CEO Baru Itu Mantan Rivalku

CEO Baru Itu Mantan Rivalku

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-06-12
Oleh:  Moon_L03Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
21Bab
162Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Hari pertama kerja Han Ji An di Cheonghwa Group seharusnya menjadi awal baru. Tapi siapa sangka, CEO baru yang diperkenalkan di hadapannya adalah rival masa kuliahnya yang paling menyebalkan—Park Seon Woo. Namun, pertemuan tak terduga itu hanyalah permukaan dari badai besar yang menunggu. Ji An, tanpa sadar, masuk ke dalam permainan berbahaya yang melibatkan korupsi tingkat tinggi, pengkhianatan keluarga, dan pengawasan diam-diam oleh orang yang berpura-pura peduli. Saat satu per satu orang terdekatnya menunjukkan wajah asli, dan rahasia masa lalu terkuak, Ji An dihadapkan pada pilihan: mempercayai musuh lamanya atau kehilangan segalanya. Di dunia kantor yang penuh ambisi, siapa teman, siapa musuh, dan siapa yang benar-benar ingin melindunginya?

Lihat lebih banyak

Bab 1

AWAL HARAPAN

Jam dinding berdetak lambat. Di luar, suara mobil yang melintas di jalan utama terdengar sayup melewati jendela kecil kamar Ji An. Di dalam ruangan sempit berukuran tak lebih dari dua belas meter persegi itu, seorang perempuan duduk bersandar di kursi rotan yang mulai reot. Pakaian rumahnya lusuh, rambutnya dicepol asal, dan wajahnya tampak lelah. Namun, matanya penuh tekad saat menatap layar laptop yang mulai memanas di pangkuannya.

Nama lengkapnya, Han Ji An! Tertulis rapi di sudut kiri atas dokumen yang sedang ia susun.

Lamaran kerja.

Tangannya berhenti sejenak di atas keyboard. Ia menarik napas panjang, lalu melirik ke arah kalender tempel di dinding. Tanggal 27. Sudah hampir sebulan sejak dia keluar dari tempat kerja sebelumnya, dan tiga minggu sejak ia memutuskan untuk berhenti menggantungkan harapan pada siapa pun, termasuk orang tuanya.

Notifikasi dari ponsel mengalihkan pikirannya. Pesan dari Min Ji.

‘Kau lihat pengumuman lowongan di Cheonghwa Group? Divisi keuangan akhirnya buka rekrutmen. Aku bisa dorong namamu kalau kau mau.’

Cheonghwa Group?

Ji An terdiam sejenak. Perusahaan besar itu sebelumnya terkenal tertutup dalam urusan rekrutmen, terutama untuk divisi keuangan yang belakangan dirumorkan mengalami kekacauan. Ia tahu kabar itu dari forum-forum anonym, gosip tentang kerugian besar, sistem yang tidak tertata, dan audit internal yang gagal menyelesaikan permasalahan.

‘Kau yakin ini nggak mencurigakan? Kenapa tiba-tiba buka rekrutmen setelah sekian lama?’ balas Ji An.

‘Justru karena itu. Mereka butuh wajah baru. Orang-orang lama terlalu banyak tahu dan mungkin terlibat. Ini kesempatan bagus.’

Ji An kembali menatap laptopnya. Sebuah nama besar di resume bisa membuka banyak pintu. Dan ia tak punya waktu untuk ragu.

---

Sementara itu, di kantor pusat Cheonghwa Group – Ruang Rapat 18A, Seoul

Salah satu direktur keuangan melemparkan berkas daftar pelamar ke meja.

"Aku tanya sekali lagi. Siapa yang mendorong pembukaan rekrutmen ini tanpa pembahasan lengkap dalam rapat internal?"

Beberapa orang saling pandang. Ruangan hening, hanya terdengar suara kipas pendingin yang mendengung halus.

"Aku hanya menjalankan perintah langsung dari level atas," ucap Kepala HRD, pelan. "Ada tekanan untuk segera bergerak sebelum situasi memburuk. Audit kemarin menunjukkan penyimpangan besar. Kita butuh orang baru yang bersih."

"Atas nama siapa? Kau tahu divisi ini belum pulih sejak sistem terakhir dibobol. Membuka pintu untuk orang luar tanpa filter ketat bisa jadi bumerang."

"Kalau terus menunda, justru kita tak akan pernah bisa keluar dari lingkaran lama," balas HRD. "Lihat daftar ini, ada beberapa nama yang menjanjikan."

Direktur muda yang tadi bicara mengambil lembar pertama. Matanya menyipit saat membaca satu nama:

Han Ji An.

"Siapa yang menyisipkan nama ini?" gumamnya.

---

Di kamar sempitnya, Ji An menuliskan kalimat terakhir dalam surat lamarannya:

‘Saya bukan yang paling sempurna, tapi saya selalu menyelesaikan apa yang saya mulai. Saya tidak pandai menjilat, tapi saya tahu cara bekerja. Saya tidak bisa dibuat-buat, tapi saya bisa diandalkan.’

Ia menatap layar dengan puas. Surat itu bukan sekadar formalitas. Itu potongan hidupnya. Sebuah pernyataan bahwa ia tidak butuh bantuan siapa pun untuk layak diperhitungkan.

Setelah menekan tombol 'Kirim', ia meraih cangkir kopinya dan menatap ke luar jendela. Malam Seoul menyapa dengan lampu-lampu jalanan dan udara dingin yang perlahan meresap masuk lewat sela jendela tua.

Hari itu terasa berat, tapi Ji An tahu, dia baru saja mengambil langkah yang akan mengubah hidupnya.

---

Dua hari setelah ia mengirimkan surat lamarannya, ia mendapatkan email undangan wawancara.

Dan disinilah gadis itu sekarang berdiri.

Gedung Cheonghwa Group menjulang di depan matanya seperti istana kaca yang terlalu angkuh untuk disentuh. Dinding kacanya memantulkan langit Seoul yang mendung, seolah memberi peringatan bahwa hari ini tak akan mudah.

Ji An berdiri sejenak di depan lobi, mengenakan blazer lama yang sempat ia setrika semalam dengan harapan lipatan bahunya bisa tampak sedikit profesional. Sepatu hitamnya mengilat, meski sudah empat tahun usianya. Ia menatap pantulan dirinya di pintu otomatis yang mengilat, rambut di kuncir rapi, wajah tanpa riasan mencolok, dan ekspresi penuh tekad.

Hari ini hari penting.

Bukan hanya soal pekerjaan. Tapi soal membuktikan bahwa ia bukan perempuan yang mudah diabaikan.

Saat ia masuk ke dalam, aroma parfum mahal dan lantai marmer menyambutnya. Ia sempat mencatat detail kecil, resepsionis yang senyum seperlunya, suara mesin printer dari ruang sebelah, dan orang-orang berdasi yang berjalan cepat sambil bicara di telepon.

“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?” resepsionis menyapanya.

“Han Ji An. Saya dapat jadwal wawancara pukul sepuluh untuk posisi di divisi keuangan.”

Gadis resepsionis mengangguk dan memberinya visitor pass.

“Silakan naik ke lantai 17. Ruang 1703.”

Ji An mengangguk. Jantungnya berdegup lebih cepat saat kakinya menjejak lift. Selama perjalanan ke atas, ia menarik napas dalam-dalam, menenangkan dirinya. Ia pernah melalui banyak hal, rapat proyek dengan tenggat mustahil, rekan kerja toxic, bahkan bos yang gemar mengambil pujian atas kerja timnya. Tapi tetap saja, ruangan wawancara selalu berhasil membuat perutnya mual.

---

Ruang 1703 ternyata tidak seseram bayangannya. Panel kayu hangat, kursi abu-abu empuk, dan dinding kaca dengan tirai separuh tertutup. Di seberang meja duduk tiga orang: dua laki-laki dan satu perempuan. Salah satunya adalah kepala HRD yang Ji An kenali dari foto profil web resmi semalam. Yang lain… tak dikenalnya.

“Silakan duduk, Han Ji An-ssi,” ucap perempuan itu ramah.

Ji An mengangguk, duduk tegak. Pandangannya tidak gemetar.

“Terima kasih sudah datang. Kami sudah membaca CV Anda. Bisa ceritakan alasan Anda melamar ke Cheonghwa Group?”

Pertanyaan standar.

Namun Ji An bukan kandidat biasa.

“Saya ingin tempat yang tidak hanya besar dari luar, tapi juga berani berubah dari dalam. Cheonghwa sedang membangun divisi baru. Itu berarti ada ruang kosong untuk integritas dan sistem yang jujur.”

Para pewawancara saling pandang cepat. Ji An tahu ia menyinggung sesuatu yang sensitif. Tapi ia memang datang bukan untuk berbasa-basi.

“Kami juga lihat Anda keluar dari tempat kerja sebelumnya tanpa surat rekomendasi.”

“Ya,” jawab Ji An pelan, “karena saya menolak memanipulasi laporan akhir tahun seperti yang diminta atasan saya. Saya bukan orang yang tepat untuk tempat yang ingin semuanya terlihat sempurna padahal busuk di dalam.”

Salah satu pewawancara, pria berjas abu tua terbatuk pelan. Mungkin karena terkejut. Atau mungkin karena kagum. Ji An tidak peduli. Ia hanya mengatakan kebenaran.

“Lalu, apa kekurangan Anda?”

“Ada banyak. Saya mudah curiga kalau orang terlalu manis. Saya bukan tipe yang cocok dengan politik kantor. Tapi saya tahu cara bekerja, dan saya tahu bagaimana menyelamatkan sistem keuangan yang rusak.”

Sepi. Ruangan mendadak hening. Ji An tidak mundur. Ia menatap lurus, tetap tenang.

---

Beberapa menit kemudian, wawancara selesai. Ia keluar ruangan dengan kepala tegak.

Saat menekan tombol lift, ponselnya bergetar.

‘Kau sudah wawancara?’

‘Sudah. Entah diterima atau tidak, aku tidak menyesali jawabanku.’

Min Ji membalas cepat.

‘Kudengar yang mengawasi proses rekrutmen ini langsung dari level atas. Katanya ada direksi yang ikut duduk diam di wawancara tadi.’

Ji An mengernyit. Ia langsung teringat pria paruh baya berkacamata yang duduk paling kiri. Dari tadi tidak bicara sepatah kata pun, tapi gerak matanya tajam dan penuh kalkulasi. Saat Ji An berbicara, pria itu mencatat sesuatu di buku kulit hitam kecil.

Jelas bukan staf biasa. Tapi juga bukan wajah yang ia kenali dari daftar direksi yang sempat ia pelajari semalam.

Ia menatap pintu ruang 1703 untuk beberapa detik.

“Aku memang tidak pintar main strategi,” gumamnya pelan, “tapi aku tahu saat seseorang sedang mengincar sesuatu.”

Ia menarik napas, lalu melangkah masuk ke dalam lift.

Satu hal yang belum ia tahu adalah pengamatan hari ini bukan keputusan spontan.

Dan namanya telah masuk dalam radar orang-orang penting di Cheonghwa Group.

---

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
21 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status