Share

4. Pembelaan

Author: Aksara Ocean
last update Last Updated: 2025-03-14 11:18:29

Bab 4

Wajah pucat Lusiana, serta permintaan Fathan membuat Aruna tersadar, kalau di rumah besar yang telah ia tempati, tak ada satupun foto yang menunjukkan ibu Fathan.

Sejujurnya, Aruna sudah sangat penasaran bagaimana Bastian dan ibu Fathan berpisah. Apakah perempuan itu meninggal saat melahirkan Fathan, atau melarikan diri bersama lelaki lain?

"Mam, kalau aku minta kita foto bareng-bareng, Mami mau gak?"

Lusiana terkesiap. Ia mengangguk disertai senyum canggung di bibirnya. "Cucu Oma yang ganteng, kamu mau ikut gak, jalan-jalan sama Oma dan Mama?" tanyanya berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Mau, Oma! Emangnya Oma sama Mama mau ke mana?"

"Pertama, Oma mau ngajak Mama pergi ke mall, terus pergi ke klinik supaya Mama sama Oma tambah cantik!"

"Aku mau, Oma! Aku ganti baju dulu, ya!" Penuh semangat Fathan berlari. Aruna hendak menyusul, tetapi Lusiana melarang.

"Udah ada pengasuh Fathan, kamu duduk aja di sini," ucap perempuan paruh baya itu.

Aruna mengangguk. Kurang dari 15 menit, Fathan telah kembali dengan pakaian rapi yang menambah ketampanannya. Aruna sampai menyipitkan mata, sengaja menelisik wajah anak sambungnya.

"Dia gak mirip sama Mas Bastian. Itu artinya, dia mirip sama mamanya," batinnya dalam hati.

Tiga orang itu kemudian mendatangi salah satu pusat perbelanjaan besar di kota Jakarta. Banyak sekali toko-toko barang mewah yang berjejer tiap lantai. Para pramuniaga di tiap toko siap siaga menyambut para pembeli.

"Selamat datang di toko kami. Ada yang bisa saya bantu?" tanya salah seorang pramuniaga yang cantik nan semampai. Senyum ramah senantiasa terpatri di bibirnya.

"Saya mau lihat-lihat tas keluaran terbaru." Lusiana menyampaikan maksudnya.

Sementara Aruna menatap ke sekeliling. Ini adalah kali pertama baginya, masuk ke sebuah toko tas yang tiap itemnya berharga fantastis. Ia hanya bisa melihat-lihat, tak berani menyentuh semua tas yang sebenarnya sangat mudah dijangkau oleh tangannya.

"Run, ayo kamu pilih!" titah Lusiana membuat Aruna menoleh.

"Gak usah, Mam. Mas Bastian udah beliin aku banyak tas. Baru satu yang aku pake." Aruna mengangkat tas jinjing berwarna putih yang ia bawa.

"Ah, gak apa-apa! Itu 'kan dari Bastian, dari Mami ya beda lagi. Pokoknya kamu harus pilih, Run. Kalau nggak, Mami bakalan sakit hati!"

Sungguh terkesiap Aruna kala mendengar itu, sehingga ia duduk di sofa empuk berwarna merah, tepat di sebelah ibu mertuanya. Sedangkan Fathan masih saja mengikuti gerak Aruna.

Saat itu, Aruna memilih satu tas. Lusiana sudah memaksanya untuk mengambil satu lagi, tetapi Aruna menolak. Entah mengapa, semua tas-tas itu terasa biasa saja di matanya. Mungkin, karena sekarang hidup Aruna memang terasa nyaman, ditambah ia masih punya banyak koleksi barang-barang baru nan mahal yang belum sempat dipakai.

Selesai membeli tas, mereka memutuskan untuk pergi ke klinik terlebih dahulu, kemudian kembali lagi ke pusat perbelanjaan. Ketiganya keluar dari area pusat perbelanjaan, menempuh perjalan kurang dari lima menit menuju sebuah klinik kecantikan ternama.

"Mami udah reservasi. Lima belas menit lagi kita bisa konsultasi sama dokter di dalem." Lusiana memberitahu kala mereka keluar dari mobil.

Di ruang tunggu yang sangat nyaman itu, Aruna sudah duduk lebih dulu. Sementara Lusiana malah terdiam, karena tatap matanya tertuju pada sekumpulan perempuan seusianya.

"Rupanya aku salah mengatur waktu."

"Kenapa, Mam?" tanya Aruna mendengar gumaman dari ibu mertuanya.

"Nggak, Sayang," jawab Lusiana mencoba duduk tenang di sebelah Aruna.

Lusiana sengaja memberi majalah pada Aruna agar tak bosan menunggu. Namun, ketenangan itu harus terusik saat tiga orang perempuan paruh baya yang sengaja ingin dihindari oleh Lusiana, malah mendekat dan mencolek bahunya.

"Jeng Lusi!" panggil Herma dengan gaya centil khas perempuan sosialita. "Lama banget kita gak ketemu!"

Terpaksa Lusiana mengangkat kepala, kemudian berdiri untuk melakukan cipika-cipiki dengan para teman-temannya itu. Sedangkan Aruna menatap selama beberapa saat, lantas ia berinisiatif untuk menyapa Herma dan dua temannya.

"Ini siapa, Jeng?" tanya Herma penasaran.

"Menantu saya, Jeng, namanya Aruna."

"Menantu? Kapan Bastian nikah, Jeng? Kok Jeng Lusi ini nggak ngundang kami semua, sih?" Herma menunjukkan raut protesnya. "Eh, tapi, kok, kayaknya saya pernah liat dia, ya?"

Kedua mata Herma menatap Aruna lamat-lamat, mencari ingatan tentang perempuan di depannya ini. "Lho, kamu ini yang jadi buruh cuci piring di restoran keponakan saya, kan?!"

Lusiana terkesiap, apalagi Aruna. Mereka berdua kompak terdiam.

"Iyakah, Jeng?" Satu teman Herma sampai maju selangkah, demi mendapatkan jawaban pasti.

"Iya, Jeng! Mana mungkin saya salah menilai orang!" Herma berseru heboh. Matanya lancang menatap Aruna dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Duh, Jeng Lusi, kenapa bisa nikahin anak Jeng Lusi sama perempuan miskin kayak gini?!"

Telinga Lusiana berdengung, sementara Aruna kontan menelan ludah. Aruna mencoba memutus kontak mata dan memilih mundur. Namun, Lusiana memegang tangannya agar tak pergi ke mana pun.

"Maksudnya apa, ya? Jangan bicara sembarangan soal menantu saya!" Lusiana memberikan peringatan keras.

"Lho, saya gak bicara sembarangan! Memang benar kalau menantu Jeng Lusi ini pernah kerja sebagai buruh cuci piring, kok!"

"Lalu urusannya sama kamu apa?" tanya Lusiana tajam, sungguh tak suka dengan nada congkak lawan bicaranya. "Betul kalau Aruna adalah buruh cuci piring, tapi itu sebelum menikah sama Bastian! Sekarang, dia adalah menantu saya! Sekali saya dengar satu di antara kalian bicara macam-macam, maka saya tidak akan segan membuat keluarga kalian hancur berantakan!" ancamnya tak main-main, membuat semua lawan bicaranya menciut.

Mereka memang telah berteman sangat lama, tetapi siapa pun tahu, kalau Lusiana itu memiliki pengaruh di mana pun. Selain memiliki bisnis real estate besar yang sekarang dikelola oleh Bastian, Lusiana juga punya banyak saudara yang bekerja di pusat pemerintahan. Sekali saja lawan bicaranya membuat Lusiana sakit hati, maka ia tak akan segan mengerahkan semua kenalannya untuk menghancurkan si lawan bicara!

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   115. Linglung!

    Bab 115 Linglung!Aruna ingin bercerai?Bastian yang sengaja berdiri di depan pintu, tentu langsung menjauh saat mendengar perkataan istrinya sendiri.Lelaki itu terduduk lemas. Dadanya berdebar kencang seakan tak percaya. Ia pun mengusap kasar wajahnya. Betapa bodohnya Bastian, karena tak menyadari keinginan Aruna yang sesungguhnya."Harusnya aku paham, kenapa sejak kemarin Aruna bilang mau pulang ke kampung dan menghindari semua masalah di sini," gumamnya usai menelan ludah berkali-kali, lantaran tenggorokannya terasa kering.Bastian berdiri lagi, hendak menghampiri Aruna dan memohon secara langsung. Namun, kesadaran yang lagi-lagi datang membuatnya tertampar. Ia malah mematung lama, sehingga bodyguard yang ada di sisi kanan dan kirinya menoleh keheranan."Aku tidak hanya mengkhawatirkan bagaimana nasib Fathan saat Aruna tetap meminta cerai. Tapi ... aku juga memikirkan nasibku sendiri." Bastian menutup wajah dengan kedua tangan.Bagaimana ini?Bastian mendadak sadar, jika dirinya s

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   114 Rasa Frustasi

    Bab 114 Rasa FrustasiKembali ke rumah sakit, Lusiana mendapati Bastian tengah duduk di kursi tunggu. Putranya menundukkan kepala dengan kedua tangan menutup wajah. Tentu Lusiana langsung panik, dan bergegas menghampiri seraya berlari kecil."Fathan kenapa, Bas? Dia baik-baik saja, kan?!" tanya Lusiana mengguncang lengan Bastian.Bastian mengangkat pandangan dengan kening sedikit berkerut. "Fathan masih tidur, Mam, dan keadaannya sangat baik-baik saja."Rasa lega menghampiri, membuat Lusiana langsung duduk di sebelah Bastian dengan tangan memegang dada."Syukurlah kalau begitu. Mami pikir terjadi sesuatu sama dia.""Kalau ada apa-apa, aku pasti menghubungi Mami. Lagi pula, kenapa Mami sampai berpikir ke arah sana?" tanya Bastian agak heran.Lusiana menghembuskan napas pendek lebih dulu. "Soalnya kamu kelihatan sangat frustasi, seolah sesuatu yang buruk baru saja terjadi! Lain kali jangan bersikap seperti ini! Kamu biki Mami khawatir.Tawa Bastian menguar pelan, tapi matanya terlihat s

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   113. Permohonan 

    Bab 113 Permohonan Pemandangan paling berharga di pagi hari bagi Bastian, adalah melihat anak dan istrinya bercengkrama. Hatinya sukses menghangat. Khawatir yang dirasa sejak kemarin pun perlahan menghilang."Aku gak mau makan sayur, Mama," rengek Fathan mengelak dari suapan Aruna."Sayang, kata dokter kamu harus makan makanan yang disediakan rumah sakit. Nanti kalau sudah sembuh, Mama janji kamu boleh makan apa pun. Sekarang kamu makan sayur ini, ya?" Aruna tetap membujuk, meski lagi-lagi Fathan mengelak dan malah kembali berbaring.Melihat hal itu, tak membuat Aruna menyerah. Ia menyimpan semua makanan Fathan, lantas mengajak bocah itu bicara."Jadi kamu gak mau keluar dari rumah sakit dan main sama Mama?" tanya Aruna setengah berbisik.Fathan tak menggubris. Masih ada sedikit rasa pusing di kepalanya, meski demam yang kemarin menyerang sudah mereda. Selain itu tubuhnya masih cukup lemas."Sayang sekali, padahal Mama punya rencana ngajak kamu main di playground," sambung Aruna teta

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   112. Tangis Kerinduan

    Bab 112 Tangis Kerinduan"Mobil Bastian keluar lagi!" seru Sandra menepuk-nepuk pundak Juanda."Diam! Aku juga melihatnya sendiri!" Juanda segera menepis Sandra agar tak melakukan tindakan yang sangat tidak disukainya.Sandra pun memutar bola mata. Andai tak takut pada semua ancaman Juanda, sudah pasti ia akan langsung menampar lelaki itu. Sayangnya, lagi-lagi Sandra harus menahan diri.Setelah bertengkar hebat dengan Alea, Sandra memberanikan diri mendatangi Juanda. Dari sanalah akhirnya Sandra tahu, bahwa Bastian telah membawa Aruna dan membakar tempat persembunyian Juanda.Sebenarnya Sandra sangat senang, karena ternyata Juanda tak ada apa-apanya dibandingkan dengan Bastian. Namun di sisi yang lain, ia juga sangat kesal karena mereka harus turun tangan untuk menculik Aruna.Dan di sinilah dua orang itu sekarang. Keduanya tengah mengamati rumah Bastian dari kejauhan. Ketika melihat mobil si pemilik rumah keluar setelah beberapa saat masuk, mereka pun mulai mengikuti."Hati-hati, sep

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   111. Tak Mendapat Persetujuan

    Bab 111 Tak Mendapat Persetujuan"Mau tinggal di kampung selama berapa hari?" tanya Bastian pada istrinya."Selamanya. Aku mau meninggalkan semua masalah di sini," jawab Aruna tegas."Lalu bagaimana dengan Fathan? Beberapa hari tidak bertemu kamu, dia sudah jatuh sakit seperti ini."Aruna pun diam, tak bisa menjawab karena sebenarnya, Fathan adalah alasan terbesar mengapa ia masih bertahan di rumah Bastian."Tolong pikirkan lagi. Kalau kamu masih berpikiran ingin pulang ke kampung dan tidak akan kembali ke rumah ini, maka dengan terpaksa saya tidak akan pernah mengabulkan permintaan itu."Sekarang Aruna memejamkan mata. Tadi pagi Bastian menolak permintaannya mentah-mentah. Bahkan setelah berkata demikian, Bastian langsung pergi. Aruna menebak jika saat ini suaminya tengah berada di rumah Lusiana untuk menjaga Fathan."Apa aku egois?" tanya Aruna kala menatap cermin.Wajahnya terpantul di sana. Ada raut sedih, kecewa, juga bimbang. Semua perasaan itu memang berasal dari hati."Nggak,

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   110. Ancaman Untuk Sandra

    Bab 110 Ancaman Untuk Sandra"Papa tidak bisa menyentuh Bastian! Dia dijaga banyak orang!"Juanda kembali marah setelah mendengar perkataan Burhan di seberang sana. "Lakukan cara apapun, Pa! Jangan biarkan Bastian menang, karena kita harus mendapatkan Fathan! Ingat, Pa, sampai detik ini menantu Papa tidak bisa melahirkan anak laki-laki! Cuma aku yang bisa memberikan Papa penerus keluarga!"Setelah berucap sembarangan pada ayahnya sendiri, Juanda langsung mematikan sambungan telepon. Ia begitu emosi, lantaran tak ada seorang pun yang bisa diandalkan.Semuanya menyerah saat berurusan dengan Bastian."Apa yang mereka takutkan dari seorang Bastian Widjaya? Laki-laki tak sekuat kelihatannya! Bastian sangat lemah, apalagi jika orang-orang terdekatnya berhasil diusik!"Juanda memukul-mukul setir kemudi. Sekarang ia bingung harus merencanakan apa, lantaran kepalanya terasa penuh.Lantas beberapa saat kemudian, Juanda teringat pada Sandra. Perempuan itu mengatakan akan mendapatkan informasi te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status