Beranda / Romansa / Gadis Tanpa Ingatan / 13. Rahasia di Lantai Dua

Share

13. Rahasia di Lantai Dua

Penulis: Alvarezmom
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-23 08:03:59

Jam di dinding besar aula menunjukkan pukul 21.06. Masih ada lima puluh empat menit sebelum waktu yang ditentukan. Tapi jantung Raina terasa seperti berdetak lebih cepat tiap detik berlalu. Ia harus naik ke lantai dua. Tapi tidak sendiri.

Ia melangkah ke arah luar aula, menuju koridor belakang, melewati pelayan-pelayan sibuk dan tamu-tamu yang mulai larut dalam alunan musik jazz yang menggantikan piano klasik tadi.

“Raina?”

Langkahnya terhenti. Nadine berdiri di ambang pintu balkon samping. Mata hijaunya menyipit.

“Aku tidak ingat pernah melihatmu di daftar undangan,” katanya pelan.

“Karena aku tidak suka hal-hal formal.”

Nadine tersenyum sinis. “Tapi kau tampak... terlalu cocok untuk seseorang yang tidak diundang.”

Ia menyesap anggurnya. “Hati-hati. Rumah ini menyimpan banyak rahasia. Dan beberapa di antaranya... menggigit.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gadis Tanpa Ingatan   19. Menemukan Kaset Tua

    Siang itu, rumah Elvano kembali menjadi saksi bisu dari jejak masa lalu yang mulai terkuak. Di ruang tamu, Raina duduk bersama Elvano,Suster Amelda, dan seorang perwira polisi berpakaian sipil bernama Pak Yuda yang datang untuk memintai keterangan lanjutan.Sore harinya, Raina berdiri di halaman belakang rumah Elvano. Tempat yang dulu terasa asing dan membingungkan kini seperti membuka ruang baru dalam benaknya. Angin meniup lembut, membawa aroma tanah dan dedaunan.Ia meraih liontin di lehernya, lalu membukanya. Di dalamnya, foto kecil yang mulai pudar: seorang wanita muda menggendong bayi, wajahnya samar namun tatapannya begitu penuh cinta.“Siapa kau sebenarnya?” bisik Raina, suaranya nyaris tak terdengar.Tiba tiba Suara langkah pelan terdengar dari belakang. Memecah keheningan. Elvano. Dari mana saja kamu? Dari tadi aku baru melihat mu? Tanya Raina.“Aku habis mencari sesuatu di ruang bawah,” katanya perlahan. Sambil mendudukn bokongnya di kursih. “Dan... aku nemu ini.” Ia menyod

  • Gadis Tanpa Ingatan   18. Suster Amelda Muncul

    Dengan napas tercekat dan jantung berdebar tak karuan, Raina mundur beberapa langkah, menahan tubuhnya agar tidak goyah. Elvano langsung berdiri di depannya, tubuhnya tegap, seolah siap melindungi Raina dari dua sosok yang perlahan keluar dari balik kegelapan pepohonan.Rudy melangkah dengan pasti, namun aura yang menyelimutinya terasa asing. bukan pria tenang yang dulu membantu Raina menyusun potongan masa lalunya. Tatapannya kosong, matanya merah seperti tak mengenal tidur, dan tangannya menggenggam sesuatu: sebuah topeng kayu tua berukir lambang keluarga Gunawan, simbol kekuasaan yang telah menghancurkan banyak hidup, termasuk milik Raina.Di sebelahnya, Nadine berdiri tegak dalam balutan jaket hitam panjang. Senyum tipis menghiasi wajahnya, tapi bukan senyum hangat—melainkan senyum yang menyimpan rencana dan luka. Ia tampak tenang, namun matanya menyala, seolah bisa meledak kapan saja.“Aku tidak akan ikut dengan kalian,” kata Raina pelan, namun nadanya tegas. “Aku bukan Amara. Da

  • Gadis Tanpa Ingatan   17. lorong gelap

    Langkah kaki mereka memburu dalam gelap. Suara derak kayu tua dan desir angin yang merayap dari sela-sela lantai membuat segalanya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Suster Amelda membuka pintu tua yang tersembunyi di balik lemari tua yang digeser paksa. Deritnya mengiris sunyi, seperti jerit seseorang yang terkunci terlalu lama.Tangga kayu curam menurun ke dalam perut bangunan. Bau apek dan debu berusia puluhan tahun menyerbu begitu pintu terbuka. Tapi mereka tak punya pilihan. Di atas, suara-suara itu semakin dekat—suara anak-anak... yang tak seharusnya tertawa di tengah malam, dan langkah berat yang entah milik siapa.Elvano menggenggam tangan Raina erat. “Turun. Sekarang.”Raina memandang sekilas ke lorong tempat Amara—atau bayangan yang menyerupainya—muncul. Tapi lorong itu kini kosong. Gelap. Tak terlihat siapa pun. Hanya rasa dingin menusuk dari ujung sana, seolah menatap mereka diam-diam.Dengan napas tercekat, mereka turun sat

  • Gadis Tanpa Ingatan   16. Panti Asuhan Berkat Ibu

    Hening menyelimuti perjalanan mereka. Meski mesin mobil menderu pelan dan lampu jalan berkelap-kelip dalam kabut dini hari, tidak satu pun dari mereka bersuara. Raina menggenggam liontin itu erat, seolah berharap dari benda kecil itu akan muncul jawaban yang selama ini terkubur dalam bayang-bayang masa lalu.“Panti Asuhan Berkat Ibu,” gumam Elvano akhirnya, memecah keheningan. “Dulu tempat ini sempat ditutup karena ada kasus kehilangan anak, bukan?”Raina mengangguk tanpa menoleh. “Lalu dibuka lagi diam-diam beberapa tahun kemudian. Tapi tidak banyak anak yang ditampung. Hanya... kasus-kasus khusus, begitu katanya.”Mereka berbelok ke jalan sempit yang menurun, diapit oleh pepohonan besar yang akar-akarnya menjalar hingga ke jalan. Kabut makin tebal. Aroma tanah lembap dan dedaunan membusuk menyusup ke sela-sela kaca mobil yang sedikit terbuka.Panti itu muncul perlahan di balik rerimbunan: sebuah bangunan tua berwarna kelabu dengan salib besi ber

  • Gadis Tanpa Ingatan   15. Kemunculan Ingatan Tentang Paman Rudi

    Udara malam menggigit, menusuk hingga ke tulang. Tapi rasa dingin itu tak sebanding dengan kecamuk yang berkecamuk di dada Raina. Ia dan Elvano berdiri di tengah kegelapan pekarangan belakang rumah keluarga Gunawan—tempat yang tak pernah dikunjungi selama bertahun-tahun, karena disebut angker oleh warga sekitar.Raina menggenggam liontin berbentuk hati yang tadi mereka temukan. Jari-jarinya gemetar, tapi bukan karena cuaca. Di dalam liontin itu, ada sehelai rambut—halus dan hitam—terjepit di antara dua sisi kaca kecil yang mulai kusam. Entah mengapa, ia merasa liontin ini bukan sekadar perhiasan... tapi jejak nyata dari sebuah masa lalu yang sengaja disembunyikan.“Elvano,” ucap Raina pelan, “kita tak bisa kembali ke dalam rumah. Tidak malam ini.”Elvano mengangguk, matanya menatap jendela lantai dua tempat Nadine dan bayangan itu tadi terlihat. "Dia tahu kita sudah melihat semuanya. Kita butuh tempat yang aman... dan seseorang yang tahu lebih banyak tenta

  • Gadis Tanpa Ingatan   14. Ruang Rahasia Bawah Tanah

    Klik. Suara kunci yang diputar dari luar terdengar seperti palu godam yang mengunci takdir. Raina berlari ke pintu, memutar gagangnya. Terkunci. Ia memukul daun pintu kayu tua itu. "Nadine! Buka! Nadine!" Tapi tak ada suara balasan. Tak ada derap langkah di luar lorong. Hanya keheningan yang terasa menggema, menusuk. Elvano berdiri diam, matanya masih menatap surat yang tergeletak di atas meja. Jari-jarinya mengepal. “Dia tahu kita tahu.” Raina menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan desakan panik yang mulai mencengkeram. “Kita tidak bisa tinggal di sini. Ini bisa jadi perangkap.” Elvano mengangguk. Ia berjalan menuju jendela tua yang menghadap halaman samping. Membuka sedikit tirainya. Gelap. Tapi lampu-lampu taman masih menyala, menyorot rerumputan dan patung batu di dekat kolam. “Kalau dia ingin menahan kita di sini... untuk apa? Menyembunyikan sesuatu?” “Atau,” sahut Raina, “menjauhkan kita dari sesuatu.” Hening. Lalu tiba-tiba—tok... tok... tok... Ketukan pe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status