedua insan manusia yang sama-sama telah dicekoki oleh obat perangsang itu, semakin terhanyut dalam gelora hasrat yang semakin liar. Tubuh keduanya sama-sama tak berdaya melawan reaksi obat kuat tersebut.Mereka berdua semakin terlena di dalam nuansa kenikmatan yang semakin membara.Mitha hanya mampu mendesah dan mendesis di bawah kungkungan tubuh kekar Erlan."Sebut namaku ...!" Bahkan pria itu sangat suka saat Mitha menyebut namanya ditengah erangan demi erangan yang keluar dari bibirnya."Mas Erlan, ah! Mmmmmpppp, Mas ... pe-lan! Ah ... Mas Erlan, ah!" Pemuda itu tersenyum puas saat Mitha mulai meneriakkan namanya.Dengan cepat Erlan kembali melumat habis bibir mungil gadis itu tanpa ampun."Kamu sangat nikmat! Kamu sangat sempit!"Sepanjang malam mereka melakukannya. Keduanya sama-sama menikmati permainan panas itu.Beberapa kali, Erlan mencoba untuk menghentikan goyangannya di inti tubuh Mitha. Namun dirinya menjadi tak berdaya karena senjata pamungkas miliknya masih saja tegak berdiri dan butuh pelampiasan.Keduanya sama-sama tak berdaya melawan hawa panas yang semakin melambung tinggi.Erlan dan Mitha membiarkan tubuh mereka merasai kenikmatan yang tiada tara ini. Melebur bersama rasa panas yang semakin kuat.Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d